jeno menatap kosong dinding di depannya. bak tubuh tak berjiwa, sosok itu tak bergerak barang sesentipun sejak satu jam yang lalu. saat seorang dokter keluar dari pintu ruangan di mana seluruh atensinya tercurah di sana, pada akhirnya jeno bergerak. secara spontan dia bangkit berdiri dan menghampiri pria berjas putih itu.
dokter yang bisa dibilang masih muda itu mengerutkan keningnya dengan bingung. "maaf? apa anda yang membawa pasien di dalam kemari?" tanyanya dengan logat yang tak begitu kental. jeno melirik nametag yang tersemat pada saku jas yang dokter itu pakai. moon taeil. terdengar tidak asing, namun jeno tak ambil pusing karena namanya seperti nama orang korea.
berdeham sekali, jeno berusaha menjawab, namun tenggorokannya terasa sangat kering. yang dia lakukan selanjutnya hanyalah mengangguk dengan kaku.
dokter ini menyipitkan matanya. seorang suster telah keluar ruangan dan atensinya sempat teralih ke sana sebelum kembali pada jeno yang berhasil menemukan kembali suaranya.
"bagaimana kondisi zai min? apa dia baik-baik saja sekarang?"
awalnya dokter moon terlihat ragu untuk berbicara lebih jauh dengan jeno--entah apa alasannya, namun begitu mendengar jeno berbicara dalam bahasa mandarin dengan pengucapan yang amat baik dan menyebut nama cina yang jaemin pakai, pria itu mengulas senyum. tapi saat dia mulai berbicara raut wajahnya kembali serius.
"dia kelelahan dan kurang tidur. ini sudah terjadi tiga kali dalam minggu ini dan dia... sempat mengalami pendarahan tadi. tolong pastikan dia mengonsumsi semua vitamin juga obatnya. untuk sekarang kondisi zai min sudah cukup stabil tapi tetap perlu berada dalam pengawasan, setidaknya satu atau dua hari baru dia bisa pulang."
jeno mencoba mengingat-ingat informasi yang diberikan anak buahnya. ah, dia tahu sekarang kenapa nama moon taeil terdengar begitu familiar di telinganya. dia dokter yang biasa menangani jaemin tiap pemeriksaan kandungannya.
"ngomong-omong, bukankah tuan nakamoto kembali ke jepang minggu ini?"
jeno mengangguk kaku. dokter moon menepuk bahunya sekali, sebelum beranjak pergi dia sempat memberi tahu untuk, "jika terjadi sesuatu anda bisa menekan tombol di dekat ranjang zai min. anda bisa menjenguknya sekarang."
selepas dokter moon meninggalkannya seorang diri di depan ruangan jaemin, jeno mengulas senyum tipis. dengan perlahan dan sangat hati-hati dia memasuki ruangan itu. dilihatnya jaemin tengah terpejam dengan damai di atas ranjang. jarinya terulur menyentuh helaian lembut segelap langit malam milik yang lebih muda. jaemin terlihat berbeda dari kali terakhir mereka bertemu--malam itu, sesaat sebelum kekacauan itu terjadi.
"jaemin..." bisikan jeno terdengar begitu lirih, seperti desah angin. ada namun nampak tak nyata. air mata menetes membasahi wajahnya. dengan kehati-hatian yang berlebih jeno menyusuri garis wajah yang begitu dia rindukan. mulai dari alis, bola mata dengan bulu mata yang begitu indah, hidungnya yang kecil namun mempesona di saat yang bersamaan, terakhir bibir tipisnya yang selalu terlihat kering. jeno menyentuhnya di sana. rasa rindu membuncah membuat dadanya sesak.
"jeno...."
waktu seakan terhenti. dengan kurang ajar jantungnya seolah ikut mempermainkannya dengan berhenti bekerja selama sepersekian sedetik. dahi jaemin mengerut. jeno mengusap kerutan di sana seraya menggigit bibir bawahnya. berusaha sekuat mungkin menahan dorongan untuk mengeluarkan suara sekecil apapun.
"jangan...."
tubuh jeno memucat. di tatapnya lamat-lamat wajah gelisah jaemin yang kini pelupuk matanya mulai basah dan mengeluarkan air mata.
"kumohon jangan sakiti aku...."
".... jeno."
"jangan ambil aegi..."
KAMU SEDANG MEMBACA
[M] half | markhyuck ✔
Fanfictioni don't wanna get just half of you. 💌 markhyuck [au!omegaverse.lowercase.baku]