Dua tahun kemudian.
Langit oren terlihat sangat mendung, dan sepertinya akan turun hujan. Rona senja mulai menanti. Suara gemuruh samar-samar terdengar di luar jendela bercampur dengan deru mesin lokomotif dan derak roda-roda kereta. Empat laki-laki duduk saling berhadapan, mengobrolkan hal-hal bodoh sampai tawa mereka membuat penumpang lain merasa terganggu. Salah seorang laki-laki dengan rambut yang disemir cokelat, memakai kalung salib yang terbuat dari perak dan ada beberapa tindikan di telinga kanannya menaruh jari telunjuk di bibir, menyuruh teman-temannya diam.
"Yang punya kereta bukan kita. Jadi jangan egois," katanya.
"Tapi bokap lu, bang, nanam saham di KAI," balas Gibran, si laki-laki berbibir agak tebal dan sering buat keributan di kostan.
"Kan bokap gua. Bukan guanya."
"Tapi lu darah dagingnya," kata si laki-laki berkacamata yang duduk dekat jendela. Namanya Julian.
"Merendah untuk meroket lu, Jar," seru laki-laki yang diketahui masih berhubungan dengan seseorang bernama Regi. Sekarang kuliah di Surabaya, mengambil jurusan teknik kelautan.
"Terserah."
Sebut saja dia Fajar. Laki-laki berwajah dingin namun sosok yang sangat puitis itu mengakhiri obrolan jika ketiga teman dekatnya mulai membawa-bawa kekayaan yang dimiliki oleh orang tuanya. Bukan bangga, justru Fajar merasa kecil. Yang kaya bukan dia.
"Btw, akang-akang sekalian. Besok jadi ngumpul sama teman-teman gua kan?" kata Gibran mengalihkan pembicaraan.
"Jangan sore. Gua ibadah," tukas Fajar cepat.
"Ya kagaklah, bang. Palingan juga malam, jam 8-an."
"Gua lihat dulu bisa apa nggak, Bran. Adek gua kadang kumat nggak mau ditinggal sendiri," kali ini Julian yang berbicara.
"Oh, Joana ya?" tanya Jaya. Julian mengangguk. "Kenapa nggak lu suruh aja main sama pacar lu, si Kinan?"
"Ya kali, bajay, gua repotin dia terus."
"Yaudah sih. Ajak aja adek lo sekalian, bang Jul. Nanti gua ajak Mila deh biar ada temannya," kata Gibran.
"Lagak lo yang kayak berani ngajak Mila aja," balas Jaya seraya menoyor kepala Gibran yang duduk dengannya. "Urus dulu tuh si Ica. Baru Mila. Sok-sokan amat jadi playboy, ikan mujaer!"
Kalau sudah begini, Gibran hanya bisa mengandalkan cengiran lebarnya. Lalu Jaya akan menarik kepalanya dan mengepitnya di bawah ketiak. Julian geleng-geleng kepala, sambil ia menyandar santai ke kursi dan memejamkan mata.
Sementara Fajar, diam menikmati pemandangan senja di luar jendela. Ingatan Fajar membawanya kembali ke London dua tahun silam, di mana secara tak terduga ia bertemu dengan gadis itu, yang samar-samar wajahnya selalu menghiasi bunga tidur Fajar—sampai detik ini. Walau tidak berkenalan, tetapi buku bersampul oren miliknya yang jatuh di dekat sepatu Fajar sudah cukup menjawab satu pertanyaan yang terlintas di kepala; namanya.
Fajar mengeluarkan catatan kecil dari dalam tas, mengambil pena dan menuliskan dua untai kalimat.
a/n:
Bagi yang belum tau FC tokoh di atas:
Jaebeom GOT7 adalah Jaya
Jinyoung GOT7 adalah Julian
Bambam GOT7 adalah Gibran
Seulgi RV adalah Regi
Yeri RV adalah Joana
Jisoo BP adalah Kinan
Lisa BP adalah Ica
Mina Twice adalah Mila
KAMU SEDANG MEMBACA
Fajar & Senja
FanfictionSemesta selalu memiliki banyak cara yang terkesan misterius untuk menyatukan dua langit yang berbeda.