Chapter 17: Finally, A Sense.

3.8K 163 3
                                    

Selama semingguan setelah itu, Ran jadi terus kepikiran. Sejak dia memulai hari sampai dia kembali pulang bersama sosok yang entah bagaimana dan kenapa bisa membuatnya frustrasi, kepalanya selalu memutar pertanyaan yang sama.

Apa hatinya sudah jatuh pada si pemuda?

Diiringi serangkaian kalimat-kalimat denial yang membuat dirinya gelisah sendiri setengah mampus.

"Tuh, ilang lagi nyawanya nih anak. Saking enaknya cilok akang,"

"Woh iya neng, ieu teh udah pasti!"

Alea menatap temannya yang seakan melamun di pinggir jalan dekat gerobak cilok disampingnya dengan tatapan kasihan, apalagi abang-abang tukang ciloknya. Meskipun sudah punya sebungkus jajanan itu di tangannya sendiri, tapi Ran seakan enggan beranjak seperti sedang flashback tak penting kalau dirinya adalah seorang protagonis novel.

Alea menusuk salah satu cilok, mengunyahnya, buka suara lagi mengajak bicara si akang cilok. "Tau gak, kang? Temen saya ini katanya pinter, tapi menurut saya biasa-biasa aja. Tapi kalo soal cinta, dia tuh bego."

"Teu tau, neng. Urusan saya mah yang penting ciloknya enak dan laku,"

"Udah enak, kang. Laku juga. Udah komplit,"

"Tapi temen maneh keliatannya gak komplit. Padahal dia laku, kan, neng?"

"Singkatnya mah dia denial, kang."

Mereka terus saja berbincang, seakan Ran berjarak 20 meter lebih dan bukannya tepat di samping mereka. Lamunan si cewek terpecah, melirik ke arah mereka dengan mengancam meski tak mengatakan apa-apa. Alea meringis, sebelum membayar jumlah yang mereka beli sekaligus tip mau diajak ngobrol kepada si akang cilok.

Keduanya lantas kembali masuk ke sekolah, menunggu pembina ekskul masing-masing datang agar kegiatan bisa dilaksanakan.

Selama berjalan di lobi sampai ke lapangan sekolah, Ran menatap ke depan dengan tatapan kosong bikin Alea lama-lama agak parno. Mereka berhenti di pinggiran sekalian menonton para anak futsal latihan tanding. Tak ada yang buka suara, hanya memerhatikan para cowok-cowok dengan jersey hitam sekolah berlarian mengelilingi lapangan mengejar dan menembakkan bola.

Langit tampaknya mendung karena hari tak sepanas sebelumnya, sampai Ran tak sadar dia sama sekali tak menggunakan sunscreen hari ini.

Alea menoleh cepat, mengerutkan wajahnya takut karena temannya berperilaku sangat tidak seperti diri sendiri akhir-akhir ini. "Lo aneh banget, sumpah,"

"Ha?"

"Habis daki gunung dimana? Kok kayaknya banyak banget setan nempel,"

"Anjir." Ran mengumpat pelan, menusukkan cilok dari plastik di tangannya sebelum menyuapkan ke dalam mulut. Temannya menipiskan bibir.

"Udah.... sadar?"

"Apanya?"

"Tentang Jinan."

Kunyahan Ran sempat memelan sesaat, tapi dia berusaha kelihatan tak peduli. Meski sahabatnya bertanya seperti itu, kalau dia sendiri tidak tahu jawabannya maka pertanyaan itu tidak relevan.

"Jinan kenapa?"

"Kalo muka lo gue tampol, kira-kira bakal mirip Squidward ganteng nggak?" Alea menyipitkan mata. "Pura-pura bego gue doain bego beneran,"

Ran entah kenapa tergelak. Dia menoleh pada si lawan bicara setelah tawanya agak mereda, "Gue nggak salah, lah!"

"Gue tau ya kelakuan lo yang mirip orang kesurupan ini ada hubungannya sama Jinan. Walaupun gue nggak tau apa, tapi lo udah punya jawaban ato solusinya belum?"

Hello Lovenemy [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang