Aku terbangun dari mimpi indahku. Saat mata ini terbuka sempurna, aku melihat Mas Azril yang sedang duduk di sisi ranjang.
“Mas...” panggilku.
“Sudah bangun, Dek?”
“Jam berapa ini?”
“Jam enam. Kamu nyenyak sekali ya tidurnya, pasti mimpi indah kan?” Mas Azril terkekeh.
“Maaf ya aku kesiangan bangunnya, sampai gak sempet nyiapin kamu buat shalat subuh,” lirihku merasa bersalah.
“Gak pa-pa, Dek. Mas bisa sendiri. Lagian Mas ngerti, kamu pasti kelelahan,” sahutnya. “Ya sudah, bangun ya. Kamu mandi sana. Sudah cukup kan tidurnya?”
“Sudah, kok, Mas.” Aku mengubah posisi menjadi duduk. Masih belum sepenuhnya nyawaku terkumpul.
Saat dirasa sudah cukup, aku bangun, membereskan tempat tidur sebelum berlalu ke kamar mandi.
Benar kan, saat mata ini terbuka, orang yang pertama kali kulihat adalah Mas Azril. Dia sangat setia menemaniku hingga aku terbangun. Ah, atau mungkin itu karena dia tidak tahu harus melakukan aktivitas apa. Pasti dia belum terbiasa dengan suasana rumahku.
Sehabis mandi, aku ke luar dari kamar mandi, yang otomatis langsung masuk ke kamar.
“Aaaaa...”
Aku menjerit saat melihat Mas Azril masih berdiam diri di atas ranjang. Aku kaget, sungguh kaget dan malu. Bagaimana tidak, saat ini aku hanya memakai handuk saja. Sebelum masuk kamar mandi, aku lupa membawa baju ganti. Karena memang, kebiasaanku selalu seperti ini. Maklum, aku belum terbiasa, jika sekarang penghuni kamarku bukan hanya diriku saja.
“Mas, ngapain masih di sini?” tanyaku sembari ngacir lagi ke kamar mandi.
“Nungguin kamu, Dek.”
“Aku sudah selesai mandi. Sekarang Mas ke luar dulu sana. Aku mau pakai baju,” kataku dengan nada yang masih gemetaran.
“Oke, Dek. Maaf ya. Mas kira kamu bakalan ganti baju di kamar mandi.”
Setelah selesai mengatakan itu, terdengar suara pintu kamar ditutup. Itu tandanya Mas Azril sudah ke luar dari kamar. Aku mengembuskan napas lega.
Memang, Mas Azril sudah resmi menjadi suamiku. Tapi tetap saja aku masih belum terbiasa dengannya. Harusnya aku santai-santai saja saat ke luar dari kamar mandi hanya menggunakan handuk. Namun, kembali lagi, aku belum terbiasa, itu karena pernikahan kami belum lama terjalin. Jadi, wajar bukan jika aku masih merasa canggung?
Selesai memakai pakaian santai, aku ke luar dari kamar. Berjalan menuju ruang keluarga. Di sana ada Mas Azril yang sedang menonton televisi.
“Mas, sudah makan belum?” tanyaku sambil mendudukan diri di samping Mas Azril.
“Belum, Dek. Mas nunggu kamu.”
“Ya sudah, yuk makan.”
Aku dan Mas Azril berlalu menuju ruang makan. Di sana ada Mama yang sedang menyiapkan sarapan. Padahal aku berharap akulah yang menyiapkan sarapan, namun ternyata aku bangun kesiangan.
“Eh, sudah bangun ternyata kamu, Ev,” ujar Mama.
“Maaf ya, Ma, Evren bangunnya kesiangan, hehe.”
“Gak pa-pa kok, Ev.”
Fachri datang, anak itu ikut mendudukan diri di sebelahku. Dia sudah rapi dengan pakaian putih birunya. Sekarang adalah hari Senin. Tumben sekali dia telat, biasanya jika pukul setengah 7 seperti ini dia sudah berangkat, ini malah baru mau sarapan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Halal With You
SpiritualJangan pernah mencoba mengetuk pintu hati seorang perempuan jika kau tak pernah ada niat untuk serius. *** Evren Rubina Alzan. Seorang gadis muda yang selalu menjaga jarak dengan pria yang mencoba mendekatinya. Bukan tanpa alasan Evren seperti itu...