Mereka berhenti di sebuah bangunan dua lantai yang terbuat dari material batu alam, jenis arsitektur yang sangat jarang ditemui di daerah metropolitan semacam Seoul yang penduduknya memprioritaskan eksterior minimalis.
Lantai dasar bangunan ini sebagian besar berdinding kaca, menampilkan deretan rak penuh obat-obatan. Di atas dinding tergantung sebuah LED display besar bertuliskan :
Astoria
Modern and Herbal Pharmacy
Jeongin memarkir mobilnya di jalan masuk menuju garasi disamping apotik. Dia turun lalu mengisyaratkan Felix untuk mengikutinya sebelum membuka pintu baja yang memisahkan garasi dengan apotik. Rupanya pintu itu mengarah ke halaman belakang yang merangkap kebun.
Dari depan tempat tinggal Jeongin (dan Prince?) terlihat seperti rumah pada umumnya (jika kau mengabaikan dindingnya yang terbuat dari batu alam berwarna hitam). Tapi begitu memasuki kebun Jeongin, Felix menemukan dirinya menganga karena kebun ini ukurannya hampir sebesar lapangan football.
Felix sendiri bukan nature person tapi ia dengan jelas bisa melihat puluhan jenis mawar, lili, hydrangea, dan peony. Jika ia tidak terlalu sibuk memikirkan Prince ia pasti akan mengapresiasi usaha Jeongin merawat kebunnya.
Namun, Jeongin tidak mengatakan apapun tentang kebunnya yang luar biasa. Dia melangkah menuju tangga baja yang menghubungkan kebun dengan lantai dua dan Felix mengikuti. Dari sana Jeongin membuka pintu (yang lagi-lagi baja) dan menuntun Felix kedalam rumahnya. Mereka melewati dapur dan ruang makan hingga mencapai ruang serbaguna yang menghubungkan ruangan-ruangan lainnya.
Rumah Jeongin terasa sangat tenang seakan tidak ada eksistensi lain ditempat ini selain mereka, tapi ia rasa hal itu wajar mengingat Prince adalah agen rahasia dan Jeongin sepertinya juga tidak kalah berbahaya. Felix bertanya-tanya apakah Prince ada dibalik salah satu pintu ini. Ini penasaran apakah Prince mendengar suara mobil Jeongin tadi.
Does he even know that Jeongin has gone out and brought Felix here?
Jeongin membuka salah satu pintu yang tertutup dan melongokkan kepalanya ke dalam sebelum menutup pintu itu lagi. Dia melakukan hal yang sama pada 12 pintu lain sebelum mengerutkan kening.
"Dia tidak ada dimanapun," katanya pada Felix. Felix memprotes.
"Tapi kau bilang..."
"Mungkin dia tidak ingin kau menemukannya," kata Jeongin. "Mungkin dia belum siap bicara."
"Tapi," Felix merasakan semua kekuatan yang tersisa padanya menghilang, "Tapi aku harus minta maaf."
"Duduklah," kata Jeongin, menunjuk ke arah dapur. "Tea? Coffee? Water?"
"Tidak, terimakasih," Felix tidak bisa memikirkan hal lain selain Prince saat ini. "Do you have any idea where is he? You said he will be here, you said he lives here!"
Jeongin menatap Felix, terlihat tidak tertarik.
"Dia tinggal disini, bukannya dipenjara disini. Jika dia ingin pergi, dia bisa pergi. I don’t chain him or lock him in his room."
"Tapi..kapan dia akan kembali?"
"Aku bahkan tidak tahu apakah dia akan kembali atau tidak," gumam Jeongin, dan ditelinga Felix itu terdengar salah karena Jeongin lebih terdengar jengkel dibanding khawatir. Bukankah dia harusnya khawatir jika roommate atau housemate atau temannya atau saudaranya atau kenalannya menghilang?
"Kalau begitu bagaimana kita bisa menemukannya?" Felix bertanya lagi karena Jeongin sepertinya tidak menganggap Prince yang menghilang sebagai masalah besar.
KAMU SEDANG MEMBACA
whole life story || hyunlix
FanfictionFelix mempertaruhkan karirnya untuk menyelamatkan seorang pria misterius yang terluka parah, tapi kemudian ia sadar tindakan spontannya sebagai seorang dokter itu membawa konsekuensi jangka panjang bagi moral dan hatinya. © dreamchatter Start : 03/0...