Saat pintu tertutup dibelakangnya Felix terjatuh ke lantai, kakinya tidak mampu menopang beban tubuhnya sendiri. Tubuhnya masih gemetar karena sensasi yang timbul ketika Prince mendorong tubuhnya ke dinding, menciumnya, dan membisikkan untaian kata manis.
Suddenly he felt like teenager again, meeting his first crush for the first time, and realizing that he was falling in love....
He was falling in love, right at this place, right at this moment, to Prince.
Felix membutuhkan waktu (yang sangat lama) untuk menenangkan dirinya. Jantungnya berdetak terlalu kencang dan pipinya terasa panas, bahkan ketika ia mulai merasa kedinginan karena duduk di lantai.
Tapi perasaan itu tidak bisa membuat dirinya tersenyum, karena sekarang ia sangat takut.
Ia tidak takut pada Prince, ia takut pada perasaannya sendiri. Sebelumnya apapun hubungan yang mereka jalin terasa mendebarkan... mutual curiousity pada sosok masing-masing. Umpatan main-main yang mereka lemparkan satu sama lain, bahkan seks. Tapi sebelumnya tidak ada perasaan yang terlibat, mungkin memang ada rasa ketertarikan diantaranya tapi perasaan itu tidak sekuat cinta.
Tapi jika ketertarikan itu berubah menjadi hubungan yang nyata, dengan cinta diantara mereka, Felix tidak yakin apakah ia mampu menjalaninya. It wasn't because Primce could snap his neck with a mere twist of hand, but because Prince had held Felix's heart on his hand while Felix wasn't sure if he had the other's on his.
Felix hampir tidak mengenal Prince. Ia tidak tahu nama asli pria itu, keluarganya, masa lalunya dan jujur saja Felix sebenarnya tidak keberatan bila Prince tidak memberitahunya detail-detail seperti itu karena Felix mengenal Prince. Ia tahu bagaimana sosok Prince yang asli, tapi ada satu detail yang tidak bisa ia abaikan.
Prince adalah pembunuh.
Prince didn't tell him that, but Felix wasn't stupid. Prince bisa saja mengaku sebagai agen rahasia, tetapi Felix tahu bahwa pria itu dapat dan telah membunuh orang sebelumnya, bukan satu atau dua, tetapi banyak.
Prince tidak akan menyakitinya, Felix tahu dan ia percaya akan hal itu. Tetapi disatu sisi ia adalah ahli bedah. Ia akan melakukan apapun untuk menyelamatkan nyawa manusia. Setiap hari ia berurusan dengan kematian hanya agar pasiennya punya waktu sedikit lebih lama.
Apakah ia masih bisa menghadapi pasiennya di meja operasi, ketika ia sepenuhnya sadar bahwa kekasihnya bisa mengambil kehidupan orang lain di suatu tempat?
*
*
*Felix berusaha menyingkirkan apapun yang memenuhi kepalanya ketika pagi tiba. Ia datang ke rumah sakit sedini mungkin, mengganti seragamnya, dan segera memulai berkeliling untuk memeriksa pasien, tidak peduli pada komplain para koasnya yang harus memulai hari lebih awal. Bahkan ketika selesai Felix memutuskan bertahan di UGD untuk mengerjakan kasus-kasus remeh karena kecelakaan rumah tangga.
Jisung menemuinya ketika ia sedang menjahit lengan seorang wanita tua yang tidak sengaja tersenggol truk saat mengendarai sepeda dan mendarat dengan mulus di aspal.
"Hei, Lixie," Jisung memanggilnya, sepenuhnya mengabaikan pasien Felix.
"Jangan sekarang, Sung," kata Felix, mengabaikan pria yang sehari lebih tua darinya itu. Apapun yang ingin dikatakan Jisung, dia bisa menunggu ketika Felix selesai menangani pasiennya.
"About that Yang Jeongin guy you met," Jisung memulai, mengabaikan pengusiran halus yang baru saja ia terima.
"Nanti," kata Felix dengan lelah. Wanita yang sedang ditanganinya berusaha sebisa mungki untuk terlihat tidak tertarik tapi ia bisa melihat bagaimana sudut bibir wanita itu terangkat mengetahui kemungkinan bahan gosip baru tentang kisah asmara dokter yang dia temui di ruang UGD.
KAMU SEDANG MEMBACA
whole life story || hyunlix
FanfictionFelix mempertaruhkan karirnya untuk menyelamatkan seorang pria misterius yang terluka parah, tapi kemudian ia sadar tindakan spontannya sebagai seorang dokter itu membawa konsekuensi jangka panjang bagi moral dan hatinya. © dreamchatter Start : 03/0...