0.4

2.4K 500 73
                                    

Bahkan sebelum ia membuka matanya, Felix tahu ia ada di rumah sakit. He even knew he was in his hospital. Mungkin intuisinya sangat tajam, atau mungkin ia bisa membedakan aroma yang memenuhi tiap rumah sakit. Tapi mungkin jawaban paling tepat adalah karena ia bisa mendengar Woojin dan Seungmin berbicara dengan suara rendah disampingnya.

Felix menarik nafas, membiarkan ingatan malam itu menyerbunya. Alley, knife, attack, spraying blood, and that eyes, that man.

Ia terbangun tiba-tiba sehingga membuat Seungmin terlonjak dari tempatnya berdiri. Bahu dan perutnya mengirimkan sejuta rasa sakit ke seluruh tubuhnya, tetapi Felix menahannya saat ia menarik jarum infus yang terhubung di lengannya. Satu kakinya sudah menapak lantai ketika ia merasakan tangan Woojin dibahunya.

"Aku baik-baik saja, hyung. Aku hanya perlu memeriksa sesuatu," ia menepis tangan bosnya itu sebelum menapakkan kakinya yang lain ke lantai.

"Kau akan membuka jahitanmu, berbaring kembali," Woojin menginstruksikan, menjulang di atasnya karena ia duduk dan yang lebih tua berdiri.

"Tunggu sebentar," Felix berusaha berdiri, menumpukan berat badannya di kaki.

"Stay in bed," kata Woojin dengan pelan, nada bicaranya rendah dan berbahaya. Biasanya Felix tidak akan pernah berani melawan Woojin jika yang lebih tua sudah menggunakan nada otoritasnya itu tapi ia perlu memeriksa data pasiennya. Sekarang.

"Make me," kata Felix ketika ia akhirnya berhasil berdiri.

Woojin menyentuh perutnya dan badai rasa sakit menghampiri Felix lagi. Ia jatuh ke tempat tidur dan Seungmin sudah mendorong kedua kakinya ke tempat tidur dan mengaturnya ke posisi yang lebih nyaman.

"Kau yang memintanya," Woojin menyeringai.

"Fuck you," ia mengacungkan jari tengahnya pada Woojin, yang seketika disentak karena Seungmin memasang kembali jarum infus ke tangannya.

"Akan kunaikkan dosis obatmu," kata Woojin. Felix bahkan tidak yakin apakah si senior bercanda atau tidak karena ia jatuh tertidur sebelum ia sempat menyerukan sumpah serapah lainnya.

*
*
*

Kali selanjutnya ia membuka mata, Jisung ada disana. Dia duduk di kursi di sebelah kanan Felix, membaca majalah kesehatan dimana Felix tahu dia menjadi kontributor untuk salah satu kolomnya. Jisung memandang Felix sebentar ketika melihatnya bangun.


"Woojin hyung menugaskan anjing penjaga, sekarang?" Felix bertanya ketika ia mencoba duduk. Terima kasih Tuhan ada segelas air di samping tempat tidurnya.

"Ya, dia membayarku untuk semua ketidaknyamanan ini," kata Jisung acuh tak acuh.

"Berapa lama aku pingsan?" Tanyanya pada Jisung, menyipitkan mata karena cahaya matahari dari balik gordennya yang tertutup. Fuck, Woojin tidak bercanda tentang dosis obatnya.

"Tidak cukup lama, karena kau bangun ketika aku bertugas," jawab temannya itu. "Tapi kau melewatkan sarapan," Jisung melanjutkan sembari mengunyah muffin yang sejak tadi dia pegang. Rasa lapar seketika menguasai Felix, tetapi kemudian ia ingat mengapa ia ada di sini, dan rasa laparnya lenyap begitu saja.

"Di mana dia?" Tanya Felix, sedikit panik, sedikit putus asa.

"Di kantornya," Jisung mengangkat alisnya, menyadari perubahan nada bicara Felix. Felix hampir melompat dari tempat tidurnya tetapi kemudian ia menyadari sesuatu.

"Tidak, bukan Woojin. Pasienku. My missing patient," ia menatap mata Jisung.

Dia melarikan diri, ingat?" Jisung bertanya balik. Jika Felix dalam kondisi seperti biasanya, ia akan menyadari sarkasme yang terkandung dalam tiap kata Jisung. Tapi fisik dan mentalnya berada dalam kondisi tidak stabil sekarang, ia pikir Jisung serius.

whole life story || hyunlixTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang