Seketika ruang UKS yang tampak sepi mendadak ramai karena kedatangan Kara yang sedang dibopong beberapa siswa laki-laki.
"Panggil dokter!" Seru Zetta meng-intruksi.
Seluruh pasang mata melihat kejadian itu di luar UKS melalui kaca. Untuk membubarkan hal tersebut, guru-pun menekan bel dengan waktu yang lebih cepat dari biasanya. Mereka-pun kembali dengan raut wajah yang masih penasaran dengan apa yang terjadi selanjutnya.
Dokter mulai memeriksa keadaan Kara dan mengeluarkan stetoskop dari tas kerja.
"Kara ini hanya kelelahan, fisiknya lemah. Apa dia sering pingsan seperti ini?" Tanya dokter pada siapapun yang ada di ruang UKS.
"Iya, dok. Dia memang sering pingsan," jawab Zetta yang memang diizinkan untuk menemani Kara.
"Dia hanya butuh istirahat yang cukup. Mungkin sebentar lagi, Kara akan sadar."
"Terimakasih, dok."
"Iya, sama-sama." sahut Dokter itu seraya meninggalkan ruangan.
Zetta merengsek duduk di sebelah tempat tidur Kara. Ia mengelus-elus tangan Kara dan berbicara pelan.
"Kara.. lo itu nggak perlu sampai pertaruhin nyawa lo demi Rafa. Dia nggak peduli sama lo. Lo nggak perlu seperti ini," isak Zetta.
"Udah, Ta. Jangan nangis mulu, ntar Kara bangun kok." Ucap Gerald mencoba menenangkan Zetta.
"Tapi.. gue masih ngerasa bersalah aja nggak bisa nge-jaga Kara dengan baik."
"Lo itu nggak salah, Ta."
"Ini semua gara-gara temen lo, Rafa! Coba kalau dia nggak pinjem tugasnya Kara. Semua ini nggak akan terjadi, Rald. Bahkan, apa dia mau tau sekarang Kara ada dimana, enggak kan."
"Tapi, Ta.." terpotong.
"Gue nggak mau tau, dia harus tanggung jawab." Sahut Zetta. "Gue minta tolong sama lo jagain Kara disini,"
"Zetta.." panggil Gerald mencoba menenangkan.
"Gerald.. please gue minta tolong sama lo," ucap Zetta beranjak dari kursi dan bergegas pergi menemui Rafa.
Gerald menggeleng pelan. Entah mengapa ia merasa ikut bertanggung jawab dalam hal ini, karena Rafa juga sahabatnya.
****
Lorong yang Zetta telusuri sejak tadi tak menampakkan sosok Rafa sekalipun. Ia terus menapakkan kaki-nya, sampai di suatu sudut sekolah, ia memberhentikan langkah.
"Rafa!" Teriak Zetta terlalu keras sampai membuat efek gaung di telinga.
Rafa pun menoleh dan menemukan Zetta yang berdiri dan menghadap ke arahnya. Wajahnya memerah dan Rafa sama sekali tidak tahu apa artinya.
"Wah wah wah! Bener-bener ya, lo. Jadi orang punya hati dikit, kek!"
"Maksud lo apaan? Gue nggak faham,"
"Nggak faham? Kara pingsan gara gara lo dan lo malah seenaknya pacaran sama perempuan sok kayak dia ini?" Cerca Zetta seraya menunjuk-nunjuk Shella yang kemudian naik pitam.
"Eh maksud lo apaan ngomong gue kayak gitu. Secara gue kan emang cantik, kaya, punya segalanya. Ya Rafa pasti mau dong sama gue. Beda sama anak cupu yang satu itu." Sahut Shella tak terima.
"Jaga omongan lo ya!" Teriak Zetta ikut tak terima mendengar sahabatnya di cela sedemikian rupa.
"Udah udah, cukup."
KAMU SEDANG MEMBACA
ALTEREGO
Romance"Kita adalah berbagai serpihan luka yang tuhan coba tuk satukan. Kamu adalah rasa dan aku adalah rana. Apakah akan fana atau kita memang benar-benar bisa bersama?" Rafa. "Aku tak peduli ilusi. Aku juga tak ingin terlihat seperti halusinasi. Yang kui...