25. Luka

1K 116 34
                                    

Saat sudah selesai mengajar, dan anak-anak sudah bubar, aku mengirim pesan ke Mas Azril, mengatakan bahwa aku harus segera dijemput. Tapi, setelah beberapa menit kemudian, aku belum juga mendapat balasan.

Aku masih menunggu di area sekolah. Kebetulan rumah Bu Yuli bersebelahan dengan kawasan TK, jadi gerbang TK masih belum dikunci. Tadinya Bu Yuli menawarkan aku untuk mampir terlebih dahulu ke rumahnya, tapi aku sudah bilang duluan, bahwa suamiku sedang di jalan akan menuju kesini. Namun buktinya, Mas Azril bahkan sama sekali belum membaca pesanku.

Adzan Dzuhur sudah berkumandang, membuatku benar-benar gelisah. Aku menatap masjid yang jaraknya berseberangan dengan TK. Lebih baik aku shalat terlebih dahulu, setelah itu aku pulang menggunakan ojek online saja.

Selesai shalat, aku segera memesan ojek melalui ponsel, rasanya benar-benar kecewa saat dipermainkan seperti ini. Bukankah tadi pagi Mas Azril bilang, jika dia akan menjemputku saat sudah selesai mengajar. Sangat ingkar sekali dia.

Selama perjalanan, tidak henti aku merapalkan pikiran positif, membuang jauh-jauh pikiran negatif terhadap suamiku. Tetapi, tetap saja, rasanya sulit untuk berpikir baik-baik saja.

Sesampainya di rumah, aku merasakan tidak ada kehidupan di dalamnya, hening, Mas Azril sepertinya memang belum pulang ke rumah. Bahkan saat tadi aku melewati bengkelnya, aku sama sekali tidak melihat Mas Azril di sana. Kemana suamiku itu sebenarnya?

Setelah mengganti dengan pakaian santai, aku merebahkan diri di atas ranjang. Menghirup oksigen sebanyak-banyaknya. Mataku menatap langit-langit kamar. Berpikir mengapa akhir-akhir aku merasakan ada sesuatu yang aneh.

Aku mengirim pesan lagi kepada Mas Azril. Kali ini mengirim pesan sebanyak-banyaknya. Saat tak kunjung dapat balasan juga, akhirnya aku menelepon suamiku itu. Tapi tetap saja, tidak ada balasan. Dia tidak mengangkat teleponku.

“Kamu menyebalkan, Mas. Beneran deh.” Aku menggerutu kesal.

Bagaimana tidak kesal, suamiku itu ingkar janji padaku, dia tidak menepati janjinya untuk menjemputku. Belum lagi dia tidak ada kabar sama sekali. Oh, apakah kali ini Mas Azril pergi lagi bersama Resya? Kalau iya, aku benar-benar kecewa padanya.

Tanganku tergerak membuka instagram, melihat kembali akun Resya. Aku bimbang saat akan melihat story-nya. Kalau membukanya, nanti ketahuan jika aku stalking padanya. Lebih baik aku tidak usah ingin tahu.

Tapi saat akan keluar dari akun Resya, entah mengapa, tidak sengaja aku malah membuka story-nya. Padahal aku benar-benar sudah ingin keluar dari akun perempuan itu. Dan sudahlah, tanggung juga. Dia hanya mengunggah dua buah foto. Foto pertama yaitu dia memotret makan siangnya secara estetik, dan foto kedua, foto sebuah tangan memakai arloji hitam. Seketika hatiku berdebar tak keruan.

Itu arloji milik Mas Azril.

Apa yang sedang mereka lakukan? Aku sangat mengenal arloji tersebut, tidak mungkin salah. Jadi, Mas Azril sedang bersama Resya? Jadi, itu alasan dia tidak menjemputku?

Ah tidak, tiba-tiba kedua mataku memanas dan mulai mengeluarkan air. Rasanya menyesakkan sekali. Oh, seperti ini rasanya dikhianati.

Aku keluar dari aplikasi instagram, kemudian menelepon suamiku itu. Namun, tetap saja, panggilanku tidak ada jawaban sama sekali.

Jika benar yang ada di foto tersebut adalah tangan Mas Azril, aku benar-benar kecewa. Aku tidak tahu akan melakukan hal apa andai Mas Azril pulang ke rumah. Apakah aku harus marah, berteriak padanya, menangis, atau hanya diam saja?

Setelah sedikit tenang—tapi tetap saja pada kenyataannya tidak bisa tenang, aku membuka kembali instagram, berniat melihat story Resya lagi, kemudian aku harus men-screenshot foto tangan tersebut. Tetapi, saat aku mencari akun Resya, tiba-tiba akun tersebut tidak ada. Padahal jelas sekali tadi masih ada.

Aku tertawa sumbang, saat menyadari jika aku sudah diblokir. Ingin rasanya mengumpat, tapi tentu saja tidak kulakukan karena itu bukan hal yang baik.

“Kesel, kesel, kesel!” teriakku tidak tertahan. Bagaimana bisa tahan saat mengetahui jika sang suami sedang bersama perempuan lain.

Aku tidak menyangka perempuan itu akan cepat-cepat memblokirku, mungkin karena aku sudah melihat isi story-nya, dan dia merasa diintai olehku. Apalagi saat dia sadar jika story tersebut berisi suami orang. Sangat tidak memiliki perasaan. Padahal jelas-jelas dia tahu jika aku dan Mas Azril sudah menikah.

Dan Mas Azril, apakah dia tidak merasa bersalah telah melakukan hal ini padaku? Apakah tidak terlintas dalam pikirannya saat sedang bersama perempuan lain, sedangkan disini sang istri sedang menunggu kabar dan kepulangannya.

Ckck, aku benar-benar tidak habis pikir dengan mereka berdua.

***

Waktu menunjukkan pukul 8 malam. Di luar hujan sangat deras, namun Mas Azril belum juga pulang ke rumah.

Oh, ayolah, sekarang aku tidak bisa berpikir jernih. Apa yang mereka lakukan sampai-sampai suamiku itu belum kunjung pulang juga.

Berulang kali aku menghubungi Mas Azril, tapi tetap saja tidak ada jawaban. Malah saat ini nomor Mas Azril tidak aktif. Apakah ponselnya mati, atau sengaja dia matikan agar aku tidak terus-terusan menghubunginya. Entahlah.

Aku merebahkan tubuhku di ranjang dengan gulungan selimut tebal. Malam semakin terasa dingin. Biasanya jika ada Mas Azril, suamiku itu akan memeluk tubuhku hingga rasa dingin itu tergantikan dengan perasaan hangat yang bahkan sulit untuk kuungkap dengan kata-kata. Hangat yang tidak biasa. Tapi sekarang, selimut tebal ini rasanya tidak cukup untuk menghangatkan tubuhku. Ada yang kurang. Mungkin karena tidak ada hadirnya Mas Azril disini.

Memikirkan Mas Azril benar-benar menguras emosiku. Pikiran-pikiran buruk itu terus berkecamuk di dalam diri ini.

Ah, sudahlah, mungkin ini sudah saatnya aku tidur dan berhenti sejenak memikirkan hal yang mungkin akan menyakitiku. Ya, lebih baik segera tidur, mengistirahatkan tubuh dan pikiranku.

Tapi, sebelum tidur bolehkah aku menyatakan suatu hal yang mungkin akan membuatku terlihat seperti orang bodoh?

Ya, jujur, aku sangat merindukan Mas Azril. Aku merasa kehilangan saat suamiku itu tidak ada di sisiku.

***

Assalamualaikum.

Masih ada yang nunggu cerita ini?
Kalo ada alhamdulillah.

Gimana sama part ini? Kesel nggak sama Azril?😬

Jangan lupa tinggalkan vote & komentarnya.

Salam sayang,
Nidiasfitaloka❤

Halal With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang