23. Kebenaran seorang Bagas

15 2 0
                                    

"Pas malem itu…"

"Kak!" Bagas menghentikan kalimatnya ketika ada seseorang yang menyelanya. Areta datang tanpa di duga.

"Ngapain ke sini sih? Kan udah gue bilang, lo nggak usah khawatir."

"Gue pengen denger cerita dari Kak Bagas. Lanjut kak!"

"Pas malem itu, ada pesta besar besaran di rumah temen gue. Gue terlalu lama bersiap siap sampai akhirnya gue tau gue bakalan terlambat datang. Gue nggak mau ngecewain temen gue itu karena dia udah banyak membantu gue dalam situasi sulit." Bagas menghela nafas sebentar.

"Supir nggak ada, jadi gue di anterin sama bokap gue ke sana. Jalanan lumayan sepi. Gue suruh bokap gue kebut kebutan di sana. Bokap gue nggak mau. Tapi gue merengek terus dan akhirnya bokap gue mempercepat laju mobilnya. Tiba tiba, bokap gue nggak liat kalau peraturan suruh belok karena lampu jalan mati. Bokap gue malah jalan lurus ke depan dan kami jatuh tersungkur ke jurang." Areta mengelus Bagas dengan lembut sedangkan Arel menanggapi Bagas dengan mengernyitkan alis.

"Lanjut!" sepertinya Arel tidak sabar untuk mengetahui kelanjutannya.

"Bokap gue melakukan segala cara biar gue aman. Dia melepas sabuk pengaman gue dan membuka pintu yang ada di samping gue dengan maksud gue melarikan diri saat itu juga. Gue nggak tega ngeliat bokap gue tewas begitu saja. Lebih baik kita tewas bersama. Namun, bokap gue mendorong gue keluar mobil. Gue guling gulingan di sana. Terus ada suara ledakan dan itu berasal dari mobil bokap gue yang meledak."

Areta jadi ingin menangis mendengar hal itu. Bagas sudah menyalakan keran air matanya sejak tadi.

"Gue dengan luka luka gue pergi ke kantor polisi terdekat dan gue buat laporan di sana. Semua petugas kepolisian memeriksa tempat kejadian. Di sana gue cuma bisa nangis. Gue nggak mau pulang sampe bokap gue di temukan. Tapi polisi itu tetap nyuruh gue pulang. Gue jadi ke-inget sama nyokap. Ya udah, gue memutuskan untuk pulang."

"Nyokap gue panik ketika ngeliat gue dengan lumuran darah. Gue ngajak dia ke tempat kejadian, tapi ditahan oleh polisi polisi yang nganterin gue pulang. Nyokap gue nangis nangis saat sesudah berbicara dengan beberapa polisi. Dia jadi diem. Nggak mau makan, nggak mau ngurusin gue, dan nggak peduli lagi sama gue. Sampai pada akhirnya gue pingsan gara gara nggak makan selama 2 hari. Nyokap gue langsung bawa gue ke rumah sakit. Mulai di situ nyokap gue mulai peduli lagi sama gue. Dia ngobatin semua luka luka gue yang timbul karena kecelakaan."

"Terus bokap lo?" tanya Arel.

"Tubuhnya hancur terpisah pisah."

Areta menutup mulutnya. Ia pasti akan bunuh diri jika mengalami hal yang sama seperti Bagas.

"Maafin gue udah berkata kasar sama lo tadi." Arel menyesal telah menjelekkan orang tua Bagas.

Bagas berdeham.

"Jadi, kita saudara tiri? Tapi gue masih nggak mau nganggep dia sebagai papa lagi."

"Masih beruntung bokap lo masih hidup. Lo harus menyayanginya. Lo nggak tau kan perasaan dia gimana kalau liat lo seperti ini? Lo nggak nganggep gue sebagai saudara tiri nggak apa, yang penting lo jangan putus hubungan sama bokap lo karena dia nikah lagi." Bagas sudah menahan tangisannya.

Sungguh, ini adalah hari yang berat.

Karena sudah selesai, mereka memutuskan untuk kembali ke kelas masing masing. Ternyata mimpi Areta tidak menjadi kenyataan. Syukurlah. Areta jadi lega.

Tapi ia belum sepenuhnya merasa lega, yaitu dengan papanya sendiri. Apa ia harus menemuinya? Mungkin nanti bisa di pikirkan bersama Arel.

***

Semoga kalian bisa mengerti kejadian yang Bagas alami ya?

Kayaknya Aryan masih ngambek gara gara dia nggak muncul di beberapa part. Wkwk.

Thank you for reading and vote
By : Nadya Ashfa
Ig : @nadya_ashfa

WISH (Harapan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang