0.2

2.6K 534 23
                                    

"Kau tahu kenapa aku melakukannya," kata Felix segera setelah pintu terbuka. Sosok yang melangkah masuk bukan Woojin tapi Seungmin, rekan kerja merangkap sahabatnya.

"Jadi kau benar-benar melakukannya," pemuda yang lebih muda beberapa hari darinya itu menutup pintu dan berjalan mendekat. "Kau menolak untuk mengoperasi perdana menteri."

"Ya, karena seorang pasien dengan kondisi kritis yang sama tiba lebih awal," kata Felix, mencoba untuk membuat penjelasannya sesingkat mungkin sebelum ada yang bisa menolak untuk mendengarkan.

"Kau sangat ... sangat ..." Seungmin tidak bisa menemukan kata yang tepat.

"Bodoh adalah kata yang kau cari," Woojin masuk ke dalam, mengunci pintu di belakangnya. "Duduk," dia menunjuk dua ahli bedah dihadapannya itu.

Seungmin menarik kursi dan Felix mengikuti. Ia ingin bertanya apakah ia benar-benar berada dalam masalah karena memprioritaskan pasien yang datang lebih awal, tetapi Seungmin mengajukan pertanyaan yang jauh lebih baik.

"Seberapa besar masalah yang dia ciptakan?"

"Huger than he knows," Woojin menghela nafas. "Perdana menteri adalah orang baik. Dia populer dan dicintai oleh banyak orang. Kematiannya akan menjadi berita besar, serta kegagalan kita untuk menyelamatkannya. Dan jika pers mengetahui bahwa ahli bedah trauma utama rumah sakit ini menolak untuk mengoperasinya.."

"Tapi aku tidak menolak," sanggah Felix.

"Kau menolak. Kau mengatakannya kepadaku. Di sebuah ruangan dengan lima orang lain sebagai saksi," Woojin menatapnya dengan tajam.

"Tapi aku tidak punya pilihan!" Emosinya meledak. "Apakah kau benar-benar akan menyalahkanku sementara yang aku coba lakukan hanyalah menyelamatkan seorang pasien yang sedang bertaruh nyawa  di meja operasiku? Aku melakukan hal yang benar di sini!"

"Apa kau pikir keluarga atau pendukungnya akan peduli? Apakah kau pikir pers akan peduli? Tidak Felix. Kau tahu bagaimana cara kerja media. Mereka akan mendengar penjelasanmu, ya, tetapi mereka akan menulis headline utama 'ahli bedah menolak mengoperasi perdana menteri' dan menulis apapun yang coba kau jelaskan dengan tulisan kecil dibawah judul mereka. Menurutmu berapa banyak orang yang membaca lebih dari sekedar tajuk utama dari koran mereka sambil makan? Tidak? Jangan khawatir, kau akan segera mengetahuinya."

Felix menjilat bibirnya yang tiba-tiba terasa kering. Ia baru saja menyadari apa konsekuensi dari hal sederhana yang ia coba lakukan. "Apa aku akan dipecat?"

"Aku akan berusaha sebaik mungkin agar dewan direksi mengampunimu," kata Woojin, menatapnya ramah untuk pertama kalinya malam itu. Hal itu cukup melegakan bagi Felix, karena itu berarti yang lebih tua tidak sepenuhnya berbeda pendapat dengannya. Ada sebagian dari diri Woojin yang berpikir Felix melakukan hal yang benar dan untuk malam ini, dukungan memberi Felix cukup ruang untuk bernafas.

"Persiapkan dirimu untuk besok," Woojin memperingatkan. "Sekarang kalian berdua boleh pergi."

Felix mengangguk, tidak bisa mengatakan apa-apa kecuali terima kasih dan selamat malam. Ia berjalan perlahan dengan pikiran berantakan. Jika ia dipecat, apa yang akan ia lakukan? Mengapa keputusan sepersekian detik yang diambilnya secara impulsif mempengaruhi hidupnya?

Ia tidak memikirkan semua ini - rapat dewan, pers, perdana menteri yang sudah mati - ketika ia memilih untuk mengoperasi pria tanpa identitas itu. Tapi Felix sama sekali tidak menyesali keputusannya. Pria itu datang lebih dulu jadi dia harus ditangani lebih dulu.

*
*
*

Felix ingin memeriksa pria itu. Melihat sebuah kehidupan yang bisa ia selamatkan setidaknya akan mengingatkannya bahwa ia memilih hal yang benar untuk dilakukan.

whole life story || hyunlixTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang