6. Motor

96 9 0
                                    

Motor sport merah itu mengelilingi kota dengan kecepatan sedang. Rafa berusaha mengimbangi cuaca dan angin yang bergerak lambat.

"Rafa.." Kara memanggil Rafa lirih.

"Hm.." singkat pria itu berusaha fokus pada jalan.

"Rafa itu nama panjangnya siapa sih?"

"Bukannya lo udah tau pas gue perkenalan di kelas waktu itu?"

"Nggak jelas, Rafa." Kara berdecak pelan.

"Lo nggak perlu tau."

"Ya Kara wajib tau lah,"

"Apa hak lo?"

"Kan Kara pacarnya Rafa."

Rafa menggeleng tak faham. Ia memikirkan hal apa yang terjadi jika ia meng-iya kan pernyataan Kara.

"Lo mau tau nama panjang gue?" Sahut Rafa berusaha menghilangkan ilusi.

"Iya,"

"Tu, cari di tanah. Siapa tau nama gue lagi dipinjem sama cacing." Ucap Rafa berusaha melawak.

"Ihh... Kara serius, Rafa." Sahut Kara membuat motor tak seimbang untuk beberapa detik.

"Rafasya Alvaro Mahardhika," jawab Rafa berusaha membuat motornya dalam kondisi baik baik saja. "Itu nama gue."

"Oh..."

"Cuman tanya itu aja?"

"Iya,"

"Hmm...." Rafa berdecak lirih.

"Kenapa? Rafa mau ditanyain apalagi sama Kara?"

"Nggak ada,"

"Ehm... Rafa punya mantan?"

Rafa terdiam untuk beberapa saat. Ia tak menjawab sedikitpun pertanyaan Kara. Ia rasa ia benar benar tak ingin menjawabnya.

"Rafa?" Tanya Kara.

"Cukup! Jangan tanya gue masalah itu!" Teriak Rafa membuat Kara terkejut.

"Kenapa Kara nggak boleh ta.." ucap Kara terpotong.

"Intinya lo jangan pernah tanya soal ini lagi ke gue!"

"Iya," Kara menghembuskan nafas pasrah.

Kara tak tahu apa yang harus ia lakukan sekarang ini. Ia berusaha memberi jarak pada tubuhnya dan juga tubuh Rafa. Berharap Rafa akan lebih baik jika ia sedikit menjauh dari Rafa.

Rafa memandang wajah pucat Kara dari spion. Tampaknya gadis itu benar benar merasa bersalah sampai ia berusaha menjauh dari Rafa.

"Rafa, langsung ke rumah Kara aja. Nggak usah ke optik."

Rafa masih terdiam. Ia tak ingin ambil pusing dan berusaha menuruti apa yang telah Kara katakan.

****

Sore telah berganti malam..

Rumah minimalis bernuansa coklat klasik itu menyambut kedatangan mereka. Tak terlalu mewah namun ideal untuk ditempati keluarga kecil seperti keluarga Kara.

Kini, Kara yang dibuat pusing. Ia memikirkan kata-kata apa yang bisa mewakili permintaan maaf nya.

"Rafa marah ya sama Kara?"

Rafa hanya terdiam memandang speedometer yang terpampang jelas di hadapannya. Tatapannya yang dingin dan penuh dengan ambisi, tak bisa dimengerti oleh seorang gadis polos seperti Kara.

ALTEREGOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang