Sulit untuk menjalani hidup tanpa Hyunjin. Mereka tidak menghabiskan banyak waktu bersama tetapi Felix merasa begitu kesepian ketika ia pulang dan tidak ada seorangpun yang menyelinap ke rumahnya.
It made him reluctant to go home, ia lebih memilih menghabiskan waktunya bersama Seungmin dan Jisung. Satu-satunya hal yang membuatnya tidak kehilangan akal adalah laporan rutin dari Jeongin.
Pemuda yang mengklaim dirinya sebagai apoteker itu secara rutin mengupdate informasi tentang Hyunjin. Apa yang disampaikan Jeongin tidak begitu detail, kebanyakan hanya informasi umum seperti 'aku sudah menemukan tempat tinggal yang layak untuknya' dan 'aku sudah mulai mempersiapkan rencanaku'.
Hal yang berubah adalah Woojin. Felix tidak yakin bagaimana tetapi hyungnya itu tiba-tiba menjadi dekat dengan Jeongin. Belakangan, Felix sering mendapati Woojin yang tersenyum saat menelepon atau mengirimkan pesan. Dan ketika ia berhasil mengintip ponsel yang lebih tua, Felix menyadari ada banyak telepon dan katalk dari Jeongin.
"Come on!" kata Woojin, dia meletakkan tangannya di bahu Felix tiba-tiba dan membuat yang lebih muda melompat karena terkejut.
"Come on what, hyung?"
"Bukankah ini waktunya untuk memeriksa kabar pacarmu? I'll drive you to Jeongin," kata yang lebih tua dengan tidak tahu malu.
"Aku bisa menyetir sendiri. Terimakasih," dengus Felix. "And it's not like Jeongin keeps me in the
dark about Hyunjin either. Dia meleponku tiap kali dia membuat kemajuan. Jika kau ingin menemuinya, temui dia sendiri!""Kau sudah menyelesaikan shiftmu, kan? Ganti bajumu, kutunggu di lobby," Woojin tidak menunggu jawaban dan berjalan menuju ruangannya. Felix hampir melemparkan stetoskopnya ke kepala bosnya itu.
Felix bahagia untuk Woojin, sungguh. Ia yang sering memaksa Woojin untuk berkencan lagi, ia yang meyakinkan Woojin bahwa membuka hatinya bagi orang lain bukan berarti dia mengkhianati Chan hyung. Jadi jika Woojin serius dengan Jeongin, ia akan menjadi orang paling bahagia sedunia. Tetapi ia akan lebih bahagia bila Woojin berhenti menggunakannya sebagai alasan untuk bertemu Jeongin.
When would the older man up? He was 30 for God's sake!
Belakangan, mereka sering mengunjungi Astoria, karena Woojin dan karena Jeongin membuka pintu rumahnya lebar-lebar (feel free to come anytime, kata si apoteker. Sayangnya Woojin terlalu pengecut sehingga dia tidak bisa mengambil kesempatan sendiri dan memilih menyeret Felix sebagai alasan, setiap saat).
Hari ini adalah salah satu diantara hari-hari itu. Dua jam sebelum makan malam, dan apotek masih buka walau Jeongin sudah beres-beres.
"Hallo," kata Woojin sembari melangkah masuk, diikuti Felix dibelakangnya.
"Kalian datang lagi?" Jeongin mengangkat alis begitu melihat mereka, walau dia terlihat jelas tidak bisa menyembunyikan senyumnya.
"Lixie ingin tahu info terbaru tentang Hyunjin," kata Woojin.
"Aku yakin aku baru mengirimkan katalk tentang Hyunjin tadi pagi," kata Jeongin. "Kecuali katalk itu tidak sampai padanya. Aku tidak yakin dia setidak sabaran itu sehingga dia ingin update lain kurang dari dua belas jam sejak update terakhirku."
"Lixie tidak sabaran," kata Woojin. "Dan dia juga sedikit lapar, kurasa dia tidak sabar mencicipi masakanmu yang luar biasa."
"Speak for yourself!" Felix mengerang dan mendudukkan dirinya di salah satu kursi. "Ya Tuhan, aku benar-benar tidak ingin mendengar kalian saling merayu satu sama lain," rengeknya.
"Pergilah keatas," saran Jeongin. "Kau bisa menyiapkan bahan-bahan untuk kumasak. I'll close the shop in half an hour and catch up."
Felix segera menyetujuinya. Ia akan melakukan apapun untuk melarikan diri dari acara saling merayu antara Woojin dan Jeongin.
KAMU SEDANG MEMBACA
whole life story || hyunlix
FanfictionFelix mempertaruhkan karirnya untuk menyelamatkan seorang pria misterius yang terluka parah, tapi kemudian ia sadar tindakan spontannya sebagai seorang dokter itu membawa konsekuensi jangka panjang bagi moral dan hatinya. © dreamchatter Start : 03/0...