Meskipun jauh dari pusat kota, paralayang batu menjadi pilihan wisata Malang yang sering dikunjungi baik di hari aktif maupun akhir pekan. Dari ketinggian di paralayang tepatnya di kawasan Songgoriti, gemerlap lampu kota akan terlihat. Pusat kota Malang nampak kecil, dan jika bertepatan dengan munculnya bulan purnama, langit paralayang akan terlihat lebih indah. Tetap bagi Fajar, Senjanya sudah cukup indah menemani.
"Kamu kedinginan?" toleh Fajar saat angin malam yang terasa dingin menyapu permukaan kulitnya walau sudah tertutupi jaket.
"Enggak kok," geleng Senja sambil tersenyum kecil. Bibir ranum itu berkata bohong. Tampak jelas dari gelagat bibirnya yang bergetar dan kedua tangan yang sedari tadi saling menyatu menahan dingin.
Fajar melirik tangan itu. Kemudian memberanikan diri menariknya. Membuat gadis Matahari tersentak karena apa yang Fajar lakukan berhasil menimbulkan debaran luar biasa.
Dia dekap tangan mungil itu dan digenggamnya erat. Berharap genggamannya menyalurkan kehangatan walau kecil kemungkinan dapat gadis Mataharinya rasakan.
"Masih dingin?"
Dengan polosnya Senja mengangguk. Perintah kerja otaknya saat ini tidak dapat diakses dengan baik. Membuatnya terpaku diam bersama debaran aneh yang semakin menggila saja.
"Boleh saya masukin tangan kamu dan saya genggam di dalam saku jaket?"
Senja tersentak. Wajahnya memanas seketika. Ia tidak tahu bagaimana merespon pertanyaan yang membuat lutut-lututnya terasa lemas seakan separuh nyawanya barusan ini terangkat dari tubuh.
Melihat Senja yang hanya diam, dan Fajar menyimpulkan gadis itu merasa tidak keberatan. Malu-malu pemuda Langit memasukkan satu tangan si gadis ke dalam saku jaketnya dan menggenggamnya dengan erat.
Fajar lantas memalingkan wajahnya yang bersemu merah. Ia menatap lurus ke depan, menatap kerlap-kerlip kota Malang yang nampak kecil dan indah dari ketinggian paralayang.
Dan tiba-tiba kecanggungan hadir di antara dua sejoli yang terdiam menikmati detak jantung masing-masing.
"Oh iya!" pekikan kecil Senja lantas membuat Fajar menoleh dan mengernyit menatap ekspresi panik gadis itu.
"Ada apa?" tanya Fajar.
Senja tak menjawab. Justru sibuk merogoh isi tas kecilnya. Ia berusaha mengeluarkan sesuatu dari dalam tas namun terhalang karena satu tangannya sedang digenggam erat oleh Fajar dan ia pun tak enak hati melepaskan.
Fajar merasa diacuhkan. Ia memerhatikan lamat gelagat aneh Senja. Menimbulkan rasa penasaran yang membuat Fajar bertanya-tanya, gadisnya kenapa sih?
"Nah! Ini dia!"
Ekspresi Senja berubah cerah begitu berhasil mendapatkan benda yang ia cari. Gadis itu mengeluarkan sebatang lilin kecil di hadapan Fajar. Namun tak berselang lama ia kembali merogoh tasnya. Kali ini mengeluarkan roti yang sudah nampak gepeng. Membuat sudut-sudut bibirnya menekuk ke bawah. Sedih melihat roti yang ia beli diam-diam di warung tanpa sepengetahuan Fajar justru terlihat mengenaskan.
"Kok jadi jelek gini rotinya? Padahal mau dikasih ke kamu buat rayain ulang tahun."
Ya Tuhan. Kenapa gadis Matahari ini sangat menggemaskan sampai-sampai Fajar tersenyum geli dibuatnya?
"Jadi gagal dong surprise saya buat kamu?"
Fajar tergelak beberapa saat sebelum akhirnya sebuah ide muncul untuk menjahili Senja.
"Yah! Langitnya bakal kecewa nih pasti."
Fajar tidak benar-benar serius dengan ucapannya. Ia hanya bercanda, ingin menggoda. Tetapi Senja menanggapinya berbeda. Lihatlah mimik wajahnya seperti akan menangis saja.
"Boleh sampein ke Langit? Ada permintaan maaf dari Matahari. Semoga dimaafin ya?" kata Senja dengan tatapan sedih persis ponakan Fajar yang ditinggal pergi sang ayah saat berangkat kerja. Fajar jadi tak tega untuk menggodanya lagi.
"Nggak apa-apa. Kamu ingat ulang tahun saya saja saya sudah senang, Senja. Apalagi menghabiskan satu hari penuh ini sama kamu. Sudah terisi penuh kebahagiaan yang saya tabung dari nol untuk kamu."
Senja terdiam sejenak. Agaknya menenangkan detak jantung yang kembali berulah.
"Jadi... nggak apa-apa?"
"Iya. Nggak apa-apa." Fajar tersenyum, sambil mengusap kepala Senja.
"Kalau gitu, kita nyalain lilinnya bareng-bareng terus kamu harus cepat bikin wish ulang tahun kali ini!" ujar Senja semangat.
"Pegangin dulu," pintanya pada Fajar untuk menaruh roti yang sudah gepeng dan lilin kecil digenggamannya. Sementara ia merogoh isi tas untuk mencari pemantik api agar lilin segera dinyalakan tapi benda itu tidak ada di dalam tas. Membuatnya memasang raut kecewa.
"Kenapa?"
"Koreknya nggak ada," ucap Senja menunduk sambil mencuatkan bibirnya, manyun.
"Nggak apa-apa. Lilin sama rotinya aja sudah syukur puji Tuhan, Senja. Ayo letakin lilinnya di atas roti."
Senja mengangguk namun ia masih merasa kecewa karena kejutan yang dia persiapkan hampir keseluruhan gagal.
Begitu lilin tertancap kokoh di atas topping roti yang sudah gepeng, Fajar segera menunduk, menutup mata, masih menggenggam erat tangan Senja, ia menyatukan kedua tangannya di dekapan.
Angin malam bersemilir lembut. Berhembus pelan mengusik sunyi. Fajar tersenyum simpul di sela harapan yang ia buat agar menjadi pasti.
"Angin, tolong sampaikan pada Tuhan ya, kalau langit Fajarnya di sini meminta Senjanya yang indah berjalan bersama sampai nanti dia sudah menemukan titik kebahagiannya."
Akankah doa kecil Fajar tersampaikan?
Semoga saja, ya.
a/n : ADA YANG KANGEN MAS FAJAR MBA SENJA TIDAAAAAAK? AKU KANGEN BANGET SEMOGA MEREKA SELALU SEHAT YA😭
KAMU SEDANG MEMBACA
Fajar & Senja
FanfictionSemesta selalu memiliki banyak cara yang terkesan misterius untuk menyatukan dua langit yang berbeda.