"Kara.."
Rafa memandangi setiap detail wajah Kara yang teduh dan menenangkan. Rambutnya terlihat acak-acak-an, lsedikit semi sedikit Rafa berusaha merapikannya.
'Cantik," batin Rafa.
"Eh gue ngomong apaan sih! Jangan sampai gue suka sama Kara." gertak Rafa pada dirinya sendiri.
Beberapa menit setelahnya, tangan Kara bergerak dan ia membuka matanya. Tampak Rafa yang sedang tidur di sebelahnya. Kemungkinan ia sedikit lelah berlari-lari tadinya.
"Rafa?" Ucap Kara terbata-bata sekaligus tak percaya.
Rafa masih terlelap dalam dunia fantasinya, membuat Kara tak tega untuk membangunkannya.
"Enak ya jadi Shella, udah diacuhin sama Rafa pun, dia tetep bisa deket sama Rafa." Rutuk Kara. "Lah coba aku, palingan juga siapa."
"Ra.." panggil Rafa kemudian. "Maafin gue ya,"
Kara yang tak tau ingin menjawab apa kemudian terdiam. Bukan karena ia yang tak ingin menjawab permintaan maaf dari Rafa, namun ia lebih khawatir dengan kata kata yang ia ucapkan saat ia mengira bahwa Rafa sedang tertidur. Apakah Rafa mendengarnya?
"Ra.. maafin gue" panggil Rafa sekali lagi seraya menaikkan kepala.
"Buat apa?" Tanya Kara yang fikirannya masih kacau.
"Kalau gue nggak pinjam tugas lo tadi, mungkin lo nggak bakal kayak gini."
"I, iya." Jawab Kara yang malah merasa kasihan dengan Rafa.
"Lo mau kan maafin gue?"
"Rafa nggak salah, yang salah itu Kara, suruh hormat ke tiang bendera aja langsung pingsan."
"Ra, berhenti nyalahin diri lo sendiri. Ini salah gue, gue yang salah."
Kara memilih diam. Ia sedikit merasa bahwa ia telah dibela dengan seseorang yang ia sukai. Namun, di satu sisi ia juga cukup sadar diri.
"Nanti lo pulang naik apa?" Tanya Rafa pada Kara yang masih memandangi langit langit ruang UKS.
"Dijemput,"
"Bilang sama yang jemput lo, kalau lo bareng gue." Ucap Rafa kemudian.
"Ha? Gimana? Kara nggak salah denger?" Sahut Kara yang masih tak percaya.
"Enggak,"
"Beneran ya? Ntar Kara malah ditinggal lagi."
"Iya."
"Beneran loh.."
"Udah diem titisan bunglon!"
Kara memejamkan matanya dan mulai membayangkan tingkah Rafa yang seromantis ini padanya.
"Eh lo jangan senyum senyum sendiri ya," usik Rafa yang meruntuhkan imajinasi yang telah Kara susun sedemikian rupa.
"Iya deh,"
"Ntar kalau masih senyum senyum sendiri, bukannya gue anter ke rumah lo tapi gue anter ke rumah sakit jiwa, mau lo?
"Enggak,"
"Ya udah diem. Gue mau ke kelas dulu, ini buku lo yang gue pinjem tadi. Makasih," ujar Rafa tanoa rasa bersalah.
"Eh trus, Kara ditinggal sendirian gitu?" Tanya Kara heran.
"Lo umur berapaan sih?"
"16, Desember besok jadi 17."
"Emang gue tanya kapan ulang tahun lo? Enggak kan. Lagian udah gede lo, ngapain juga gue nungguin lo,"
KAMU SEDANG MEMBACA
ALTEREGO
Romance"Kita adalah berbagai serpihan luka yang tuhan coba tuk satukan. Kamu adalah rasa dan aku adalah rana. Apakah akan fana atau kita memang benar-benar bisa bersama?" Rafa. "Aku tak peduli ilusi. Aku juga tak ingin terlihat seperti halusinasi. Yang kui...