Shani dan Natalia baru saja pulang dari jalan-jalan mereka. Shani menggeleng saat melihat belanjaan Natalia yang begitu banyak. Tapi, dia berusaha tidak memperdulikannya dan masuk ke kamarnya untuk sekedar berganti baju.
Setelah itu, dia pun keluar dan duduk di sofa ruang tamu untuk menonton sinetron kesayangannya atau yang lebih tepatnya ingin melihat akting artis favoritnya. Sembari menunggu iklan yang lewat, Shani mengambil ponsel yang tergeletak di sampingnya dan mengecek salah satu aplikasi sosial medianya.
Senyum terukir di wajahnya saat dia melihat status dari Viny di media sosial. Dia melirik sekilas jam dinding di ruang tamu kosnya yang menunjukkan pukul 17.30 yang artinya masih ada 1 setengah jam lagi menuju jam 7 malam. Setelah itu, dia pun menutup aplikasi sosial medianya dan mengunci ponselnya, lalu kembali fokus dengan sinetronnya.***
Viny POV
"CUT!!" Aku menghela pelan nafasku dan berjalan ke arah bangku yang telah tersedia.
Acha menghampiriku dengan membawa sebotol air mineral di tangannya. Acha menyodorkan padaku air mineral tersebut dan aku menerimanya seraya mengucapkan terima kasih pada Acha.
"Malam ini, lo ada jadwal kuis ya?" Ucap Acha padaku.
Aku mengangguk, "Live kan?"
Acha hanya mengangguk menjawab pertanyaanku. Jujur, menjadi seorang artis terkenal itu sangat tidak enak. Jadwal kerja yang padat dan kamu hanya diberikan waktu 2 setengah jam untuk tidur pada malam hari. Sangat lelah memang. Tapi, aku cukup menikmatinya.
Di sela-sela waktu istirahat, aku menyempatkan diri membaca naskah dari film yang kuperankan. Dan dari yang aku dengar dari Acha, setelah ini aku bakal dapat tawaran bermain film lagi. Sungguh, waktu istirahatku sangat minim.
"Lo ga apa-apa kan, Vin?" Tanya Acha padaku.
Aku menatap Acha sejenak, kemudian kembali membaca naskah yang ada di tanganku, "Gue ga apa-apa. Lo tenang aja."
"Yakin?" Acha menjeda kalimatnya, "Jadwal lo padet lho ini."
Aku tersenyum dan menutup naskah yang ada di tanganku, kemudian menatap Acha, "Cha, gue udah jadi artis selama 3 tahun. Bagi gue, ini udah biasa." Ada jeda dalam kalimatku, "Jadi, lo ga usah khawatir, oke?"
Kulihat Acha mengangguk. Memang, dia selalu mengkhawatirkan kondisiku. Karena dia tahu, resiko perkerjaan yang mengharuskanku pulang tengah malam.
Setelah cukup beristirahat, aku pun kembali berakting di depan kamera sesuai dengan dialog yang aku baca di naskah tadi.
***