Felix tidak bisa tidur, dan itu bukan karena kopi yang baru saja ia minum.
Seperti ngengat yang tertarik pada sumber cahaya, Felix tidak bisa untuk tidak penasaran pada sosok Prince. Atau mungkin tertarik adalah diksi yang tepat.
Seperti, nama macam apa Prince itu? Siapa dia? Apa dia penjahat? Dia pasti penjahat karena dia membunuh penyerang Felix. Tidak, dia bisa saja orang baik karena menyelamatkan nyawa Felix. The gunshot wound and the stabs. Bagaimana dia bisa mendapatkannya? Apa dia menyelamatkan nyawa orang lain juga? Atau apakah dia mencabut nyawa orang lain juga?
Kenapa dia menyelamatkan Felix? Apa dia ingat Felix adalah dokter yang menyelamatkannya atau mungkinkah dia melakukan itu karena rasa kemanusiaan? Tapi mengingat fakta dia membunuh penyerang Felix, apa dia punya rasa kemanusiaan?
Darimana dia berasal? Kehidupan macam apa yang dia jalani? Apa yang dia pikirkan? Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar dalam kepalanya dan membuatnya gila. Sepertinya ia harus membujuk Woojin untuk menaikkan dosis obat penenangnya.
Ia mencoba menghilangkan pertanyaan-pertanyaan itu dari kepalanya, tetapi bahkan ketika ia tidak memikirkan deretan pertanyaan yang akan ia ajukan pada sosok misterius itu, Felix mendapati dirinya memikirkan detail-detail kecil tentang Prince.
Matanya yang cantik dan tatapannya yang tajam. Telapak tangannya yang kasar tetapi memberi sentuhan lembut. Suara nasal-nya dan kata-katanya yang penuh misteri. He didn’t make sense yet he did.
Felix tidak tahu siapa itu Prince. Didn’t know if he was good or bad. Ia tidak tahu apakah sosok itu pembunuh atau justru korban. Yang ia tahu adalah bahwa ia ingin bertemu dengannya lagi.
*
*
*Beberapa hari berlalu tanpa kemunculan Prince dan Felix tidak yakin apakah itu hal baik atau buruk. Ketika 22 april datang, Felix memaksakan dirinya melupakan semua tentang Prince, karena hari ini bukan hari untuk orang lain, bahkan Prince sekalipun. It was the day for Chan.
Ia melangkah ke meja resepsionis, meminta tagihannya. 1.800.000 won untuk operasi dan enam hari rawat inap, tapi asuransinya akan mengurus hal itu. Felix membaca form ditangannya untuk memastikan tidak ada yang salah.
"Aku tidak berpikir Dr. Kim sudah mengizinkan anda keluar dari rumah sakit Dr. Lee," salah satu staf berkata sembari mengerutkan kening.
"Aku tahu itu, aku mengeluarkan diriku sendiri," Felix berkata acuh sembari mulai menandatangani tagihannya. Para staf saling memandang dan memutar mata tetapi tidak mengatakan apapun, mereka menghadapi kejadian ini hampir setiap hari. Ya...kau akan mulai maklum ketika bekerja bersama sekumpulan dokter dengan kelakuan seperti siswa sekolah dasar.
"Siapa yang mengizinkanmu pergi?" Woojin muncul entah dari mana, mengerutkan keningnya dengan tidak senang.
"Aku tidak butuh izin siapapun," jawab Felix. "I’m a legal and capable adult."
"Too bad you’re still my brother," Woojin merobek tagihan Felix. "Tolong jangan proses permintaannya," dia berkata pada staf yang buru-buru mengetik komputernya (mungkin mencoba membatalkan proses pengeluaran Felix).
"Hei!" Felix memprotes. "You're not even legally my brother."
Woojin menatap Felix tajam, "bisakah kau berhenti membuat semuanya sulit untukku?"
KAMU SEDANG MEMBACA
whole life story || hyunlix
FanfictionFelix mempertaruhkan karirnya untuk menyelamatkan seorang pria misterius yang terluka parah, tapi kemudian ia sadar tindakan spontannya sebagai seorang dokter itu membawa konsekuensi jangka panjang bagi moral dan hatinya. © dreamchatter Start : 03/0...