Setelah menunggu sekitar 1 jam, Jaehyun datang bersama ayahnya. Ayahnya masih memakai jas dokter. Kedatangannya pun disambut wangi rumah sakit.
"Hello, Mina. Apa kabar?". Sapa Ayah Jaehyun.
"Sangan baik, om. Bagaimana kabarmu?" balas Mina.
"Baik. Oh iya, jangan panggil om, panggil saja Ayah." jawab ayah sembari tertawa.
Kini Mina beserta Ibu dan Ayah Jaehyun berbincang di halaman belakang. Jaehyun memandang mereka yang sedang asik berbincang hingga tertawa. Karena penasara dengan apa yang di obrolkan, Jaehyun menghampiri mereka.
"Hello, apa yang sedang kalian perbincangkan. Kelihatannya sangat seru. Bolehkah aku bergabung."
"Tentu saja, sayang. Sini duduk disamping Mina." ucap Ibu.
Jaehyun dan Mina sama sama sedang menetralkan jantung mereka, duduk berdekatan seperti ini memang pernah. Tapi mereka tidak pernah merasa segugup ini.
"Oh iya, sudah sejauh mana kalian mempersiapkan pernikahan kalian?" tanya Ayah pada Jaehyun dan Mina.
Mereka berdua langsung menukar pandang, bingung apa yang harus mereka katakan.
Jujur Jaehyun malu sekali pasalnya orang tuanya menganggap kedatangan Mina jadi berlebihan, mereka menganggap Jaehyun dan Mina datang untuk membicarakan pernikahan. Padahal Jaehyun hanya memperkenalkan Mina saja.
"Mengapa kalian diam. Ada kesulitan? Di bagian mana.. biarkan ibu membantu kalian" tanya Ibu yang melihat anaknya dan Mina yang saling diam.
"Tidak ada kesulitan sama sekali, bu. Semuanya berjalan lancar, doakan saja." jawab Mina, membuat Jaehyun terkejut dan langsung menatap Mina kaget, namun Mina langsung mengalihkan pandangannya malu.
"Baiklah, jika ada kesulitan hubungin saja kami, kamu akan dengan senang hati membantu kalian" tutur Ibu dan dijawab anggukan oleh Jaehyun dan Mina.
Setelah berbincang cukup lama Mina pun pamit pulang, ia diantar pulang oleh Jaehyun.
Di mobil mereka masih canggung akibat pembicaraan tadi yang sangat serius tentang pernikahan. Jaehyun mencoba mencairkan suasana.
"Ehm, maaf ya tadi ibu sama ayah nanyain hal yang kaya gitu."
"Eh gapapa, Jae."
"Maaf ya kalo keberatan"
"Engga kok, engga sama sekali."
"Oh gak keberatan nih. Jadi boleh di halal-in dong, hehe." canda Jaehyun.
"Eh apaan sih." Mina langsung mencubit lengan Jaehyun. Jangan lupakan wajahnya yang jadi semerah tomat.
"Aw, sakit tau." Jaehyun hanya tertawa.
Jaehyun lalu mengantarkan Mina. Di mobil mereka berbincang cukuo santai. Membuat mereka terlihat lebih akur.
Bukan hanya tentang pekerjaan, tapi kini mereka membicarakan tentang keluarga masing-masing.
Mina membicarakan semasa kuliahnya dulu yang dianggap santai namun bisa mendapatkan IPK yang cukup tinggi.
Jaehyun juga tak lupa menceritakan masa kuliah dna masa magangnya dulu yang cukup rumit karena kliennya sedikit manja.
"Kamu kok gak ikutan jadi dokter kaya ayah kamu sih?" tanya Mina.
"Males, harus pinter. Lagian kata ayah juga keluarga kebanyakan profesinya yang berhubungan dengan medis, makannya aku disuruh kuliah yang beda. Biar beragam katanya." jelas Jaehyun panjang lebar.
"Tapi jadi pengacara juga harus pinter loh, Jae. Dan kamu berhasil jadi pengacara, berarti kamu pinter banget." tutur Mina.
"Gak banget. Tapi otak aku mecukupi lah buat jadi pengacara."
"Kok bisa sih lintas jurusan gitu. Kamu ipa, kan? Kok jadi masuk soshum wkwk." tanya Mina yang merasa lelaki disampingnya ini aneh memilih jurusan yang tidak sesuai dengan jurusan SMAnya.
Jaehyun pun ikut tertawa dengan pertanyaan Mina. Ia juga tak habis fikir mengapa bisa memilih hukum. "Aku tuh dari dulu emang gak minat masuk IPA. Dari dulu emang mau IPS. Gak tau tuh pas pengumuman kelas kok masuk ke IPA. Dan pas milih jurusan di jalur undangan aku pilih HI yang kedua hukum, dan masuknya malah hukum." Mina mengangguk mendengar cerita Jaehyun pas SMA dulu.
"Tapi kok dulu aku gak tau kamu ya pas sekolah. Tau pas reuni aja." Jaehyun yang saat ini masih terheran dengan ketidak tahuan Mina dulu.
"Iya bener, aku juga gak tau kamu. Dan sama banget taunya pas reuni."
Mereka melanjutkan cerita jaman dulunya, sambil sesekali tertawa kencang.
Vomment
KAMU SEDANG MEMBACA
WILL WE DIVORCE ? [✔]
RomanceWalau hati dan logika terus berkata untuk menetap, namun ego berbisik untuk meninggalkan. Tak ada yang siap untuk menghadapi perpisahan. Semuanya ingin tetap bersama seperti dulu. Namun kembali lagi pada ego. Memang pada dasarnya ego akan mengalah...