Love In Dubai

1.7K 62 1
                                    

Basant dengan perut yang membuncit dengan semangat membersihkan halaman belakang rumah ayah angkatnya. Sejak ia tinggal di rumah sederhana itu, begitu banyak kebahagiaan yang tak pernah ia rasakan sebelumnya.

Suara kicauan burung menjadi alunan yang menemani aktifitas paginya. Dengan bergerak ia mampu melupakan sedikit rasa sakit hati atas semua keadaan yang dialaminya setelah mengenal sosok Farlan.

Dari ia harus menikah, dan meninggalkan bangku kuliahnya. Hidup satu atap namun tak dihiraukan, hingga masa manis pernikahan bersama Farlan yang membuahkan janin dalam rahimnya saat ini. Satu yang paling menyakitkan, kala hatinya telah benar-benar tak mampu berpaling dari suaminya. Ia justru di lempar, dibuang ke negara kelahirannya namun fi tempat yang sama sekali tak ia kenal. Ia dipaksa beradaptasi dengan keadaan berbadan dua, menghadapi penculikan yang hampir merenggut nyawa juga janin yang dikandungnya.

"Duh," ringisnya merasakan pergerakan dalam perutnya yang seakan sedang berlari-larian.

"Lagi apa sayang, main bola ya di dalam?" Basant tersenyum sendiri dengan tingkah polanya yang tak pernah henti mengajak berbicara sang calon bayi.

"Bibu hari ini merasa senang Dede, apa kamu juga ngerasain perasaan aneh ini?" tangan kirinya mengusap-usap perutnya yang sudah berusia 8 bulan, sejak pagi ada perasaan aneh yang membuatnya terus bersenandung juga membuatnya begitu giat membersihkan halaman belakang yang penuh rumput liar.

"Permisi ..." Basant terpaku, jantungnya tiba-tiba berdegup kencang.

"Siapa?" suaranya tercekat,  tenggorokannya terasa kering kerontang.

"Permisi, sampurasun ...." kembali terdengar suara dari arah depan. Basant dengan hati-hati melangkah menuju dapur untuk melihat orang yang bertamu. Namun tanpa ia bisa hindari degup jantungnya kian memompa, begitu juga dengan janinnya yang terus berlari-larian didalam rahimnya.

"Ada apa ini? Kenapa hatiku merasa begitu senang?"

"Ia siapa ya-" suara Basant kembali tercekat saat matanya bertemu dengan mata elang yang ia rindukan sekaligus ia benci.

"Kamu-" kini giliran Farlan yang juga tak mampu melanjutkan kata-katanya yang hilang entah kemana.

"Kamu, bagaimana ada di sini?" Farlan akhirnya melanjutkan pertanyaannya, setelah berusaha mengumpulkan tenaganya yang baru saja menghilang entah kemana.

"Kenapa? Kamu heran aku masih Hidup, heh?" suara Basant terdengar bergetar, matanya berkaca-kaca. Tapi tatapan itu justru membuat Farlan memalingkan wajahnya dan tak mampu menatap wanita yang begitu ia cintai.

"Apa maksud Kamu?" seakan tak perduli dengan pertanyaan Basant, ia justru kembali bertanya.

"Lebih baik kamu pergi, sebelum aku berteriak memanggil para tetangga untuk mengusirmu." Farlan langsung kembali menatap Basant dan matanya langsung terpaku melihat perut besar Basant yang tadi tak ia perhatikan.

"Kamu ha-mil?" ucapnya terbata.

"Ini bukan anakmu." Basant menungkup perutnya dengan kedua tangannya lalu berbalik badan dan berlari sebisanya. Ia takut, Farlan akan mencoba mencelakai janin yang dikandungnya.

Dalam pikiran Basant, Farlan adalah lelaki yang tak memiliki hati nurani. Lelaki yang tega menculik dan hampir membunuhnya.

Farlan terpaku, atas ucapan Basant. Bahkan ia masih tak percaya jika wanita yang baru saja berada di hadapannya adalah Basant istrinya yang ia cari dan rindukan selama ini.

"Apa aku bermimpi?" gumamnya dan menjatuhkan tubuhnya di atas balkon yang terbuat dari bambu.

"Maaf Tuan, saya terlalu lama pergi." suara Mike membangunkan perasaannya yang melayang.

Farlan menatap Mike lalu lelaki paruh baya yang berdiri di samping ajudannya.

"Kenalalkan ini pak Aji, pemilik sawah." Farlan mengulurkan tangannya seraya memperkenalkan namanya dengan sopan.

"Nyonya?" tapi belum juga ketiganya masuk, Mike sudah dikejutkan dengan keberadaan Basant sang majikan wanita di hadapannya.

"Euleuh ini putri sulung saya, kenalkan namanya Suni." Pak Aji menepuk pundak Basant dengan tetap tersenyum.

Farlan dan juga Mike hanya mampu saling berpandangan. Mereka seperti melihat orang mati yang kembali hidup berada dihadapannya.

Di ruang tamu yang terbuat dari anyaman kulit bambu yang sudah mengkilat dan bersih. Empat kepala duduk saling berhadapan, Basant sejak tadi terus berusaha menyembunyikan perutnya. Seakan takut jika Farlan akan menghabisi janin yang tengah ia kandung.

Semua bisa terjadi bukan? Jika Farlan sanggup melenyapkan ia dari muka umum, apalagi janin yang tak memiliki kekuatan ini?

Pertanyaan konyol, dan pasti tak masuk di akal. Tapi tak ada yang tak mungkin.

"Jadi nak Farlan ini siapa?" Pak Aji memulai pembicaraan mata lelah namun tetap terlihat tajam itu terus memperhatikan Farlan yang terus menatap Basant.

"Tuan ini-" Farlan menghentikan Mike yang ingin membantunya berbicara.

"Saya suami Basant, wanita yang berada di hadapan saya ini." tak terlihat ada keterkejutan dimata pak Aji justru senyum merekah di wajahnya.

"Alhamdulillah, syukur akhirnya kamu dijemput nak. Bapa senang mendengarnya, tapi kenapa baru sekarang kamu menjemput istrimu yang tengah mengandung anakmu sendirian di tengah kampung terpencil seperti ini?" Pak Aji menatap tajam, "betapa sulit melalui masa ngidam sendiri di usianya yang masih muda," lanjutnya dengan mata terlihat menerawang.

"Yang saya tau, dia pergi dengan kekasihnya."

Basant menatap Farlan dengan penuh ketidak percayaan atas apa yang diucapkannya.

Bagaimana lelaki itu mampu menuduhnya, disaat mereka baru pulang menikmati bulan madu?

Tak ada kata dalam rangkaian suara yang keluar dari kerongkongan Basant, yang ia rasa hanya pedih menusuk hatinya.

"Ha ha ha, anda bercanda Tuan." Pak Aji menyesap rokok daun arennya sebelum melanjutkan kata-katanya, "istrimu telah diculik dan dianiaya oleh orang yang sangat membenci diantara kalian. Ia dan bayimu bisa mati jika saja lelaki tua ini tidak tepat waktu menemukan tubuh lemahnya di parit pinggir kampung."

Ada keterkejutan yang tak terucap dari mata Farlan saat berguling menatap Basant yang berlinang air mata.

"Bagaimana mungkin?"

"Itu bisa terjadi Tuan," kini bukan Pak Aji yang bersuara melainkan Mike ajudannya yang telah bersamanya lebih dari 10 tahun.

"Maksudmu?"

"Saat Nyonya muda menghilang, Tuan besar memberi perintah secara rahasia untuk mencari tau keberadaannya. Saat kami melakukan pencarian begitu banyak hal ganjil yang terjadi, lelaki yang Tuan curigai sebagai kekasihnya tengah berlibur dan terciduk mengkonsumsi narkoba oleh polisi setempat," Mike menundukkan kepalanya dengan kaki seperti memohon ampun, "Maafkan saya yang telah lancang mencari info tanpa perintah anda, tapi saya tak bisa melihat kemuraman di wajah anda selama nyonya muda menghilang."

"Sudah-sudah. Yang lalu biarlah berlalu, kini kalian sudah kembali bersama. Paling penting buka hati dan fikiran kalian untuk saling memaafkan."

Love In DubaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang