0.6

2.3K 504 154
                                    

"It hasn’t even healed one bit," Woojin menggertakkan giginya. Sore yang panas ditambah ocehan bosnya itu, hari yang luar biasa. Ngomong-ngomong Woojin adalah dokter yang menanganinya dan Felix membenci hal itu.

"Baru tiga hari, hyung," Felix memutar matanya.

"Lukamu harusnya sudah kering sekarang," Woojin melotot. "Tapi kau terus berlari dari ujung ke ujung rumah sakit. Control yourself, won’t you?"

"I know, Hyung. God, you’re such a – oh, hey...Minho hyung masuklah," Felix baru akan menghujat yang lebih tua ketika ia melihat Minho berdiri di depan pintu. Ia menyambutnya dengan riang.

"Who is this?" tanya Woojin ketika ia melihat sosok lain memasuki kamar rawat Felix.

"Woojin hyung ini Minho hyung, seniorku saat SMA. Sekarang dia detektif. Minho hyung ini Woojin hyung, atasanku yang menyebalkan," Felix memperkenalkan mereka satu sama lain. Mereka kemudian tersenyum dan berjabat tangan.

"Terima kasih sudah mengunjungi Felix," kata Woojin. "Mungkin kau bisa meyakinkannya untuk berhenti berkeliaran."

"Aku akan berusaha," Minho menjawab. "Tapi kurasa hal itu hampir tidak mungkin. Dulu disekolah, guru kami biasanya menghukum dia dengan time-out chair. Bisa kau bayangkan, time-out chair untuk bocah berusia 18 tahun! Guru kami pikir hukuman itu akan membuatnya jauh lebih menyedihkan daripada membersihkan gym atau berlari beberapa putaran."

"Aku tahu itu," Woojin tertawa kecil. "Hyung-nya dulu memberinya hukuman yang sama."

Felix menunggu sampai Woojin meninggalkan mereka sendirian sebelum mengeluarkan cincin Chan dari laci samping tempat tidurnya. Ia menyentuh cincin itu dengan sangat hati-hati setelah ia menyadari sidik jari siapa yang tercetak di cincin peninggalan hyung-nya itu.

"Cincin?" tanya Minho. "Apa sidik jari yang kau ingin aku periksa ada disana?"

Felix mengangguk.

"Aku tidak bisa menjanjikanmu jika aku bahkan bisa menemukan sidik jari di sini, permukaannya terlalu sempit," Minho mengerutkan kening.

"Setidaknya bisakah kau mencobanya untukku, hyung?" Felix bersikeras. "Selain sidik jari pasienku, di cincin ini pasti ada sidik jariku juga. Ignore that and just tell me whose fingerprint the other is, alright, hyung?"

"Baiklah aku akan mencobanya, tapi jangan mengharapkan apapun," kata Minho sembari mengeluarkan sebuah kotak dari tasnya. Dia kemudian mengenakan sarung tangan lateks dan menyemprotkan semacam bubuk ke cincin. Minho menggunakan dua tipe selotip berbeda untuk mengambil sidik jari dari cincin.

"Sekarang yang perlu kulakukan adalah memeriksa sidik jari siapakah ini," katanya. "Felix kau harus bersumpah padaku bahwa kau tidak akan menggunakan sidik jari ini untuk kejahatan - seperti blackmail atau semacamnya."

"Hyung, kau kenal aku. Aku tidak mungkin melakukan hal seperti itu," Felix meyakinkan. "Ngomong-ngomong terima kasih, hyung. I owe you."

Mereka menghabiskan beberapa waktu untuk mengobrol sebelum Minho harus pergi karena panggilan tugas.

"Hasilnya akan kau dapatkan malam ini," katanya sebelum pergi. "Don’t move from your bed until then."



*
*
*

Kedua sidik jari yang kutemukan adalah milikmu, tidak ada sidik jari orang lain.

"What is this?" Felix memandang layar ponsel dengan bingung.

whole life story || hyunlixTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang