"Kalau makan hati-hati. Tuh kan coklatnya sampai mana mana,"
"Ha?" Kara yang tak faham apa yang Rafa maksud pun mencoba untuk mencerna kata kata.
"Ini tissu. Lap aja sendiri," ucap Rafa seraya menyodorkan beberapa lembar tissu.
"Nggak ada romantis romantisnya." Kara menghela nafas panjang.
"Emangnya gue siapa Lo."
Kara memutar bola mata nya konstan. Ia sudah lelah menghadapi Rafa yang tak pernah mengakui nya sebagai pacar.
"Yaudah, ayo pulang!" Ajak Kara.
"Tadi makan apa balapan? Cepet amat?"
"Ya udah sih, ayo pulang!" Kara menyeret tangan Rafa keluar dari kedai itu.
Rafa mengedarkan pandangannya kemudian menghirup nafas panjang panjang, ia memang selalu suka udara di dekat rumah Kara. Sejuk dan menenangkan.
"Ayo Rafaa.. lama banget,"
"Bentaran napa, nggak sabaran banget."
"Ya emang, orang Kara pengen pulang, kalau ditungguin bunda gimana coba?"
Rafa terdiam sejenak. Ia memperhatikan perkataan Kara barusan.
"Bunda lo, nungguin lo pulang?" Rafa bertanya-tanya.
"Ya kalau kerjaan bunda di kantor udah beres biasanya bunda pulang cepat, trus nungguin Kara pulang sekolah. Emang kenapa?" Tanya Kara melankolis.
"Nggak papa. Salut aja, udah capek capek kerja masih mikirin anaknya udah pulang apa belum."
"Ya iya dong. Kara kan ngangenin. Ya udah yuk pulang."
"Iya iya," pasrah Rafa.
****
Motor Rafa yang terdengar menderu membuat Ira melihat ke jendela. Ia menggelengkan kepala melihat anaknya yang belum pulang sedari tadi.
Kara turun dari motor dengan melompat. Alhasil, lututnya pun berhasil mencium tanah dengan sukses.
"Aww.."
Rafa terkejut mendengar teriakan Kara. Ia pun langsung turun dari motor.
"Kara! Kan udah gue bilang berulang kali, kalau turun hati hati. Keras kepala!"
"Iya, iya, Kara salah. Maafin Kara ya, selalu ngerepotin Rafa?"
"Ya emang lo selalu ngerepotin gue, udah sekarang masuk ke rumah."
"Gendong," Kara membuat puppy eyes yang membuat Rafa bergidik ngeri melihatnya.
"Harus?" Tanya Rafa dengan menaikkan sebelah alisnya.
"Rafaa.." rengek Kara membuat Rafa merasa terusik.
"Iya, iya, ntar gue dikira uji coba kekerasan pada anak dibawah umur lagi."
"Kara udah besar, Rafa!" Teriak Kara tak terima.
"Terserah Lo.." ucap Rafa sambil membopong Kara sampai ke dalam rumah Kara.
****
Melihat Kara yang berjalan tergopoh-gopoh membuat Ira terkejut. Apalagi melihat ada Rafa yang sedang berdiri di sebelahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALTEREGO
Romance"Kita adalah berbagai serpihan luka yang tuhan coba tuk satukan. Kamu adalah rasa dan aku adalah rana. Apakah akan fana atau kita memang benar-benar bisa bersama?" Rafa. "Aku tak peduli ilusi. Aku juga tak ingin terlihat seperti halusinasi. Yang kui...