12. Nervous

547 75 10
                                    

Rabu pagi, hari yang sangat dinanti-nantikan Fajar. Membuatnya tak bisa berhenti tersenyum, bahkan saat di depan cermin setelah dia selesai menyapu rambutnya dengan gel.

Hari yang sangat cerah untuk jiwa yang sedang berbunga-bunga. Fajar tak pernah sebahagia ini menanti seseorang akan pulang.

Ia menyampirkan jaket jeans di lengan, menyambar kunci mobil di atas nakas kemudian keluar dari kamar. Saat menuruni tangga dilihatnya ponakan tersayang sudah duduk di meja makan sambil bermain dengan boneka kucingnya yang bergerak-gerak. Bibir Fajar semakin melengkung ke atas.

"Hai, sweety! How's your sleep?" tanya Fajar begitu menarik kursi di sebelah Michelle. Gadis kecil berparas campuran itu berhenti memainkan boneka kesayangannya. Ia tersenyum manis menyapa balik Fajar yang mengusap lembut pucuk kepalanya.

"I slept well, uncle! Don't worry!" katanya dengan nada ceria. Fajar senang mendengarnya. "Where are you going, uncle? Michelle boleh ikut?"

"Mommy won't let you go, Michelle. Karena uncle kamu mau jemput pacarnya."

Pelangi, kakak Fajar satu-satunya datang sembari membawa masakan si bibi dan menatanya di meja.

"Pacar? What's that, mommy?" tanya Michelle menatap Pelangi dengan raut bingung menggemaskan.

"You better ask the question to your lovely uncle, sweetheart. Mommy busy banget di dapur, preparing our breakfast. Kasian si bibi nggak ada yang bantuin." Pelangi tersenyum sembari mengedipkan sebelah matanya pada Fajar. Fajar memutar bola matanya kemudian mendengus kesal.

Lantas gadis kecil itu berganti menatap Fajar. Menuntut Fajar segera menjawab pertanyaannya.

Fajar menggaruk pipinya yang tidak gatal. Bingung mencari pilihan kata yang tepat untuk menjawab pertanyaan bocah usia 5 tahun yang rasa keingintahuannya memang lagi tinggi.

Seketika Fajar merutuki kakaknya, menyalahkannya kenapa mengatakan kosakata tabu yang mengundang rasa penasaran si gadis kecil.

"Pacar itu... hmm..." Fajar masih bingung menjelaskannya. "Orang yang uncle sayang, maybe?" jawabnya tidak begitu yakin Michelle akan mengerti.

"Like you and me, uncle?"

"Bingo!"

"Huh!" Michelle tiba-tiba merengut. Dia melipat tangannya di dada, sambil memeluk Kitty, lalu memalingkan wajah. Fajar mengernyit keheranan. Kenapa ponakannya nampak kesal?

"Katanya uncle cuma sayang sama Icel! Kenapa sekarang sayangnya dikasih ke pacar! I really hate you, uncle! Go away from me! You are my enemy from now on! Icel ngambek!"

Tawa milik Pelangi kemudian terdengar jelas dari arah dapur. Si sulung nampak puas menertawakan Fajar sampai membuatnya jengkel.

Sialan! Bisa-bisanya pemilik nama Sinar Pelangi itu membodohi adiknya sendiri. Memang dasar ratu iblis!









Fajar berulang kali melihat layar monitor besar di depannya. Sudah 10 menit berlalu sejak maskapai biru mendarat di landasan namun gadis yang ditunggu-tunggu belum ada tanda-tanda akan keluar dari pintu kedatangan.

Fajar merogoh saku celananya, menghidupkan hape dan menelpon nomor kontak yang selalu berada paling atas daftar panggilan. Tersambung, tapi tidak diangkat. Fajar menghela napas.

Ketika ia menghubungi untuk kedua kali, gadisnya pun akhirnya menampakan batang hidung seraya melambaikan tangan, tersenyum manis dan menggeret koper kecilnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 07, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Fajar & SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang