16

1.2K 81 5
                                    

"Sini lo Mila!"
"Enggakk. Tante Mila mau dianiaya" Mila bersembunyi di belakang tubuh Fitri sedangkan Jia hanya bisa memandang Kakak, sambil mengeleng geleng, sudah jelas sekali Kakaknya itu suka dengan Mila.

"Assalamualaikum." Sapa laki laki paruh baya yang membuat Mila menelan ludah susah payah.

"Wa'alaikum salam." Jawab mereka semua
"Eh siapa ini?"
"Mila Om."
"Oh! Yang sering di omongin Jio ya sayang?" Fitri yang mendengar itu tertawa.

"Papa!"
"Ups. Yaudah Om keatas ya. Ayo sayang!" Ajak Al ayahanda Jio dan mereka pun menghilang di penghujung tangga.

"Kenapa kak?" Tanya Jia karena melihat Mila yang masih terbengong-bengong dengan kepergian Papanya.

"Ganteng banget Papa kamu."
"Kakak orang ke 103 yang ngomong gitu."
"Mas--"
"Udah sini nonton." Jio memotong mau tidak mau Mila berjalan kearah ruang keluarga dan mengambil tempat duduk sejauh mungkin.

"Eh... Kok udah ada Film ini sih? Udah sore ya!" Tanya Mila panik.

"Nangung, balik abis magrib aja." Usul Jia
"Jio gue izin pulang. Salam buat Mama sama Papa lo." Tanpa memperdulikan omongan Jia

"Eh mau kemana?!"
"Pulang!"
"Gue anter, sabar napa."
"Pake helm lo!"
"Iya rewel."
"Dek kunci pintu."
"Iyaaa. Hati-hati kak!"

Mila menatap hujan, yang sedang menumpahkan kesedihannya karena di buang oleh langit.

"Gimana? Hujan."
"Tapi..."
"Ibu lo harusnya maklum kalo hujan gini." Mila berpikir sejenak dan ya benar, wajar kan kalau hujan berteduh. Gadis itu hanya bisa berharap semoga saja Mamanya pulang malam karena rapat.

Singkat cerita

"Hati-hati." Pekik Mila agar terdengar telinga Jio di balik helm, laki laki itu tersenyum namun yang terlihat hanya matanya yang menyipit.

Dan Mila merasa takut untuk masuk ke rumahnya. Bolehkah ia pergi lagi ke rumah temannya?

Gadis itu memutar tubuhnya berniat keluar pagar lagi namun...

"MILA!" Teriakan Mamanya terdengar, cepat cepat Mila memutar badannya dan berjalan kearah teras rumahnya.

"Hujan Ma."
"Mana tangan kamu?"
"Ma..."
"MANA!"

PLAK
PLAK

Mila meringis kesakitan, rotan itu kembali menyapa telapak tanganya dengan kencang,  airmatanya keluar secara perlahan.

Kemana Papa? Mila butuh Papa! Pekik Mila dalam hati.

"Besok ga ada keluar rumah, belajar. Tugas cuma satu aja kok susah sih, lawan kamu itu sempet sekolah di luar negeri jadi harus lebih-"

"Kan.... udah keliatan Ma."
"Itu dia, tunjukin ke semua orang. Kamu yang belajar dari dalam negeri bisa lebih dari dia! Masuk kamar, belajar sampe jam 12 malam! Mama akan cek, awas kamu tidur sebelum jam 12" Mila mengeratkan jari jari nya menghalau semua rasa sakit yang ia rasakan

Seandainya Mama nya seperti Jio, seandainya dia bukan anak satu satunya. Seandainya dia memiliki kakak yang bisa mendengar keluh kesahnya

Ya, Mila hanya bisa mengatakan seandainya. Dia ingin pergi, namun dirinya tidak memiliki apapun untuk di bawa pergi. Di pukul, di tampar, di haruskan belajar sampai larut malam adalah kebiasannya.

Semua memang terpenuhi namun dirinya selalu saja terlihat salah!

"Bunuh aku siapapun... Bunuh!" mMila menangis dalam kesunyian malam

KAMBEK LAGI, HUH MAKIN SEPI. AKU BAKALAN TETEP LANJUT KAYANYA KESIAN YG DI GANTUNGIN KALO AKU APUS CERITANYA HEHE. MAAP YA

MAKASIH BUAT YG NUNGGU

Enemy (OnGoing)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang