0.2) Terlambat

4.1K 146 0
                                    

H
A
P
P
Y

READING
••• ••• •••

Deven mengulet di atas ranjang kesayangannya. Ia menatap jam yang berbentuk elang, pukul 06.15. Deven bangkit dari ranjang meminum segelas air putih yang berada di atas nakas lalu berjalan menuju kamar mandi.

Tidak lama kemudian, Deven keluar dari kamar mandi menggunakan celana boxer berwarna hitam. Ia berjalan menuju ruang ganti, mengambil seragam osis lalu memakainya. Mengambil sepatu dengan alas berwarna putih, memakainya. Mengambil ikat pinggang yang menggantung di balik pintu putih, dan mengambil dasi abu-abunya. Namun tidak ia gunakan, melainkan di taruh di dalam tas.

Deven mengambil tas hitam, memasukan buku-buku sesuai jadwal. Tak lupa ia memakai hoodie berwarna dongker untuk menutupi seragamnya. Ia mengambil ponsel lalu berjalan keluar kamar.

Ia berjalan menuju meja makan, Deven hanya meminum susu putih hingga tuntas. Deven berlari kecil menuju motor sportnya. Ia memakai helm full face hitam dan menyalakan mesin motornya.

Suara mesin motor hampir memenuhi halaman depan rumahnya. Sudah merasa sedikit panas, Deven melajukan motor sportnya menuju SMA Jodhipati yang lumayan jauh dari perumahannya.

Di jalan, Deven melajukan motornya di atas rata-rata. Bukan karena ia takut telat, ia hanya sedang sungkan berdebat dengan Pak Novan, guru BK yang selalu menyemprot Deven dengan kalimat yang panjang lebar.

Di persimpangan jalan, Deven terjebak lampu merah yang membuat antrian begitu panjang.

"Ck, mana lama banget lagi nih lampu merah." Ucap Deven melihat jam di jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. "Muter apa ga usah ya, tapi kalo muter jauh banget. Ah mana bentar lagi masuk lagi."

Deven memilih untuk mengambil jalan yang memakan waktu lebih lama dari pada sebelumnya. Jika ia menunggu antrian lampu lalu lintas, percuma kan? Toh dia juga pasti akan terlambat saking banyaknya kendaraan.

Deven terus memacu laju kecepatan motornya di jalan beraspal itu. Di kanan kirinya hanya ada hamparan sawah hijau yang seperti menyapa kedatangan Deven. Udara nya jauh berbeda dengan udara di kota yang sudah tercemar oleh polusi udara.

Untuk menuju SMA Jodhipati, membutuhkan waktu sekitar tiga puluh menit jika kecepatannya standar, lima belas menit jika kecepatan di atas rata-rata. Dan kini, kecepatan Deven adalah 80 km/jam yang sudah melebihi batas kecepatan maksimal.

Sudah dua puluh menit ia gunakan untuk melewati jalan yang berukuran sedikit besar itu. Kini motornya sudah kembali di jalan utama dengan kecepatan standar. Ia melirik ke arah jam tangannya, pukul 07.10.

"Bangsat udah telat." Serunya menambahkan kecepatan laju motor sportnya. SMA Jodhipati berada beberapa ratus meter setelah toko roti, berada di kanan jalan.

Deven melihat tulisan besar yang bertuliskan SMA Jodhipati, ia memelankan laju motornya, menyalakan send motornya ke kanan dengan sekali jalan ia sudah berada di depan sekolahnya. Pintu gerbang sudah di tutup, Deven melihat satpam penjaga sskolahnya sedang meminum kopi.

"Pak, bukain dong." Pekik Devan membuat satpamnya itu menoleh dan berjalan ke arahnya.

"Lhoo ndak bisa, ini sudah jam tujuh lebih. Dan kamu sudah telat." Ucapnya dengan logat desa kelahirannya.

"Ah Bapak, udah kebelet nih udah sampe ujung. Ntar kalo ga cepet-cepet ke kamar mandi bisa keluar di tempat." Ucap Deven bergaya layaknya orang tengah menahan buang air kecil.

"Yo biarin saja. Masa anak telat mau di bukain pintu. Ntar Bapak di marahin sama Pak Novan."

"Tenang aja pak, urusan Pak Novan gampang. Sekarang bukain ya pak, udah kebelet bangeettt." Satpam itu akhirnya mengalah. Ia membuka gerbang dengan bolongan bolongan besar. Deven berlari ke arah motornya, menyalakannya lalu membawa motor sportnya masuk ke dalam SMA Jodhipati. "Makasih ya Pak." Teriak Deven.

Lost in HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang