9

3.7K 631 52
                                    

"Sunbae..."

Felix keluar dari persembunyiannya. Si manis mendekati sang senior yang tertunduk lesu setelah bertemu kedua kakak kembarnya.

Manik tajam itu menatap felix dalam. Mata itu seakan ingin menjelaskan banyak hal yang membuat pemiliknya terlihat begitu rapuh.

"Sunbae, maaf"

Air mata felix jatuh begitu saja. Sesaat mata tajam changbin melembut, namun melihat mata indah orang yang dicintainya berembun matanya kembali tajam dan penuh kemarahan.

Tanpa bicara Changbin berjalan meninggalkan Felix yang semakin tenggelam dalam perasaan bersalahnya.

.
.
.


"Lixie? Ada apa kenapa kau menangis?"

Chaewon menatap khawatir adik bungsunya. Wajah bertabur freckles itu memerah, begitu pula matanya yang mulai membengkak.

Namun si manis bungkam. Matanya kembali terasa panas dan berembun.
Chaewon memeluk sang adik, mencoba menenangkan felix. Untunglah sekarang guru bahasa inggris mereka-mr. Chwe tidak bisa mengajar karena mendampingi istrinya yang melahirkan, dan anggota kelas mereka memilih berada di perpustakaan untuk belajar.

"Li-lixie benci ji-sung, hiks"

Kalimat itu meluncur tersendat-sendat dari bibir si manis. Membuat si sulung terkejut, pasalnya separah apapun jisung mengusili felix. Si bungsu keluarga Lee itu tidak pernah mengatakan benci, ah tidak, felix tidak pernah membenci siapapun.

"Hiks Ll-lix-ie me-lihat hiks k-kalian dan ssun-bae", isak yang lebih muda.

Chaewon tercengang, adiknya melihat bagaimana ia dan jisung melabrak seniornya tadi. Tapi, kenapa si bungsu menangis?
Matanya mengerjap cepat ketika menyadari satu hal.

"Lixie menyukainya?"

Si manis hanya mengangguk.

"Ji-hiks sung ka-sar hiks tidak suka", isaknya pelan.

Mereka tidak menyadari jika ada sosok lain yang mendengar percakapan mereka melalui salah satu hadiah yang pernah diberikannya pada si bungsu.

"Kau membuat felixku menangis Lee jisung", geram sosok itu.


.
.
.

Jisung menyeritkan dahinya bingung. Kedua kembarannya belum di perpustakaan, padahal tadi sang kakak bilang hanya membujuk si bungsu untuk ikut ke perpustakaan mengingat sejak istirahat tadi felix terlihat lesu dengan mata sembab.

"Sung, felix dan chaewon belum datang juga?"

Seungmin menepuk bahu jisung yang sejak tadi diam menatap pintu masuk.
Si tengah Lee itu hanya mengangguk lesu.

"Omong-omong dimana jeongin?", tanya jisung.

Seungmin mengangkat bahunya.

"Lima belas menit yang lalu dia bilang mau ke toilet", ucapnya.

"Aku akan menyusul felix dan nuna", ujar jisung seraya bangkit dan berjalan keluar perpustakaan.

Jisung melangkah gontai, ia merasakan perasaan aneh namun ia tak tahu perasaan apa itu. Yang jelas ia merasa ada sesuatu yang buruk akan terjadi.

Tangannya terus mengutak-atik ponsel dalam genggaman, mencoba menghubungi sang kakak ataupun sang adik namun tak kunjung mendapat jawaban.
Sebuah dorongan ia rasakan dipunggungnya, membuat tubuhnya limbung dan jatuh menuruni anak tangga yang baru tiga pijakan ia lewati.
Kepalanya beberapa kali membentur anak tangga sebelum akhirnya menyentuh lantai. Namun yang lebih menyakitkan adalah kaki kirinya, belum lagi bau anyir darah yang mengalir dari kepalanya.
Mata jisung kian berkunang-kunang kemudian menggelap sebelum ia melihat samar-samar seseorang yang berdiri di puncak tangga tanpa berniat menolongnya.

"Kau pantas mendapatkannya"


.
.
.


Tbc

Obsesi (Changlix) ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang