0.3) Tugas

3.2K 119 2
                                    

H
A
P
P
Y

READING
••• ••• •••

Deven sedang berkutat dengan tugas tugas yang di berikan oleh Bu Wati, selaku guru biologi mereka. Ia, Ozzie dan juga Putra harus meringkas dari bab pertama hingga bab terakhir dan wajib di kumpulkan besok. Apalagi, ringkasannya harus tulis tangan bukan ketikan.

Flashback on »»

Deven beranjak dari duduknya sambil mematikan puntung rokok yang tinggal sedikit, "Balik cuy ke kelas udah jam pelajaran ke lima." Deven mengacak-acak rambutnya sejenak.

"Sekarang? Tumben amat mau ngikutin pelajaran." Kevin ikut berdiri, ia merapikan pakaiannya agar tidak kusut.

"Wahhh Deven mulai tobat." Ucap Ozzie polos sambil tepuk tangan dan memperlihatkan deretan giginya yang di lapisi behel.

Deven mengelus-elus pucuk kepala Ozzie, "Bukan tobat dede, takut di kasih tugas sama si nenek tua itu aja." Ucapnya lembut.

"Dede dede pala lo peang, aliran darah sama aja ngga ngaku-ngaku jadi kaka gue."

Putra tertawa, "Ya udah ayo, lagian kita mbolos udah lama. Kelamaan bolos yang ada auto DO ntar."

Kelima cowok itu berjalan menuju lantai pertama. Jarak rooftop ke kelas mereka sedikit jauh, karena mereka memilih rooftop paling belakang yang sangat jarang di datangi oleh anggota osis atau para guru.

Deven jalan di samping Kevin, ia memasukan tangannya ke dalam saku celana sambil bersiul. Keempat temannya juga sibuk dengan langkah kakinya.

"Ntar malem mau balapan liar?" Tanya Rifai yang sedari tadi diam di rooftop.

"Emang ada yang ngajakin tanding?" Tanya Putra.

"Ada, anak SMA Nusa Bangsa. Mereka nantangin kita buat balapan liar di jalan Dandelion sebelah utara." Jelas Rifai.

Deven mendengar penjelasan Rifai yang mulai seru di telinganya, "Oohh si item itu yang pernah gue kalahin di jalan A.Yani?" Tanyanya mengingat-ingat kriteria cowok yang pernah ia kalahkan beberapa bulan lalu.

Rifai mengangguk, "Iya, tapi dia minta balapan di jalan Dandelion."

"Yah pengecut banget tu orang, minta balapan di wilayahnya sendiri." Ozzie berkomentar.

"Gue punya firasat kalo dia bikin jebakan buat lo di tengah-tengah balapan Ven." Sahut Kevin.

"Gimana? Lo terima?" Tanya Rifai.

"Siapa takut, oke gue terima. Nanti malem jam sembilan kita berangkat." Rifai mengangguk, ia membelokan langkahnya menuju lantai dua.

"Oke, gue sama Kevin duluan ya. Sampai ketemu pulsek." Deven, Putra dan Ozzie mengangguk. Mereka berlima terpisah di anak tangga paling atas. Melanjutkan langkahnya menuju kelasnya masing-masing.

Di kelas duabelas IPA 1, sudah ada bu Wati yang sedang menjelaskan sesuatu di papan tulis. Deven membuka pintu kelasnya, semua mata tertuju pada ketiga cowok yang sudah berpakaian ancur seperti saat ini.

Bu Wati geleng-geleng kepala menatap ketiga murid yang di cap sebagai brandal di sekolahnya, "Empat puluh lima menit. Dari mana saja kalian?" Tanya bu Wati memberhentikan kegiatan belajar mengajar dan beralih untuk mengintrogasi mereka.

"Ibu ngarang nih, kita telat baru sepuluh menit kok." Ucap Ozzie menunjukan jam di ponselnya.

"Empat puluh lima menit yang lalu, saya masuk ke kelas ini dan sudah melihat kalian tidak ada di kelas. Mau alasan apa lagi hari ini hah?" Tanya bu Wati lagi menatap wajah mereka satu persatu. Bukannya menunduk, mereka malah kembali menatap wajah bu Wati dengan datar.

Lost in HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang