8. Nisan

89 8 0
                                    

"Eitss.. mau kemana lo?" Raka menghentikan langkah Rafa

"Pulang," singkat Rafa kemudian melangkahkan satu kaki nya lagi.

"Kan gue udah bilang ikut," sahut Raka membuat langkah Rafa terhenti lagi.

"Males gue."

"Lagian lo mau pulang naik apa? Mobil lo kan disita sama papa."

"Papa lupa nyita mobil gue deh kayaknya, tuh buktinya." Sahut Rafa seraya menunjuk pada mobil yang masih ada pada pihak dirinya.

"Ah, biarin. Ikut gue aja!" Raka mengintruksi sambil menarik tangan sebelah kanan Rafa.

"Trus mobil gue gimana?"

"Tinggal aja, gampang. Ntar tinggal diambil, gitu aja ribet." Balas Rafa. "Udah intinya lo kudu ikut gue."

Rafa memutar bola mata dan memilih untuk menuruti apa yang dikatakan oleh kakaknya itu.

Mobil sport biru ferrari itu berhasil membuat beberapa orang mengedarkan pandangannya. Rafa merasa risih karena bagaimanapun ia juga menjadi pusat perhatian, terlebih semenjak kejadiannya bersama para penjahat itu.

"Apaan lo semua liat liat? Nge-fans bilang aja." Ucap Rafa pada semua orang yang melihatnya.

"Raff..." Raka menyikut Rafa kemudian masuk ke dalam mobil.

Dalam perjalanan, mereka melakukan aksi diam selama hampir setengah jam. Tak ada yang membuka suara. Entah karena malas atau lelah berdebat. Namun yang jelas mereka hanya terdiam sambil mendengarkan musik favorit yang di setel Raka.

"Lagu nya nggak ada yang lebih enak gitu?" Tanya Rafa akhirnya.

"Ini bagus, Raf."

"Jelek," Rafa merasa sensitif dengan lagu romantis.

"Bagus. Lagu romantis itu keren, Raf. Lo harus terbiasa dengerin."

"Keren apanya? Lagu romantis sama dengan lagu film horror. Ngeri tau nggak."

"Yaelahh, kapan lo mau coba nerima cinta di hati lo lagi, Raf."

"Kapan-kapan."

"Lo masih nggak bisa ngelupain Shella?"

Rafa menunduk lesu. Shella, gadis yang pernah masuk dalam dunia Rafa, meninggalkannya ketika Rafa kecelakaan. Bukannya menyemangati Rafa, Shella malah menjauh dan meninggalkan Rafa secara perlahan. Rafa telah menerima Shella dengan apa adanya namun kenyataannya Shella, bukan seperti Shella yang Rafa harapkan.

Rafa selalu heran, mengapa kakaknya ini selalu tahu rahasia hidupnya, padahal ia tak pernah menceritakan secuil kisah pun pada Raka.

"Move on, Raf!" Ucap Raka pada akhirnya.

"Gue terlalu bodoh sama yang namanya cinta," Rafa mengangkat kepala nya dan berusaha melihat jalan.

"Bukan lo yang bodoh, dia nya aja yang penghianat." Balas Raka membuat Rafa membelalakkkan mata.

"Belajar kata-kata darimana lo?"

"Gue paham juga lah, Raf. Dikit-dikit."

Rafa membuka kaca dan memilih untuk mematikan ac mobil. Ia meminta kakaknya untuk membuka kaca mobil bagian atas.

"Panas, Raf. Ngapain dibuka segala?"

"Lo itu kebanyakan ac jadi kulit lo sensitif, harus dibiasain sama sinar matahari. Kayak gue nih,"

"Kulit gue kebakar, pintar. Enggak ah enggak.. tutup semua kaca nya."

"Enggak. Sekali gue bilang enggak ya enggak."

ALTEREGOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang