Saat itu seminggu berlalu dengan penuh tangis, penyesalan dan rindu tanpamu bahkan makammu masih terlihat tanah belum ada rerumputan tumbuh. Kenangan seperti sebuah film layar tancap yang di perlihatkan kepada para penonton bagaimana aku tersenyum karenamu, dan bagaimana senyummu saat menatapku itu semua terputar di benakku. Rasa sesal bagaimana kamu meninggalkanku tanpa pamit dan ucapan manismu untuk terakhir kali, sangat tragis bila mengingat semua pahit itu. Aku masih berharap kamu seperti di film yang kutonton, berjalan ke arahku dan memeluku erat memberi tau bahwa kamu masih disini dengan rasa yang sama. Memelukku bahwa kamu baik-baik saja, dan merindukanku. Nyatanya memang hidup tidak sama seperti ekpektasi.
Hari itu aku datang kembali dengan tangis, menatap namamu di atas batu nisan. Yang paling menyedihkan dari namamu yang tertampang adalah di bawah tanah ini tidak ada jasad kamu. Seharusnya aku bisa melihat bagaima luka atau tubuhmu untuk terakhir kali nya, tapi para BASARNAS tidak menemukan sedikitpun jasad kamu hingga aku berpikir apa segitu ingin nya kamu pergi dariku hingga menampakan tubuhmu yang hancur atau luka saat kamu pergi saja kamu enggak mau. Sedih, tapi aku bisa apa?
Aku memberi senyum walau senyumku terlihat memaksakan. Aku mencoba tegar tapi nyatanya aku memaksakan. "Cam, apa kamu nggak bisa minta hidup lagi? Kita belum menua bareng loh, belum gapai cita-cita kita. Masih banyak yang harus kita lakuin, kamu masih harus usilin aku loh, Cam," lirihnya.
Ya, inilah aku. Menyedihkan bukan? Sangat.
"Masih mau di nyanyiin Lemonade, Cam ... Katanya aku yang kamu butuhin, tapi kamu malah pergi,"
"Apa aku harus benar-benar pergi? Apa aku bisa? Itu yang kamu mau, Cam?"
Anna geleng-geleng, ia menangis masih berharap keajaiban datang. Bodoh bila mengharapkan hal yang semestinya tidak di harapkan, maksudnya, horror bukan ketika seseorang bangkit lagi dalam kubur? Oh, sepertinya tidak terlalu horror bila mengingat makam Cameron kosong.
"Anna? Lo masih berharap keajaiban datang, ya, Na?"
Tentu saja itu Kak Ben, salah satu temanmu, dan Kakak Shenna. Dia sangat cerewet saat kamu pergi, ya, mungkin karena titipan pesanmu. "Udah ah, ayo pulang kasihan Cam enggak tenang disana, Na,"
Aku mengusap wajahku, mencoba menarik nafas sekuatnya. "Apa benar-benar enggak ada keajaiban, Kak Ben?"
"Enggak ada, malih. Ayo apa, emak lo kasian nyariin anaknya ngelayap mulu ke kuburan," cerocosnya.
Aku sedikit menyengir akan ucapan asal Kak Ben, walau rasanya masih pedih untuk meninggalkanmu. Tapi apa alasan aku untuk bertahan? Aku masih punya kehidupan, dimana aku harus menjalani nya tanpamu.
🌿🌿🌿
Jakarta, 20 April 2020
Dua tahun tanpamu, hidupku biasa saja. Pikiranku yang masih mengingat bagaimana senyummu dikala pagi hari menyapaku, dan berubah menjadi pagi yang membosankan. Aku sudah bertambah umur, sekarang umurku genap 20 tahun dimana umurmu harus berhenti di angka 20. Aku hidup di apartemen, sendiri karena jarak kampusku yang cukup jauh dari rumah Bunda Lovita, maupun Mama Alma.
Aku kembali berkuliah kini tidak ada alasan tidak kuliah lagi, bukan? Aku harus menyibukan diri untuk melupakanmu. Bagaimana Shenna dan Aldo, pasti kalian bertanya. Mereka baik-baik saja, walau Shenna harus ikut pergi meninggalkanku dikala kesedihanku. Shenna, Aldo dan kedua buah hati nya harus pindah ke Aussie karena perkejaan Aldo yang berkembang disana. Aldo sudah benar-benar melupakanku dan sangat mencintai Shenna dan anaknya. Dia sangat sedih saat kamu meninggal, Cam.
Abangku? Oh keluarganya sangat harmonis sekali dengan dikaruniai 3 buah hati. Walau sekarang mereka di Bandung karena ingin mempunyai suasana rumah disana, aku sering berkunjung untuk bermain dengan keponakanku. Bagaimana Mama Alma? Beliau masih sering ke rumah Bunda untuk berkunjung, masih saling berhubungan juga denganku. Beliau menganggapku masih seperti menantunya.
Aku masih bermain dengan Kak Ben dan yang lainnnya, saling bercerita. Oh ya, Raffa sudah putus dari kekasihnya, sedih sekali Raffa di tinggal nikah. Dia juga jadi sering ke makammu memberi keluh kesahnya, aku yakin kamu kesal makammu menjadi tempat kata-kata kasar darinya. Apa perlu aku pukul dia untuk kamu Cameron?
Aku sekarang sedang di tengah taman kampus menatap beberapa tugas kampus yang mulai menumpuk di kala aku kembali bersedih karenamu. Seharusnya kamu ada di sebelahku mengacak rambutku, tapi tidak, cukup aku memikirkanmu sekarang. Aku menatap beberapa kertas print-anku dan mengetik di atas laptopku. "Ck, sialan nih enggak tau apa gue mau galau lagi,"
"Galau mulu, jangan sampe ada berita seorang janda kesedak kertas tugas karena galauin mantan suami nya,"
Itu Keera, umur nya sama sepertiku dan satu semester denganku. Dia telat kuliah karena ingin sedikit melepas suntuk kala selesai lulus, dan disinilah kami dipertemukan. Keera satu-satu nya temanku, lainnya mereka hanya teman satu kelas saja. Hanna kebetulan satu kampus, tapi kita jarang bertemu. "Janda, janda, sialan lo ya."
Keera tau ceritaku, dia sama derajat dengan Shenna berhubung dia satu-satu nya yang mengerti aku. "Iya deh, si anak perawan," Celutuknya bercanda. Ingin sekali aku menimpuki Keera dengan sendal busuk.
"Ck, elah masih aja," Sahutku tidak selera.
Keera mendekat ikut menaruh laptopnya di bawah pohon besar kampusku. "Itu tugas enggak selesai-selesai gue liat-liat," katanya memulai topik lain. "Iya, gue ngerjain yang lain dulu," jawabku seraya melanjutkan tugas sialan itu.
"Entar sore gue mau pergi sama cowok gue, lo mau ikut enggak?" Tawar Keera selalu bila dirinya pergi dengan Alan kekasihnya.
Aku menggeleng tentu, tidak mungkin selalu menjadi nyamuk yang menyedihkan. "Gue mau ketemu temen-temen Cameron," ya berhubung aku juga akan bertemu Kak Ben.
"Lo enggak akan move on kalau masih sama masa lalu dia, Anna." Sudah berapa kali Keera mengatakan nya, tapi Cameron tetaplah Cameron tidak ada sangkut paut dengan pertemananku kan?
"Nggak nyambung, udah sana lo ah. Gue mau ngerjain ini,"
"Bilang aja mau galau lagi, kampang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Metanoia
Romance|| s e q u e l of Married Enemy Ini tentang bagaimana aku melupakanmu, tentang aku yang hidup di hantui masa lalu penuh penyesalan. Tapi ini hidup, aku harus menjalani nya bukan walau tanpamu. Kamu masa laluku, sudah saat nya aku meninggalkanmu...