20. A Little Secret

805 199 15
                                    

Lima belas menit sudah berlalu sejak Fajar duduk menunggu di dalam mobil, dengan mesin dan pengatur suhu tetap dinyalakan. Jika tidak, bisa-bisa Fajar berubah jadi manusia panggang. Sementara lagu dari band rock asal Amerika, A Rocket To The Moon, yang berjudul If I'm Gonna Fall in Love itu menemani Fajar yang mesem-mesem mendengarnya sembari menunggu Senja keluar dari toko roti.

Fajar meletakkan dagunya di stir sambil mengetuk-ketukkan jari telunjuknya di atas dashboard. Sesekali bergumam menyanyikan bagian lirik lagu. Sesekali pula melirik ke kaca spion, memantau kapan Senja akan keluar.

Lima menit berlalu dan pesannya belum dibalas oleh Senja sejak mobil Fajar sudah terparkir di depan toko roti membuatnya menghela napas panjang. Fajar mengambil ponsel, sekali lagi ingin mengirim pesan ke Senja tetapi baru saja ponselnya diunlock, muncul balasan pesan dari Senja beberapa detik yang lalu.




Matahari Senja
kalo kamu gak keberatan, bisa masuk ke dalam terus tolongin saya bawakan beberapa barang? hehe




Tidak perlu membalasnya, Fajar sudah langsung keluar dari mobil dan berjalan masuk ke dalam toko roti yang di sambut oleh wanita cantik penjaga kasir yang sudah paruh baya tetapi wajahnya masih terlihat awet muda.

"Selamat datang. Kamu temannya Senja ya?" sapa wanita itu dengan senyum hangat yang membuat Fajar langsung teringat senyuman Senja. Sama persis.

"Iya. Saya temannya Senja."

"Saya ibunya."

Fajar terbelalak tidak percaya. Canggung, grogi. Tanpa sadar Fajar bertingkah bodoh, langsung membungkuk sopan berkali-kali dan menyalami tangan ibu Senja yang terkekeh geli dibuatnya.

"Ma-maaf, tante. Saya nggak tau," sesal Fajar kemudian sambil mengusap tengkuk lehernya. Ia membungkuk kembali.

"Nggak apa-apa," kata ibu Senja menenangkan. "Senja ada di dalam. Lagi ribet banget anaknya. Yuk, tante anterin."

Fajar mengangguk, lalu mengikuti langkah ibu Senja yang menuruni tangga, menuntunnya sampai ke dapur. Di sana ada Senja yang sedang memeriksa satu per satu kotak makan yang bergambar lucu-lucu.

"Udah lengkap semuanya belum, mbak?" tanya ibu Senja. Dari kecilnya, Senja memang sudah biasa dipanggil 'mbak' karena dia satu-satunya anak perempuan di rumah sementara dua kakaknya yang lain justru laki-laki. Senja juga tidak mau dipanggil 'adek' meskipun dia anak bungsu. Karena sebutan 'adek' menurutnya untuk anak-anak yang manja, sementara dirinya tidak suka dimanjakan dalam hal apapun.

"Udah, bu. Lengkap semuanya mbak hitungin. Tinggal botol-botol minum aja. Siapa yang bawa nanti ke sana?" tanyanya sambil merapikan kotak-kotak makan.

"Mas kamu yang anterin."

"Mas yang mana? Yang pemalas atau yang banyak omong doang?"

"Hush! Nggak boleh gitu sama mas-masnya."

"Habis dua-duanya nyebelin sih, bu. Mbak kan jadi kesal."

Tanpa sadar Senja menunjukkan tingkah kekanakannya di hadapan Fajar yang sedari tadi menjadi pendengar yang baik. Samar-samar cowok itu mengulum senyum, ia terkekeh dalam hati.

Raut kesal dan bibir yang mencuat seperti bebek itu terekam lucu di benak Fajar.

"Nih, teman kamu udah nungguin."

Senja menoleh. Atensinya beralih ke Fajar yang tersenyum seraya melambaikan tangan menyapanya sangat canggung. Sontak Senja terbelalak, langsung bangkit berdiri.

"Ibu kok nggak bilang Fajar udah di sini sih?" protes Senja yang terlihat malu.

Ibu tertawa. "Kenapa? Harus jaim ya, di depan cowok ganteng kayak Fajar?" goda wanita itu yang membuat Senja semakin malu. Wajahnya kini bersemu merah seperti kepiting rebus.

"Ibu kok ngeselin?"

"Tenang aja, Senja. Saya nggak lihat muka ngambek kamu kok tadi."

Cuih, pembohong besar.

"Kamu bawa mobil kan? Kalau gitu, tolong bantuin saya bawa kotak-kotak makan ini ke dalam mobil kamu. Sekarang ya," alih Senja menunjuk banyak kantong yang tersusun rapi.

Dengan wajah masih bersemu malu, Senja kemudian mengangkat dua kantong besar yang cukup berat tapi berlagak sok kuat membawanya seorang diri, sambil berlalu dari Fajar yang mengikuti punggung mungilnya sampai tidak terlihat lagi.

Ibu Senja geleng-geleng kepala. Sejurus kemudian mengomel. "Si mbak keras kepala banget. Udah dibilangin dokter nggak boleh angkat yang berat-berat, masih aja."

"Maaf?" Fajar tersentak mendengarnya. Ia tidak tahu apa-apa.

Ibu menghela napas panjang. "Senja dari kecilnya nggak bisa bawa barang yang berat, Fajar. Karena akan berdampak ke tulang belikatnya. Itu yang bikin dia sering ngeluh sesak napas padahal tidak ada riwayat asma sama sekali dalam keluarga."

Seolah cerita barusan membuat rasa penasaran Fajar sudah terjawab.

Tanpa berkata apa-apa, Fajar balik badan dan menyusul cepat Senja yang kesusahan menaiki tangga sembari membawa dua kantong besar di tangannya. Fajar berdecak melihatnya. Sejurus kemudian menaiki tangga dengan langkah besar-besar.

Ketika berada di anak tangga yang sama, Fajar langsung mengambil dua kantong tersebut, "bantu saya bukakan pintu bagasi mobil. Setelah itu duduk manis saja di dalam," sambil menyerahkan kunci mobil pada Senja.

Senja berhenti di tempat. Tertegun menatap kunci di genggamannya beberapa saat sebelum akhirnya tertuju ke punggung Fajar yang menaiki tangga, semakin jauh meninggalkannya.

Dan Senja tersenyum sangat merekah.









a/n : tretetew! mas fajar auto jadi tukang angkat barang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

a/n : tretetew! mas fajar auto jadi tukang angkat barang. angkat saya juga mas. angkat ke pelaminan. saya siap kok🙂

WKWKWKWKWKWKWKWKWKWKWK gausah banyakan mimpi.

Fajar & SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang