26

1K 36 5
                                    

Malam seperti bisanya hanya saja tidak ada malam yang semenegangkan ini, camkan itu.

Jio bahkan sampai bingung harus berbuat apa sekarang ini.

"Kamu benerkan yang bawa anak saya makan di warteg?" Jiwa dan raga Jio sedang lelah, lalu kenapa dia harus semakin lelah dengan pertemuan ini?

"Iya." Dingin, sosok Jio saat sedang lelah atau mungkin lebih tepatnya lelah selalu berdebat dengan wanita paruh baya di sebelahnya.

"Siapa Ibu dan Ayah kamu? Saya mau bertemu."

"Mereka terlalu sibuk untuk bertemu anda." Senyum jahat terlihat di bibirnya, tangannya memutar-mutar gelas berisi Wine dengan elegan.

"Sekaya apa keluarga kamu hah! Sampai-sampai kamu tidak di didik dengan benar? Sebegitu sibuknya mereka?"

"Perkenalkan Gionardo El Mahendra."
"By the way... Look at the mirror, siapa yang sibuk disini? Tante tau kan ibu saya ada di rumah setiap saat, bahkan para wartawan saja sampai memasukan berita itu ke semua stasiun TV." Jio menghabiskan seluruh Wine dan menaruhnya dengan hentakan keras.

"Sekali lagi saya lihat Tante membuat memar di tubuh Mila... saya akan bawa masalah itu ke meja hijau." Jio melangkah perlahan.

"Ibu tau yang terbaik."
"Oh saya percaya itu, tapi ibu yang baik tidak akan mukul anaknya untuk hal yang sepele."

"Jio...kamu kenal sama Tante ini?"
"Mama kenal?"
"Kenal dong."
"Jeng saya duluan." Jio terseyum senang saat melihat Ibu Mila jalan terbirit-birit.

"Kesian dia itu Nak."
"Kenapa Ma?"
"Sebenernya ga punya anak." Mata Jio melebar selebar lebarnya.

Singkat cerita.

"Mama dulu sering di pukul ga sama nenek?"

"Waktu kecil iya, pake gantungan baju. Tapi pas udah kelas tiga apa empat gitu, udah enggak lagi. Kenapa memangnya?"

"Gapapa sih. Di pukul karena apa?"
"Banyak hal, dari mulai gamau makan, rusakin mainan anak orang sampe pecahin piring. Dulu itu Mama susah sama Nenek kamu jadi kalo ada yang harus di ganti itu rasanya berat."

"Mama ga kesel sama Nenek?"
"Enggak dong, kan itu juga bagian dari mendidik, ya meskipun katanya salah... tapi alhamdulilah mama sehat lahir batin Jio. Kenapa? Kamu mau mama pukulin?"

"Jio mau nikah aja Mah."
"Mau kasi makan anak orang apa kamu? Cinta?"

"Papa ada lowongan kali buat anaknya." Jawab Jio cemberut.

"Skill kamu aja belum keliatan, siapa tau skill kamu bukan di kantor kan. Lagian siapa sih yang mau kamu ajak susah ini? Mila?"

"Ih peka bet dah."
"Alay! Sana tidur, liat nih hp Mama udah bunyi-bunyi."

"Papa rese ni
"Sana tidur." Jio melepas pelukan dari pinggang Mamanya itu, dirinya ganti bertiduran sambil memeluk guling.

"Coba ajakin nikah ah." Jio mengirim pesan kepada Mila namun hanya ceklis satu waktu saat dia online pun 2 jam yang lalu.

"Aneh." Jio diam beberapa saat, menatap langit-langit kamarnya yang penuh dengan bintang-bintang.

"Eh, gua baru sadar, Jia kemana njir?" Jio mengambil hp nya dan lenelpon nomor dang adik untunglah tersambung.

"Dimana lo?"
"Halo." Suara laki-laki terdengar.
"Woe sejak kapan adek gua main sama Om-Om!"

"Sejak negara api menyerang."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 04, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Enemy (OnGoing)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang