22. Quality time

1.4K 122 2
                                    

Evren

Tepat satu bulan pernikahanku dengan Mas Azril. Aku baru bisa memberikan hak Mas Azril sebagai suamiku. Sebenarnya Mas Azril tidak memaksa jika aku belum siap. Tapi, sampai kapan dia akan menungguku untuk siap. Jadi, semalam aku memutuskan untuk memberikan hak itu pada suamiku.

Pagi ini, semuanya terasa berbeda. Perasaan canggung menguasai kami berdua saat sedang sarapan. Tapi Mas Azril mencoba untuk bersikap biasa saja, walau aku bisa melihat dengan jelas bahwa dia benar-benar seperti sangat gugup.

“Makin enak saja masakanmu, Dek,” ujar Mas Azril saat dia sudah selesai menghabiskan sarapannya.

“Ah, Mas bisa aja,” balasku.

Setelah kami selesai sarapan, aku langsung mencuci piring bekas makan. Sedangkan Mas Azril memilih untuk menonton. Memang, hari ini hari Minggu. Aku dan Mas Azril memutuskan untuk bersantai saja di rumah.

Tapi, jika suasananya menjadi canggung seperti ini, aku harus bersikap bagaimana?

Usai mencuci piring, aku bingung sendiri. Apakah aku harus menemani Mas Azril yang sedang menonton atau melakukan aktivitas lainnya? Ah, aku benar-benar tidak menyukai suasana seperti ini.

Dengan keberanian yang sudah kukumpulkan, akhirnya aku memilih menemani Mas Azril saja di ruang keluarga. Ternyata dia sedang menonton acara kartun. Meski sudah dewasa, tetapi kami berdua masih menyukai film atau pun serial kartun.

Aku duduk di sebelah Mas Azril. Dia tersenyum padaku.

Awkward banget ya, Dek.”

“Hm, iya, Mas.”

“Udah ya, jangan kayak gini. Gak nyaman banget. Kita bersikap seperti biasa saja.”

Kalau bisa sih, aku ingin bersikap biasa saja. Tapi, bagaimana pun juga, rasa canggung itu seolah menguasiku.

“Hehe, iya, Mas.” Hanya itu yang bisa kujawab.

Ayolah, Ev. Hal seperti itu seharusnya sudah biasa untuk pasangan suami-istri. Apalagi kami berdua yang sudah menikah selama satu bulan. Ah, tapi tetap saja. Inikan pertama kalinya bagiku. Jadi maklum saja jika aku merasakan perasaan seperti ini.

Mas Azril menggenggam tanganku. Dia menatapku dengan tatapan tenangnya. Setelahnya, Mas Azril mengecup tanganku dengan sayang.

“Mas sayang banget sama Adek,” ucap Mas Azril setelah melepaskan tanganku dari bibirnya.

Ini bukanlah pertama kalinya Mas Azril menyatakan ungkapan sayang, tapi entah mengapa aku selalu dibuat berdebar saat dia mengatakan hal tersebut. Ditambah pipiku ini selalu memanas. Ah, Mas, aku pun sangat menyayangimu. Aku berharap bisa menjadi istri yang baik untukmu.

“Begitu pun aku, Mas.”

Tangan Mas Azril tergerak mengusap-usap kepalaku. Kemudian dia membawaku ke dalam dekapannya. Lagi dan lagi, aku sangat nyaman mendengar detakan di dada Mas Azril setiap kali kepala ini bersandar di dadanya.

“Dek?” tutur Mas Azril.

“Iya, Mas?” sahutku sembari melepaskan tubuhku dari pelukannya.

“Mas, gemes banget sama kamu.” Mas Azril menyubit pipiku dengan gemas. Entahlah, Mas Azril jadi hobi sekali menyubit pipiku ini.

“Sakit tau, Mas. Rese banget sih.” Aku pura-pura ngambek. Tapi, jujur saja, kali ini cubitannya cukup membuat pipiku sedikit sakit.

“Uh, mana yang sakit. Sini Mas tiupin.”

Mas Azril meniup pipiku. Namun setelahnya, dia langsung mengecupnya. Nah, kan, dia memang benar-benar resek. Tapi meskipun begitu, aku sangat menyayanginya. Love you, Mas.

Halal With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang