Pukul 8 kurang lima belas menit aku sudah sampai di TK Al-Falah. Sebuah TK yang berada di kawasan kota Bandung.
Ketika aku melangkah masuk ke dalam area sekolah ini, aku sudah disuguhi oleh teriakan-teriakan khas anak TK.
Aku tersenyum sopan kepada orang tua murid yang tak sengaja bertemu pandang denganku. Rasanya aku terlalu asing berada di sini. Rasa tak nyaman mulai menguasai diriku. Harus bagaimana ini?
Huft, tenang, Evren. Tarik napas. Lalu embuskan.
“Eh, Evren, ayo masuk sini.” Aku bernapas lega saat Kak Ayu yang tiba-tiba ada di sampingku, mengajakku masuk ke dalam kelas.
“Dari tadi, Ev?” tanya Kak Ayu.
“Baru aja, Kak.”
Kak Ayu ini adalah temanku. Dia sudah menikah. Aku mengenalnya sudah cukup lama, kurang lebih ada tiga tahun. Aku pun bisa mengajar di sini karena diberi informasi olehnya.
Kak Ayu membawaku ke sebuah ruangan yang di dalamnya terdapat 4 orang ibu-ibu muda. Mereka semua tersenyum saat melihat ke arahku dan Kak Ayu.
“Wah Evren, apa kabarnya?” tanya Bu Yuli—kepala sekolah di sini. Dia beranjak dari duduknya, dan mendekat ke arahku.
“Alhamdulillah baik, Bu.”
“Syukurlah ... Jadi, ini Evren yang akan mengajar di sini juga ibu-ibu. Masih muda kan? Masih single juga, lho.”
Aku terkekeh kecil mendengar ucapan Bu Yuli. Dia memang ramah sekali. Kulihat ketiga ibu-ibu yang lainnya pun ikut terkekeh, begitu juga dengan Kak Ayu yang masih berdiri di sampingku.
Fyuh, sepertinya di sini memang aku yang sangat muda diantara mereka. Atau memang aku sendiri yang belum menikah.
“Jadi Evren akan mengajar di kelas A bersama Bu Ayu. Semoga Bu Evren betah ya,” ujar Bu Yuli.
“Aamiin, Bu.”
Tepat pukul 8, suara bel berbunyi nyaring. Tanda pembelajaran akan segera dimulai.
Bu Yuli memberi instruksi kepada semua anak-anak untuk berbaris di depan teras. Mereka berbaris sesuai kelas mereka masing-masing.
Aku berdiri bersama Bu Yuli di depan anak-anak. Rasa gugup itu mulai muncul kembali. Oh ayolah, Ev, mereka itu anak-anak, kamu tidak perlu merasa gugup seperti ini. Iya kamu pasti bisa.
“Assalamualaikum anak-anak,” ucap Bu Yuli saat semua anak-anak sudah berbaris rapi.
Mereka menjawab salam dengan kompak. Membuatku tersenyum dibuatnya.
“Anak-anak, kita kedatangan bu guru baru. Namanya Bu Evren. Ayo bilang, assalamualaikum, Bu Evren.” Bu Yuli memberi instruksi kepada anak-anak supaya mengikuti ucapannya.
“Assalamualaikum, Bu Evren.” Mereka semua dengan gemasnya mengikuti instruksi dari Bu Yuli.
“Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh,” jawabku tak bisa menyembunyikan senyum lebarku.
Rasanya benar-benar bahagia ketika diterima di tengah-tengah mereka. Mungkin aku terlalu berlebihan, tapi memang begini kenyataannya, aku bahagia bisa berada di sini.
“Gimana, Bu Evren cantik tidak?” tanya Bu Yuli lagi kepada anak-anak.
“Cantiiiikk, Bu.”
Refleks aku terkekeh mendengar jawaban mereka. Sungguh, aku merasa senang berada di sini.
Setelah perkenalan singkat itu, Bu Yuli menyuruh anak-anak untuk segera masuk ke dalam kelas.
Aku dan Kak Ayu masuk ke dalam kelas A. Yaitu kelas untuk anak-anak yang baru saja masuk TK.
Di dalam kelas, Kak Ayu menyuruh anak-anak untuk membaca surah Al-Fatihah, kemudian dilanjut dengan surah An-Nas, Al-Falaq dan Al-Ikhlas. Setelahnya mereka membaca doa mau belajar.
Kukira seusai itu akan langsung masuk ke pembelajaran, tapi ternyata salah. Sebelum belajar mereka diharuskan untuk menyanyikan lagu-lagu yang dikhususkan untuk anak TK.
Kesanku di hari pertama mengajar yaitu terasa menyenangkan. Meskipun anak-anak di sini masih belum bisa berinteraksi dengan baik bersamaku. Maklum saja, mereka baru pertama kali bertemu denganku. Jadi tidak aneh jika mereka merasa tak nyaman.
***
Pukul setengah 12, anak-anak sudah bubar. Kawasan TK sudah sangat sepi. Hanya ada guru-guru yang masih mengobrol di depan kelas.
“Sudah mau pulang, Bu Evren?” tanya Bu Yuli saat aku sudah memakai masker untuk menutupi mulut dan hidungku.
“Iya, Bu.”
“Ya udah, hati-hati ya.”
Aku berpamitan kepada guru-guru yang lain, karena di sini hanya aku saja yang jarak rumahnya tidak dekat dengan kawasan TK. Kak Ayu pun rumahnya dekat dengan sekitaran sini.
Aku berjalan menuju parkiran, dan langsung menaiki Bronson. Tidak langsung menyalakan mesin, melainkan bercermin terlebih dahulu di kaca spion. Memakai helm dengan rapi supaya tidak membuat hijab jadi berantakan.
“Awal yang baik, Bronson. Semoga kamu tidak bosan menemani perjalananku.”
Setelah siap, aku mulai menyalakan mesin motor. Melajukan si Bronson keluar dari kawasan TK Al-Falah.
“Hari sudah siang ibu guruuu.. Pulang sekolah karena waktu.. Selamat siang, selamat siang, kini kami kan pulaaangg..” Tanpa sadar aku bersenandung lagu 'Hari Sudah Siang', lagu yang ketika akan pulang sekolah selalu dinyanyikan oleh anak-anak. Padahal baru sekali aku mendengar lagu ini, tapi entah mengapa sudah bisa terekam diingatanku. Ya walau hanya masih sedikit.
Ketika sedang asyik bersenandung, tiba-tiba sebuah motor menyalipku dari samping kiri, membuatku terkejut bukan main. Si pengendara yang menyalip, tanpa rasa bersalah terus melajukan motornya tidak memedulikanku yang kini sudah menghentikan si Bronson di pinggir jalan.
Yang sangat membuatku terkejut itu adalah suara knalpot motornya yang benar-benar membuat telinga sakit.
Aku melepas helm dan masker. Menghirup oksigen sebanyak-banyaknya.
“Kamu gak papa, kan?”
Tiba-tiba seorang pria ikut menepikan motornya di pinggir jalan. Dia mendekat ke arahku, membuatku refleks menjauh dua langkah darinya.
Aku menggeleng sambil menatapnya dengan tatapan aneh. “Kenapa memangnya?” tanyaku.
“Tadi kamu hampir keserempet motor kan?”
“Hm.”
“Tadi itu saya lagi ngejar motor itu, soalnya dia nyopet dompet temen saya.”
“Oh begitu, ya udah kita kejar lagi copetnya. Dasar ya, udah mah nyopet, eh mau bikin orang celaka lagi,” cerocosku.
Pria di sebelahku tiba-tiba terkekeh, membuatku menatapnya dengan tatapan bingung. “Kenapa?”
“Copetnya udah jauh. Ya kali kita bisa ngejar.”
Benar juga.
“Mau minum gak? Kayaknya kamu masih syok deh. Saya beliin minum ya?” tawarnya.
Aku menggeleng tanda tak mau. Ditawari sesuatu oleh orang yang belum kukenal sama sekali harus dihindari. Apalagi ditawari sebuah minuman. Kita tidak tahu isi hati seseorang, jadi harus berjaga-jaga.
Tapi, tetap saja tidak baik berburuk sangka kepada orang lain. Ah, sudahlah.
“Perkenalkan nama saya Azril. Mbak gak usah takut sama saya, saya orang baik kok.” Pria itu tersenyum lebar.
Aku memakai kembali masker dan helmku. Menaiki motor dan mulai menyalakan mesinnya.
“Evren,” ucapku pada pria itu sebelum pergi meninggalkannya.
***
A/n;
Assalamualaikum.
Apakah ada yg menunggu cerita ini?
Gimana dengan part pertama?
Semoga suka😊Jangan lupa tinggalkan vote & komentarnya!
Salam sayang,
Nidiasfitaloka❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Halal With You
SpiritualJangan pernah mencoba mengetuk pintu hati seorang perempuan jika kau tak pernah ada niat untuk serius. *** Evren Rubina Alzan. Seorang gadis muda yang selalu menjaga jarak dengan pria yang mencoba mendekatinya. Bukan tanpa alasan Evren seperti itu...