0.4) XII IPA 3

3K 109 0
                                    

H
A
P
P
Y

READING
••• ••• •••

Hari ini, Deven di jemput oleh Kevin. Entah dorongan dari mana Kevin tumben sekali berangkat ke sekolah dengan mobil pajero sportnya. Dan di dalam mobil itu sudah ada Ozzie, Putra, dan juga Rifai yang sedang memutar-mutar lagu di mobil.

Deven membuka kancing pertama dan melonggarkan dasinya. Seperti biasa, Deven sangat tidak menyukai berpakaian sangat formal walaupun seragam sekolah. Memakai ikat pinggang, seragam di masukan, terlebih lagi memakai dasi. Bahkan setiap rabu dan kamis, ia selalu melarang aturan sekolah yang mewajibkan setiap kedua hari itu memakai rompi.

"Ven, udah selese tugas lo?" Tanya Putra tepat di belakang Deven duduk. Ya, Deven duduk di sebelah supir, tepatnya Kevin.

"Alhamdulillah kelar. Tepat jam setengah satu." Jawabnya menoleh kebelakang. "Kalian?"

"Kelar sih kelar, cuma pegelnya masih kebawa sampe sekarang." Tutur Ozzie menggerak-gerakan pergelangan tangannya berkali-kali.

"Kelar cuma kelarnya jam dua. Tidur jam setengah tiga jam setengah empat di suruh bangun. Ngantuk banget anjer, besok-besok kalo ada pelajarannya si nenek tua itu mending jangan bolos deh, kapok gue."

Ozzie mengangguk, "Betul tuh ucapan Putra. Gamau ya karna suruhannya si nenek tua itu tangan gue jadi sakit semua. Ngobatin ngga, nyuruh iya. Bangke banget dah, kapan pensiun sih tu orang." Ozzie memanyunkan bibirnya layaknya orang lanjut usia.

"Mulut lo ga usah ikut manyun juga kali Zie. Ngakak ndiri gue liatnya." Rifai menabok mulut Ozzie dengan tissu yang alhasil menempel di bibirnya.

"Abisnya greget gue."

Deven hanya menggeleng-geleng melihat ketiga temannya itu adu mulut. Terlebih lagi jika ada Ozzie yang terus melengkapi gelak tawa geng Grendel (private) yang satu ini.

Tak terasa, mobil Kevin sudah memasuki area parkir SMA Jodhipati. Mobil gagah itu terparkir di sebelah mobil sedan berwarna merah dengan sticker stich di tutup mesin itu. Deven dan keempat temannya turun dari mobil bersamaan dengan turunnya si pemilik mobil bernuansa merah itu.

"Mobil siapa sih, elah lebay amat pemiliknya. Udah warnanya merah, bannya di bikih merah, liat noh jok nya aja merah, nah ini di depan stich nongol." Cerocos Deven tanpa henti.

Pemilik mobil itu mengibaskan rambut panjangnya. Ia mengunci mobil itu lalu berjalan mendekati sumber suara yang tadi terdengar seperti menjelek-njelekan mobilnya.

"Maaf ya, yang punya mobil aja ga sewot. Situ yang bukan siapa-siapanya ngapain sewot ya?" Tanyanya melipat tangan di depan dada. "Udah pakaiannya ga bener, kalau mau malak, jangan di sekolah. Pasar aja sana." Sambungnya berbalik meninggalkan Deven yang berdiri mematung.

"Lo siapa hah? Belum tau siapa gue?" Pekik Deven yang membuat gadis itu berbalik dan mendekatinya.

"Siapa sih yang kenal sama Ketua Geng Grendel? Alfarys Deven Bagaskara anak dari pengusaha kaya raya yang badnya minta ampun. Gue tau siapa lo, jangan kira gue itu gatau apa-apa ya tentang lo." Jelasnya.

Deven maju satu langkah lebih dekat dengan siswi yang berpakaian rapi di depannya. Ekspresi siswi itu nampak biasa saja tidak seperti para siswi lain yang antusias ketika Deven mendekatinya.

"Udah?" Tanyanya dingin.

"Please deh, ini masih pagi. Kalo mau ribut nanti siang. Bye." Ucapnya berlalu meninggalkan Deven dan keempat temannya yang saling tengok.

Baru kali ini ada siswi yang berani dengan Ketua Geng Grendel. Siswa yang amat di takuti karena amarahnya yang bisa menghancurkan apa saja di sekitarnya. Seorang siswi yang berani berkata jujur dengan langsung di depan Deven.

Lost in HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang