Love in Dubai REVISI

2.3K 98 0
                                    

Jika orang berkata cinta butuh pengorbanan. Maka ku kan katakan itu sebuah kebenaran. Sebab cintaku padanya benar-benar butuh pengorbanan. Salah satunya membuat ia mengingat siapa aku? dan janji tulusku kepadanya.

Farlan Wibisono

Jalan Bussines Bay di jam pulang kantor memang bisa membuat orang yang tengah terburu-buru merasa depresi. Bagaimana tidak? Tadi siang saat Daddy-nya datang dan memberitahu keberadaan Basant padanya, Farlan langsung pergi menuju mansion sang ayah yang letaknya di Marina land. Yang artinya satu jam kurang lebih ia harus lalui menggunakan mobil ferrary sport-nya.

Namun, saat ia baru menempuh jarak kurang lebih dua kilometer. Anggi sekretarisnya kembali menghubungi, mengabarkan jika ia memiliki meeting bersama pengusaha muda Milioner asal Amerika.

Meeting yang menghabiskan waktu hingga empat jam itu, membuat Farlan sendiri tak mampu lagi bersabar untuk mengantri diantara kemacetan panjang itu.

"Kau dimana?" ucapnya lewat spikerphone kepada sekretarisnya.

"Saya sedang menyusun agenda anda untuk seminggu kedepan, Mr."

"Batalkan seluruh agendaku satu bulan kedepan, dan limpahkan seluruhnya pada daddy." tak terdengar penolakan dari ujung telpon, menandakan Anggi mengerti dengan keinginannya.

Setelah mematikan hubungan komunikasi dengan sekretarisnya, kini ia kembali menekan satu tombol untuk menghubungi seseorang.

"Agendakan keberangkatan satu jam lagi, aku akan segera sampai." Farlan langsung mempercepat laju mobilnya, agar segera sampai dan bertemu istrinya.

****

Mansion bernuansa klasic menjulang tinggi. Tiga penjaga gerbang dengan setelan jas hitam, bertubuh tinggi dengan wajah sangar membukakan pintu gerbang. Tubuh tegap mereka sedikit membungkuk, saat mobil Farlan melewati mereka.

"Apa istriku di rumah?" tanya Farlan pada seorang pelayan dengan seragam berwarna pastel, yang tengah berdiri menyambutnya.

Pelayan tersebut mengangguk, dan mengantarkan Farlan pada Basant yang saat itu tengah bermain dengan lima belas kucing peliharaan, mertuanya.

"Kalian terlihat begitu bahagia, walaupun terkekang di mansion luas begini. Tapi kalian hidup bersama, bisa bercanda gurau dengan saudara dan teman kalian. Sangat jauh berbeda dengan aku yang kini hanya sendiri," tangan Basant mengelus bulu-bulu lebat kucing berwarna polkadot yang tengah bermanja ria kepadanya.

"Andai aku masih bisa kuliah, bertemu kedua sahabatku, dan aku sangat merindukannya. Walau aku tau itu sudah tak pantas, karena-"

"Karena apa?" suara berat Farlan menghentikan cengkrama antara Basant dengan kucing-kucing lucu tersebut.

"Ka-kau?" Basant langsung berdiri dan membalikkan tubuhnya. Matanya terbelalak, saat kornea coklatnya bertemu dengan mata sebiru langit, yang tengah menatapnya tajam.

"Siapa dia?" Farlan kembali bertanya, seakan tak perduli dengan keterkejutan Basant saat mendapatinya tiba-tiba berada dihadapannya.

"Si-siapa yang kau maksud?" dengan suara bergetar, Basant mencoba untuk tetap berdiri tegak. Walau kenyataannya dirinya begitu kaget juga takut melihat tatapan Farlan yang seakan mampu membunuhnya.

Farlan langsung mendekat ke arah Basant, sedang wanita itu langsung mundur beberapa langkah. Hingga tubuhnya merapat di pilar dinding, yang membuat tubuhnya tertahan.

Tanpa diduga dengan cepat Farlan langsung melahap bibir merah Basant yang terlihat begitu menggairahkan baginya.

Mendapat serangan dadakan yang begitu cepat, membuat tangan Basant mendorong dada bidang Farlan. Namun, hal itu sia-sia saja. Tenaganya tak mampu sedikitpun membuat tubuh Farlan bergeser menjauhinya. Justru kini tubuh Farlan semakin mendekat, dengan kedua tangannya yang melepas kedua telapak tangan Basant yang mencoba berontak, di bawanya kedua tangan Basant ke belakang, dan dihimpitnya dengan satu tangannya. Sedang tangan satunya langsung menyusuri gundukan gunung kembar, yang begitu kenyal dan berbentuk sangat pas di tangannya.

Tuhan begitu sempurna menciptakan setiap inci dari tubuh Basant. Dari kepala hingga kaki, seolah diciptakan dengan pas.

Pagutan Farlan semakin dalam. Digigitnya bibir Basant sedikit kasar, hingga Basant terpekik, dan memberi akses agar lidah Farlan bisa masuk menerobos kedalam mulutnya, dan lidahnya bergerilya dengan sangat lihay mengecap lidah Basant, lalu menghisap nya dengan ganas. Farlan tak ingin memberi kesempatan untuk Basant bernafas, hingga hal itu membuat lenguhan terdengar dari deru nafas Basant yang tertahan.

"Eehh ...." matanya terpejam, seakan merasa tak ingin mengakhiri semua ini.

Kecupan Farlan terus turun hingga menggapai leher jenjang Basant, yang menggunakan kaus t-shirt belah dada v. Tangannya menggapai pinggang, dan sebelahnya lebih menekan leher Basant agar tak mampu menjauh darinya.

Isapan penuh hasrat yang meninggalkan tanda kepemilikan di leher Basant, memperlihatkan betapa Farlan sangat menginginkan lebih.

Dengan gerakan cepat, tubuh Basant di gendong ala bridal style, membuat Basant terpekik karena kaget, "Ka-mu mau bawa aku kemana?" pertanyaan itu terlontar begitu saja dari bibir Basant yang masih terlihat basah, akibat gairah yang dirasakan Farlan.

Tanpa mengindahkan pertanyaan Basant, Farlan langsung berjalan cepat menuju lift yang akan membawa mereka ke kamar Farlan.

Basant hanya mampu menuruti dan membalas lumatan bibir Farlan yang tak melepaskan kecupannya.

Namun, langkah Farlan terhenti. Saat mendengar dering ponsel miliknya di dalam saku celana hitamnya.

Dengan masih membopong Basant, tangan satunya merogoh saku dan mengangkat tanpa melihat siapa yang menghubunginya.

"Hallo,"

"Aku menunggumu sayang," terdengar suara yang tak asing lagi di ujung telpon sana.

"Ada apa?"

"....."

Farlan langsung membeku, tanpa sadar ia telah menurunkan Basant dari gendongannya. Membuat Basant pun merasa heran dan menatap Farlan yang kini pergi begitu saja tanpa berucap sepatah katapun, dan meninggalkannya dengan penuh tanda tanya.

"Lo tetep pelacurnya." ucap Basant lirih.

Love In DubaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang