Part 1

166 15 3
                                    

Tahun penerimaan mahasiswa baru telah dimulai, begitulah yang sedang dipikirkan oleh Purba pria yang baru merayakan kelulusannya di tingkat SMA, ia tinggal di sebuah desa tepat berada di bawah kaki gunung dengan lingkungan yang masih asri dan alami di tumbuhi pepohonan yang subur disertai pemandangan hijau yang dapat menyehatkan mata, setiap paginya terdengar suara gemercik air terjun yang berada di balik pegunungan, ditambah lagi suara nyanyian burung dan hewan-hewan lain yang menghuni pegunungan yang mampu membuat hati dan pikiran tenang.

sudah menjadi kebiasaan Purba dikala senja tiba ia pasti menghabiskan waktunya di bawah pohon dan duduk di atas bongkahan batu gunung berukuran besar yang sudah ada semenjak ia kecil dan menjadi tempat bermain bersama teman-temannya sekaligus menjadi saksi Purba tumbuh menjadi dewasa.

Purba menarik nafas sembari merasakan bau aroma pegunungan asli desanya, sungguh menjadi kenikmatan tersendiri untuk Purba hingga ia merebahkan tubunya sambil memandang langit yang mulai tertutup dengan kegelapan. "aku ingin menjemput mimpiku di ibu kota jakarta, karena kuyakin, beribu jawaban dari setiap pertanyaan dalam diriku ada di sana". begitulah yang sedang dipikirkan Purba tentang mimpi yang akan di jemputnya tidak lama lagi, hanya tinggal beberapa minggu.

ketika malam hari tiba ia menghabiskan waktunya bersama teman-temannya di sebuah toko buku milik sepupunya yang tidak berada jauh dari rumanya, aktifitas membaca buku, kemudian diskusi bersama sambil menikmati secangkir kopi di sertai suara alunan gitar tak bisa ia lupakan, berat rasanya meninggalkan toko buku yang memberinya banyak pelajaran tentang makna kehidupan tapi walaupun begitu ia akan tetap melanjutkan tujuannya dan akan segera terbang menjemput mimpinya di kota jakarta.

Akhirnya waktu yang ditunggu untuk menjemput mimpi itu tiba, setelah beberapa jam di atas awan ia sampai di kota Jakarta. ia memantapkan langkah kaki pertamanya setelah keluar dari pintu bandara soekarno hatta Jakarta, untuk menuntut ilmu dengan harapan ia bisa membawa nama baik dan bisa berguna di masyarakat, matanya tampak berkaca-kaca mengingat dirinya sudah berada jauh dari kampung halamannya dan harus menjalani kehidupan baru yang lebih menantang, kota yang selama ini hanya dalam fikirannya sekarang sudah ia jejaki, Nampak kebahagiaan dari wajahnya melihat deretan gedung-gedung tinggi ibu kota jakarta akan tetapi kebahagian itu berubah menjadi kekecewaan ketika ia berjalan menuju ruang tunggu bus damri arah lebak bulus, ia mencium bau knalpot kendaraan sangat menusuk hidung sampai ke tenggorokan.

Dilihatnya suasana pagi kota Jakarta yang sudah penuh akan polusi udara dan asap-asap pabrik dan sungguh ini membuatnya kaget, wajarlah karena ini kali pertama ia rasakan menginjak kota jakarta, karena jika di bandingkan dengan daerah tempat tinggalnya yang masih sangat alami dengan bau aroma pegunungan asli pedesaan, kemudian harus berganti dan merasakan perubahan cuaca yang sangat berbeda jauh dengan kondisi desanya tentu akan banyak sekali perbedaan antara keduanya, dengan sedikit kekecewaan Purba menyenderkan kepalanya di kursi ruang tungu bus damri arah lebak bulus, tempat yang akan ia tinggali selama di jakarta, seketika itu terlintas dalam benaknya bahwa Jakarta tidak seperti apa yang ia bayangkan sangat jauh berbeda dengan apa yang ia bayangkan sebelumnya tentang ibu kota Jakarta, akan tetapi Purba yang tumbuh dan di besarkan oleh keluarga yang mengajarinya tentang makna syukur, akhirnya tersadar bahwa dalam setiap perjalanan kehidupan harus selalu di barengi dengan rasa syukur terhadap sang pemberi kehidupan. Tak lama ia menunggu, bus damri arah lebak bulus pun datang dan ia beranjak pergi dan mulai memantapkan diri untuk tinggal di ibukota.

Menemukanmu Di Titik TerendahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang