5. Bangku

119 13 0
                                    

"Hai teman-teman!!!" Teriak Kara dari ujung pintu kelas.

Sedikitpun suara tak terdengar dari para penghuni kelas yang tampak berjejer rapi di bangkunya. Ambisi berangkat pagi mereka adalah mengerjakan pr yang belum terselesaikan tadi malam. Ya, itu sebuah rutinitas yang mereka jalani setiap pagi.

"Yaelah, 2019 masih njaman ngerjain pr di sekolah?" Ucap Kara menyindir para teman temannya yang sedang menyiapkan seluruh kekuatan tangan untuk menulis.

"Lo kalau udah selesai mending kasih buku lo aja deh daripada ngomel-ngomel yang nggak jelas," sahut Zetta tiba tiba.

"Ih, ogah. Emang gue counter jawaban gitu?" Tanya Kara balik.

"Ya udah mending diem aja lu." Zetta mengakhiri.

Kara hanya mendesah pelan. Ia tak habis fikir dengan rutinitas yang selalu teman temannya itu lakukan.

Ia memilih untuk mencari tempat duduknya yang terletak di sudut kelas. Namun, ia tak kunjung menemukannya. Entah kondisi matanya yang perlu dibawa ke optik atau mungkin bangkunya benar benar tidak ada?

"Bangku gue rekreasi kemana aja nih? Kok nggak balik balik?" Tanya Kara heran.

"Diambil sama mbak mbak baju merah trus rambutnya panjang," saut Rafa di bangku depannya.

"Eh, Rafa. Sejak kapan di depan bangkunya Kara?"

"Sejak bapaknya khong guan ketemu, noh. Ya sejak kemarin!"

"Hah? Kapan? Kok kemarin Kara nggak liat ya pas Rafa ada di depannya Kara."

"Wah wah... kayaknya bener deh apa kata lo. Harusnya lo cek ke optik,"

"Uhmm.... yaudah deh nanti Kara ke optik, sama Rafa ya?"

"Hah? Ogah." Rafa membelalakkan mata.

"Please... yea! Oke deh! Rafa mau, makasihh!"

"Gue nggak bi..." jawab Rafa terpotong.

"Yea! Intinya nanti Rafa nganterin Kara ke optik!" Sahut Kara dibalas dengan raut wajah yang kacau dari Rafa.

Rafa hanya menghela nafas pelan. Ia tak tahu tindakan luar biasa apa lagi yang akan gadis itu lakukan.

"Oiya, mulai hari ini gue kan yang jadi ketua kelas nya?" Terang Rafa sedikit menyindir Kara.

"Iya. Trus?" Jawab Kara membuat Rafa kebingungan.

"Ya nggak papa. Ngingetin aja gitu."

"Ngapain diingetin? Kara nggak Amnesia, Raf. Lagian Kara nggak peduli sama yang kayak begituan. Ribet tau nggak."

"Ya udah deh, sulit ngomong sama anak kecil," ujar Rafa sedikit melirihkan suaranya.

"Apaa?!" Suara Kara naik satu oktaf.

"Nggak papa, Ra. Nggak papa."

"Kara punya telinga dan antena yang berkekuatan 4g Lte, lohh.."

Rafa menggelengkan kepala tak faham. Menurutnya, gadis ini luar biasa uniknya. Tak seperti gadis seumurannya yang lebih menjaga image dan pamor.

"Kenapa? Rafa tersepona dengan kecantikan Kara ya?"

"Gue ralat ya, Ra. Terpesona." Ucap Rafa seraya mengeja.

"Ya itulah. Sama aja. Rafa terpesona dengan kecantikan Kara kan?"

"Seketika gue mau ke kamar mandi, Ra. Mau muntah gue." Toyor Rafa ganas.

"Hihh... kalau mau ngomong, ngomong aja kali. Nggak usah malu malu." Kara menunjukkan sejumlah deretan giginya.

"Emang gue suka sama lo? Ih ge-er." Ujar Rafa berusaha untuk cuek.

ALTEREGOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang