Semburat 14

49 9 11
                                    

Jingga tersenyum hangat memerhatikan Mega yang tertidur di kursi penumpang mengeliatkan tubuhnya. Tak lama kemudian, mata yang selalu memberikan lirikan sinis ketika sedang marah itu, terbuka dan beberapa kali mengerjap pelan. Tidak tahan melihat wajah inconent Mega selepas tidur, Jingga mengedarkan pandangan ke arah lain seraya berdehem, membuat Mega langsung menoleh ke arahnya.

"Eh, sorry gue ketiduran. Udah berapa lama?" tanya Mega.

Kening Jingga mengernyit samar, terlihat berpikir sesaat. "Mungkin hampir sejam."

Seketika Mega merasa tak enak kepada Jingga, "Ga, sorry banget. Lo pasti nunggu lama ya. Lagian lonya juga nggak bangunin gue sih, jadi gue nggak bangun-bangun kan."

Mendengar itu, Jingga mengapit hidung mungil Mega pelan, membuat sang pemilik mengaduh kesal sedangkan Jingga hanya terkekeh seraya geleng-geleng kepala.

"Gemes deh sama lo, minta maaf tapi disertai pembelaan diri."

Mega berdecak, "ya, nggak papa, yang penting gue minta maaf. Dari pada lo, ada orang yang minta maaf dengan tulus malah nanggepinya begitu. Nggak ngehargain banget."

"Iyain ajalah. Udah sana masuk, bentar lagi jam sebelas. Anak gadis nggak baik malam-malam keluyuran."

"Sana emang nggak ingat siapa yang ngajak keluyuran malam-malam?" tanya Mega menyindir.

Jingga menggeleng polos, padahal ia tahu kalau yang dimaksud adalah dirinya. Membuat Mega langsung keluar dari mobil dengan kasar tanpa mengucapkan kalimat perpisahan apapun lagi.

Menunggu sebentar sampai Mega masuk rumah, Jingga mengetik sebuah chat untuk cewek itu dengan senyuman yang mengembang lebar.

Jingga :
Good night, singa betina yang mau beranak. Walaupun seharian ini kita sering berantem, jangan sampe kebawa mimpi ya. See you tomorrow ;)

🌌🌞🌌


Setelah membersihkan diri dilanjutkan mengganti pakaiannya dengan piyama bewarna biru langit, Mega mengambil ponselnya yang sejak sore tadi tidak ia sentuh dan tergeletak begitu saja di atas nakas.

Mega mengecek semua notifikasi yang menghampiri ponselnya. Salah satunya chat dari Jingga yang mengucapkan selamat malam kepadnaya. Meski masih sedikit kesal, tanpa bisa dicegah ia tersenyum membacanya. Sempat merasa bimbang akan membalasnya atau tidak, sampai akhirnya ia memilih untuk mengabaikan chat itu.

Mega menggulir layar ponselnya sedikit ke bawah, ada sebuah chat dari tante Felya yang dikirimkan sejak petang tadi.

Tante Felya :
Mega, besok kamu sarapan di rumah tante bisa nggak?


Bisa, Tan. Maaf baru balas sekarang, soalnya dari tadi Mega nggak pegang ponsel.

Baru saja Mega akan membuka media sosialnya, panggilan dan pop-up chat dari Jingga membuatnya membacanya sebentar dan mematikan ponselnya.

Jingga:
Udah malam, tidur. Jangan mainan hp terus, percuma online tapi nggak balas chat dari gue.

"Dasar Jingga! emang dia siapa sampe gue online cuma buat bales chatnya," rutuk Mega seraya memegangi dadanya yang berdegup lebih cepat dibandingkan biasanya. Mungkin ... karena kaget.

🌌🌞🌌

Mega kembali mematut penampilannya di depan cermin, lantas mengambil tas ransel yang menggantung di sandaran kursi. Melihat jam yang melingkari tangannya hampir menunjukan pukul setengah tujuh, dengan sedikit berlari, Mega keluar dari kamarnya dan menuju ruang makan.

"Selamat pagi, Bi," sapa Mega ceria kepada sosok paruh baya yang sedang mengelap meja makan.

"Pagi juga, Non. Sarapannya mau roti selai apa?"

"Selai coklat aja, Bi. Tapi, aku mau sarapan di rumah Jingga dan roti selainya aku bawa ke sekolah, Nggak papa 'kan, Bi?"

Melihat anggukan Bi Yuri Mega dengan sigap memgambil kotak makan di dapur dan memasukkan dua tangkup roti selainya.

"Udah siap, Bi. Aku ke rumah Jingga dulu ya sekalian berangkat," pamitnya setelah menyimpan kotak makan ke dalam tas seraya mencium punggung tangan Bi Yuri.

"Iya, hati-hati jaga hati, Non."

"Ih, Bi Yuri bucin. Lagian hatiku belum terjaga untuk siapapun, jadi bebas, Bi," sahutnya terkekeh seraya meninggalkan ruang makan.

Sesampainya di depan rumah Jingga, Mega langsung dipersilakan masuk oleh Mbak Yanti--pembantu rumah tangga yang tengah menyiram tanaman. Mega melangkah ringan menghampiri keluarga yang duduk melingkari meja makan itu, namun saat hendak menyapa dan memberitahukan keberadaanya, ia mendengar pembicaraan mereka yang membuatnya merasa datang di waktu yang tidak tepat. Apalagi saat menyadari ekspresi Jingga yang tidak pernah ia lihat sebelumnya.


🌌🌞🌌

Happy reading, Guys :)))
Maaf pendek, lagi stuck banget ini

Semburat JinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang