Rafa mengemudikan motornya diatas kecepatan 80 km/jam. Ia tak peduli siapapun karena saat ini ia hanya ingin cepat cepat sampai ke rumah dan membaringkan tubuhnya. Tapi ada satu hal yang sedari tadi berputar di kepalanya. Gadis itu, Kara. Rafa meninggalkannya di sekolah sendirian. Di persimpangan itu Rafa memutar balik arah motornya.
Rafa mendaratkan motor di halaman sekolah yang tampak sepi. Ia menyusuri setiap lorong kelas dan koridor atas. Namun ia masih tak menemukan sosok gadis itu. Raut wajah Rafa menunjukkan rasa bersalahnya, ia kembali berlarian dengan nafas memburu.
Sampailah Rafa di rooftop. Angin yang kencang membuat rambutnya tertiup. Rafa menyapukan pandangannya dan menemukan seorang gadis yang tengah terdiam menatap kesunyian kota disana.
"Lo ngapain disini?" Tanya Rafa yang kini tengah mengambil tempat duduk yang tak jauh darinya lalu meletakkannya di sebelah Kara.
Kini Kara hanya terdiam. Dagunya terpaut pada kedua tangannya. Rambutnya yang panjang dan terurai membuatnya terlihat manis dan menggemaskan.
"Kara, gue tanya sama lo."
"Siapa peduli," Jawab Kara akhirnya.
Bukannya apa, tapi perempuan mana yang tak kesal jika ditinggal pulang seperti tadi.
"Jangan buat gue bingung karena sikap lo deh, Ra."
"Ya udah pergi aja sana, ngapain balik lagi."
"Gue nggak mau lo kenapa-napa, Ra."
Deg. Perasaan apa ini hingga bisa membuat tubuh Kara menghangat sesaat. Mungkin jika saat ini Kara tidak kesal dengan sikap Rafa mungkin saja dia sudah teriak-teriak seperti orang kurang waras.
"Apa peduli Rafa!"
"Gue temen lo, Ra. Ntar kalau lo kenapa kenapa gue juga yang dituntut sama bokap nyokap lo."
'Oh jadi karena gue temennya' batin Kara.
Kini Kara kembali termangu. Keduanya sama sama diam. Setelah apa yang Rafa katakan tadi, Kara sama sekali tak ingin menjawabnya.
"Ngeri gue disini, kek ngomong sama bocah indigo."
"Ha?" Kara merasa tak faham.
"Capek gue ngomong sama lo, nggak ngerti ngerti." Jawab Rafa yang lelah menanggapi Kara dengan sulit mencerna kata kata.
"Ya udah nggak usah ngomong sama Kara."
"Ngambek lagi, udah ayo pulang." Rafa menarik lengan Kara tanpa ingin tau jawaban Kara.
Rafa yang berpostur tinggi menarik Kara yang memiliki tinggi hanya sebahunya saja. Sampai di halaman Rafa menyeret motornya dan memakai helm. Merasa ada yang tak kunjung menaiki motornya membuat Rafa menoleh kebelakang.
"Cepetan naik!" Seru Rafa yang geram akan sikap Kara yang keras kepala.
"Nggak."
"Naik nggak!" Suara Rafa naik satu oktaf.
"Iya iya," sahut Kara ogah-ogah-an.
****
Siang itu, Jakarta tampak lebih panas dari biasanya. Rafa yang memang terbiasa berkeliling kota dengan cuaca panas pun terlihat biasa saja. Tapi tidak untuk Kara, dari tadi ia terus menerus bergerak di motor sehingga Rafa sedikit kehilangan keseimbangan.
"Lo bisa diem nggak sih, marmut."
"Marmut siapa? Aku?"
Rafa memutar bola mata nya konstan. Ia sebenarnya lelah harus menjelaskannya secara rinci pada Kara.
"Iya, elo."
![](https://img.wattpad.com/cover/178730930-288-k413163.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
ALTEREGO
Romance"Kita adalah berbagai serpihan luka yang tuhan coba tuk satukan. Kamu adalah rasa dan aku adalah rana. Apakah akan fana atau kita memang benar-benar bisa bersama?" Rafa. "Aku tak peduli ilusi. Aku juga tak ingin terlihat seperti halusinasi. Yang kui...