Langit cerah mulai memperlihatkan perubahan warna kemerahan. Gumpalan awan mulai terpisah-pisah kecil dan matahari mulai terlihat dengan warna jingga yang lebih tebal. Semilir angin mengiringi perubahan langit menjadi gelap.
Semburat jingga muncul. Sinar cemerlangnya menyinari sebagian wajah Senja yang tampak bahagia bermain dengan anak-anak kecil. Seperti halnya siklus fisika dalam perubahan wujud suatu zat. Hati sedingin bongkahan es perlahan mencair. Kehangatan dirasakan Fajar saat melihat senyuman itu.
Cantik.
Hanya kata tersebut yang terlintas di benak Fajar. Tidak ada kata lain yang mampu mendeskripsikan sosok Senja yang kini tertawa riang bersama anak-anak kecil. Mereka berlarian kesana-kemari mengejar gelembung sabun. Senyum terpatri di bibir Fajar menyaksikannya dari kejauhan, tepat di bawah pohon yang cukup rindang untuk berteduh.
"Dia cantik, kan?"
Fajar tersentak. Langsung menoleh mendapati Angkasa berdiri di sampingnya, dengan kedua tangan dimasukkan ke dalam saku celana, sedang menatap lurus Senja dari tempatnya.
"Cowok mana yang nggak terpikat sama dia? Tapi sayangnya, dia nggak sadar kalau dirinya seperti sebuah berlian yang berada di tumpukan paling atas, paling memikat di mata. Dan paling susah untuk dimiliki. Bukan begitu?" Angkasa beralih menatap Fajar. Senyum kecil yang ia berikan terkesan dingin walau raut wajahnya justru tertampil ramah.
"Ya. Mungkin," jawab Fajar singkat. Kemudian matanya mengarah ke Senja sedang memangku gitar dan bernyanyi bersama anak-anak kecil.
"Saya menyukainya."
Fajar terkesiap, tak mampu berkata-kata. Hatinya mencelos mendengar pengakuan Angkasa.
"Tapi ada satu fakta menarik yang saat ini bikin saya kesal. Sial," kata Angkasa lalu tertawa ringan. Fajar hanya diam. Diam menunggu cowok yang lebih tua beberapa bulan darinya itu berusaha menyampaikan maksud tertentu padanya.
"Senja nggak pernah bawa teman sebelumnya ke acara kayak gini. Yang selalu diundangnya kalau bukan teman satu gereja, kalau nggak ya saya—" Angkasa mengambil jeda. "Sorry. Saya nggak bermaksud menyombongkan diri," lanjutnya.
Fajar tersenyum singkat. Tanpa Angkasa beri tahu pun, Fajar sudah mengetahui. Hal itu terlihat cukup jelas mengingat selama ini Senja selalu membawa nama Angkasa disetiap ceritanya. Tidak menutup kemungkinan hari-hari yang Senja lewati selalu ada Angkasa yang menemani.
"Kemudian hari ini—wow, mengejutkan sekali!"
Fajar tidak tahu apakah ucapan Angkasa barusan adalah sebuah sindiran untuknya atau tidak. Tetapi Fajar merasa Angka memang tidak suka dengan kehadirannya di tempat ini.
"Apanya yang mengejutkan?"
"Lo nggak tau?" gaya bicara Angkasa berubah drastis. "Dia," tunjuk Angkasa ke Senja. "Untuk pertama kalinya, dia bawa teman cowok. Bukan sebagai gebetan, bukan juga sebagai pacar. Dan itu sukses bikin gua, Jorji dan Stevan jungkir balik waktu pertama kali lihat lo di acara ini."
Oh, jadi begitu. Fajar tertawa. Tertawa dalam hati. Mereka merasa tersaingi? Well, lucu sekali.
"So, what's the point?" tanya Fajar tanpa basa-basi. Tatapan matanya tertuju ke bola mata Angkasa yang justru terlihat dingin diiringi wajah datarnya.
"Dia mungkin belum sadar, karena gua tau ini pertama kalinya dia ngerasain. Cuma satu pesan gua."
Fajar mengangkat sebelah alisnya. Menunggu Angkasa yang terdiam beberapa saat.
"Dunianya saat ini mungkin sebagian dipenuhi karena lo. Tapi jangan bikin dunianya hancur melebur karena lo juga. Dan ketika lo—tanpa sadar—ngelakuinnya, gua sangat siap bangun kembali dunianya tanpa ada tersisa satu pun tentang lo di dalamnya."
a/n : aenje aye. ANJAAAAAAAYYYYYYYYY. MAMAS ANGKASA PANUTANQ
KAMU SEDANG MEMBACA
Fajar & Senja
FanfictionSemesta selalu memiliki banyak cara yang terkesan misterius untuk menyatukan dua langit yang berbeda.