17. I Like Me Better

880 199 19
                                    

Liburan singkat ke vila milik keluarga Jaya membuat hubungan Fajar dan Senja terasa lebih dekat. Dari yang awalnya canggung untuk melontarkan candaan, bertegur sapa dengan senyuman lalu diam-diaman, kini tidak lagi begitu. Fajar terlihat sedikit berbeda, ia agak terbuka—hanya di depan Senja seorang. Membuatnya menjadi bahan ejekan Jaya dan Julian di ruang obrolan grup yang hanya ada mereka bertiga saja. Triple J, itulah nama obrolan grup mereka.

Perubahan yang cukup signifikan sebenarnya untuk Fajar mau menerima dan memulai konversasi dengan seseorang mengingat ia payah sekali dekat dengan orang baru.

Well, mengenal Senja lebih dekat membawa hal positif bagi Fajar. Fajar jadi lebih banyak bicara—tidak hanya satu atau dua kalimat saja yang dilontarkannya seperti biasa—karena kecerewetan Senja yang mau tidak mau Fajar harus mengimbanginya. Iya, Senja begitu cerewet. Apalagi kalau sudah membahas satu hal yang sama-sama mereka sukai. Seperti pada saat Senja heboh menceritakan pengalaman pertamanya menonton konser Kodaline, band asal Irlandia yang terkenal dengan lagu-lagu patah hati. Lalu rekomen lagu apa saja yang wajib Fajar dengar, diam-diam mengingatnya dengan baik sebelum memasukkan lagu yang sangat Senja sukai ke dalam playlist baru. Kemudian berakhir menceritakan kegagalan pertama Senja di dua tahun yang lalu ketika ia ingin mengejar impiannya masuk ke salah satu perguruan terbaik di dunia untuk bidang Aeronautika dan Astronautika, Cranvield University.

Dan pada saat itu, Fajar berpikir jika cita-cita seorang Matahari Senja ingin menjadi astonot.

Tidak hanya tahu kecerewetan Senja saja, tapi Fajar juga tahu beberapa kesamaan diantara dirinya dengan Senja. Salah satunya adalah suka menulis. Tentu ini menjadi hal langka bagi Fajar mengingat kebanyakan cewek di luar sana lebih menyukai pergi belanja, hang out, atau melakukan hal-hal yang tidak ada gunanya untuk menghabiskan banyak uang. Tetapi pemikiran Fajar terpatahkan ketika Senja mengungkapkan ia suka menulis yang terkadang dari tulisan-tulisannya menghasilkan karya yang cukup kritis namun tidak ada tujuan untuk menjatuhkan.

Well, tidak salah dari awal Fajar menilai Senja ini sungguh unik. Keunikannya membuat Fajar makin ingin mengenal Senja jauh lebih dekat.







"Good morning," sapa Senja hangat. Datang menghampiri Fajar yang duduk di ayunan teras balkon lantai atas sambil memainkan video game di ponselnya. Senja membawa sepiring roti selai kacang dan segelas susu putih yang ditaruhnya di atas meja, membuat Fajar langsung menghentikan permainannya dan menyimpan ponselnya ke dalam saku celana.

Cowok peka.

"Berhubung tadi malam kamu nggak makan, udah langsung masuk kamar aja. Nih, saya buatin roti," ucap Senja seraya menyodorkan roti pada Fajar.

"Nggak alergi kacang kan?"

Fajar menggeleng. "Terima kasih," balasnya tersenyum simpul menerima roti dari Senja. Kemudian digigitnya dengan lahap.

"Capek banget nyetir ya? Sampe kemaren malam pas makanan udah datang, kamu dibangunin sama Cecep sama Yudhis nggak bangun-bangun. Kamu memangnya secapek itu?"

"Lumayan," jawab Fajar sekenanya. Ia mengambil gelas dan meneguk susu yang terasa dingin di kerongkongan. "Kalau macet ya terasa banget capeknya. Apalagi semalam saya begadang. Tidak bisa tidur."

"Kenapa? Kamu ada riwayat insomnia?"

"Tidak. Tidak ada. Tapi terkadang tiap saya pulang ke Jakarta, nggak tau kenapa saya sering menjadi manusia kelelawar."

Fajar & SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang