Semburat 8

140 84 61
                                    


    Bel tanda istirahat sudah berbunyi beberapa menit lalu, tapi Mega enggan keluar kelas meskipun untuk sekedar menghilangkan kepenatan belajar.

    Sebenarnya Kisha sempat menawarkan Mega bergabung dengan gadis itu dan dua teman dekatnya, tapi ia menolak dan memilih berdiam diri di dalam kelas. Semua ini karena ia merasa kurang kalau tidak ada Jingga yang menemaninya istirahat.

    Tanpa Mega sadari, kehadiran Jingga sudah berpengaruh baginya. Karena mereka berdua terbiasa melakukan banyak hal bersama. Jadi jika salah satu tidak ada maka akan sangat terasa beda. Apalagi Jingga meninggalkan tanda tanya besar di pikiran Mega, membuatnya semakin ingin segera bertemu dengan cowok itu.

    "Mega."

    Panggilan yang berasal jauh dari belakang punggung Mega, menghilangkan kembali sisi melankolisnya yang sedang muncul kepermukaan. Ia mengedarkan pandangannya, hanya ada Akay selain dirinya yang berada di dalam kelas. Tidak salah lagi, pasti yang baru saja memanggilnya adalah Akay. Tapi gerak-gerik cowok itu yang terlihat sibuk entah menulis apa membuatnya menggeleng pelan. Lantas siapa?

    Akay tiba-tiba mendongak, "Hey! Dipanggil bukannya nyaut malah masang wajah cengo. Gue jadi ragu mau minta contekan jawaban sama lo," ujar Akay seraya mengambil langkah menuju meja Mega dengan buku yang ada di salah satu tangannya.

    Mata Mega sontak melotot mendengar perkataan Akay yang ia tahu bermaksud mengejek dirinya. "Eh eh, lo ngapain ke meja gue?! Sana pergi!" usirnya jengkel seraya menimpuk tubuh Akay keras dengan tempat pensilnya beberapa kali agar cowok itu pergi.

    Akay tidak pergi. Cowok itu hanya menggeser kursi yang di dudukinya sedikit menjauhi Mega dan bertopang dagu memperhatikan Mega yang masih menampakkan wajah risih. Sampai tidak ada pergerakan Mega yang dirasa membahayakan, Akay memajukan buku tugas miliknya tepat ke depan cewek itu.

    Mega mengernyitkan kening. Manik matanya memandang Akay dan buku yang ada di depannya secara bergantian dengan wajah bertanya.

    "Gue kurang dua nomer, tolong bantu ngerjain dong Mega," ucap Akay lebih seperti memerintah.

    Mega memasang seringai meremehkan, "Gue nggak salah denger? Bukannya lo tadi ngeraguin jawaban gue," cibirnya sinis. Mungkin ini waktu yang tepat untuk memberi pelajaran kepada Akay karena memalukannya saat pelajaran bu Eliz pagi tadi.

    Akay berdecak sebal, Mega benar-benar sedang berniat membuat kesabarannya habis. Kalau Mega bukan teman dekat Jingga, bisa saja ia sedikit menggertak gadis itu agar mau mengerjakan sedikit tugasnya.

    "Ayolah Meg ... Cuma dua soal, nggak semuanya. Lo biasanya juga mau bantuin ngerjain tugas Jingga semuanya. Masak sama gue nggak mau," bujuk Akay dengan suara lembut yang terdengar menjijikkan di telinganya sendiri. Nggak papalah sekali ini aja, yang penting nanti ia tidak mendapat hukuman dari bu Fortun karena belum selesai mengerjakan tugas mata pelajaran guru itu.

    Mega menghela napas berat sebelum memutar badan mengambil bukunya dari dalam tas yang ia gantungkan di sandaran kursi. Hal itu tentu mampu menimbulkan senyum lega di wajah manis Akay.

    "Ehem!"

    Deheman keras itu mengundang atensi Mega dan Akay menuju orang yang berdiri tak jauh dari mereka berdua.

    Selang beberapa detik, Akay mengalihkan perhatiannya pada buku Mega yang belum di serahkan kepada dirinya. Ia memilih menyambar buku itu tanpa izin Mega yang seperti kebingungan melihat kehadiran temannya yang mungkin belum cewek itu kenal. "Ada apa, Sa?" tanyanya dengan tangan yang mulai menyalin jawaban Mega.

    Mega yang tadinya binggung, langsung tersenyum ramah saat cowok itu berjalan ke arah mejanya. Tapi bukannya membalas, cowok itu justru memasang wajah datar yang terkesan dingin. "Anak-anak udah nungguin lo dari tadi di tempat biasa." setelahnya, cowok itu melangkah pergi keluar kelas tanpa menyapa Mega yang sebenarnya sudah sedikit memasang harapan.

    "Akhirnya selesai juga. Nih, buku lo gue kembaliin. Sebelumnya makasih udah mau ngasih contekan," ucap Akay sebelum beranjak kembali ke mejanya sendiri.

    Mega hanya mengangguk kaku. Dirinya masih merasa terkejut dengan sikap cowok itu barusan yang seperti tidak mengenalnya. Padahal baru kemarin mereka berkenalan dan berjanji akan saling menyapa saat bertemu, kecuali kalau ada Jingga. Tapi barusan, sikap cowok itu benar-benar berbeda dengan kemarin. Dan Akay memanggil cowok itu 'Sa' bukan Pelangi.

    "Gue tinggal ya, Mega. Baik-baik lo di kelas sendirian."

    Seruan dari Akay menyadarkan Mega dari kebingungannya. Tiba-tiba ide untuk bertanya kepada Akay menggelayuti pikirannya. Namun baru akan membuka mulutnya, Akay sudah lebih dulu hilang dari penglihatannya.

    Mega menghela napas dalam. Kepalanya kini tiba-tiba terasa pening, akibat rasa penasaran yang tertumpuk di benaknya. Kenapa hari ini banyak orang yang secara tidak langsung membuatnya penasaran?

🌌🌞🌌

Hi, i'm come back
Semoga masih ada yang menunggu cerita ini yaaa

Happy reading ^^

Semburat JinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang