Malamnya, saat sudah selesai melaksanakan shalat isya, aku mendekat ke arah nakas. Di sana ada ponsel Mas Azril yang sedang diisi daya. Mas Azril belum pulang dari masjid.
Dengan keberanian yang sudah kupersiapkan, aku membuka aplikasi WhatsApp. Disana ada satu pesan yang membuatku curiga. Pesan itu dari nomor yang tidak disimpan. Aku melihat foto profilnya. Ternyata itu seorang perempuan berhijab maroon. Ah, benar, ini perempuan yang kulihat tadi siang bersama Mas Azril.
Aku membaca pesannya, tapi hanya ada satu pesan saja. Perempuan tersebut hanya mengirim pesan dengan isi ‘Mas’ saja.
Aku menekan profilnya, untuk melihat siapa nama perempuan ini. Di sana tertulis nama Resya Ristiani. Ah, jadi namanya Resya.
Menyimpan kembali ponsel Mas Azril. Kemudian aku bergerak menuju ranjang sambil memainkan ponselku. Aku harus mencari tahu melalui sosial media perihal perempuan bernama Resya.
Pertama, di instagram. Aku mencari nama Resya di daftar following akun Mas Azril. Namun, ternyata tidak ada.
Sekarang mencari di kolom pencarian saja. Ternyata ketemu juga akun bernama Resya Restiani itu. Dan entah keberuntungan apa, sampai-sampai akunnya tidak di privat.
Tanganku tergerak untuk melihat setiap unggahannya. Hingga tangan ini terhenti di salah satu unggahan, perempuan tersebut sedang berfoto bersama seorang pria.
Ah, iya, aku baru ingat. Perempuan bernama Resya ini adalah salah satu tamu undangan saat aku dan Mas Azril menikah. Dan pria tersebut adalah, mungkin kekasihnya Resya. Aku masih ingat saat Resya menyalamiku dengan wajah judesnya. Dia pun datang bersama pria yang kuduga kekasihnya karena baju couple yang mereka pakai.
Aku melihat keterangan di foto tersebut, yang menyatakan bahwa pria yang ada di foto memanglah kekasih Resya.
Dengan rasa yang masih penasaran, terus-menerus aku melihat setiap unggahannya, dan banyak sekali foto Resya bersama kekasihnya itu. Bahkan, saat aku sampai di unggahan terakhirnya, unggahan sekitar 6 tahun yang lalu, Resya sering sekali mengunggah kebersamaannya dengan sang kekasih. Jadi, mereka telah lama bersama?
Seketika aku jadi bingung. Hubungan Resya dengan Mas Azril itu apa? Kalau memang tidak ada hubungan tidak mungkin mereka pergi bersama. Tidak mungkin juga Resya bertindak judes saat aku dan Mas Azril menikah.
Ah, sudahlah, lebih baik hentikan dulu rasa ingin tahuku ini. Sekarang fokus saja kepada Mas Azril yang sudah pulang dari masjid.
“Assalamualaikum, Dek,” ucap Mas Azril yang baru saja masuk ke dalam kamar.
“Waalaikumussalam, Mas.”
Suamiku itu mengganti koko dan sarungnya dengan pakaian mau tidur. Meskipun aku masih sedikit kesal kepada Mas Azril yang membohongiku, tapi aku masih harus bersikap baik padanya. Aku jangan cepat menyimpulkan sesuatu tanpa tahu terlebih dahulu kebenarannya seperti apa. Ya, aku harus tahu ada hubungan apa antara Mas Azril dengan perempuan bernama Resya itu.
“Dingin banget.” Mas Azril naik ke ranjang lalu memelukku dengan erat. Dia mengajakku untuk rebahan sembari menyelimuti tubuh kami.
Mas Azril masih betah memelukku. Dia memejamkan matanya dengan sangat tenang. Namun meskipun begitu, tetap saja aku bisa melihat ada rasa lelah di wajahnya.
Tanganku tergerak untuk mengusap wajah tampannya. Dia sama sekali tidak terganggu dengan ulahku.
“Nyaman sekali,” gumamnya dengan mata yang masih terpejam.
Aku menatap wajah Mas Azril lekat-lekat. Bibir mungilku tersenyum kecut. Perasaan tak enak itu masih ada. Mengapa Mas Azril harus berbohong? Aku benar-benar tidak suka dibohongi. Apakah sangat sulit untuk jujur, bahwa dia pergi bersama Resya, dan jelaskan saja apa yang mereka lakukan. Jika masih di batas wajar, pasti aku akan memaafkan.
Sekali berbohong, biasanya suka keterusan. Aku tidak ingin itu terjadi. Aku sangat yakin, jika Mas Azril bukanlah tipe pria yang seperti itu. Dia sangat menghargai seorang wanita. Aku selalu ingat saat dia memperlakukan mamanya dengan baik.
“Kenapa, Mas?” Aku berucap lirih saat yakin Mas Azril sudah benar-benar terlelap.
“Kenapa apanya?” Tanpa sadar, ternyata Mas Azril merespons ucapanku. Tapi, matanya masih tertutup rapat.
“Hm, tidak. Lebih baik Mas lanjutkan tidurnya. Aku mau ke kamar mandi dulu.” Aku turun dari ranjang, kemudian berlalu ke kamar mandi yang masih satu ruangan dengan kamar kami.
Setelah selesai buang air kecil, aku berdiri di depan wastafel, memperhatikan wajahku di cermin dengan saksama. Kemudian tersenyum sambil berkata, “Apapun yang akan terjadi, kamu harus tetap kuat, Evren.”
***
Paginya, aku dan Mas Azril sudah siap untuk melakukan aktivitas seperti biasa. Sebelum berangkat ke tempat masing-masing, kami sarapan terlebih dahulu. Aku hanya memasak nasi goreng saja.
Saat sudah selesai sarapan, aku mencuci piring bekas makan. Setelah itu kami harus segera berangkat karena tidak ingin terlambat. Aku mengajar, dan Mas Azril mencari nafkah.
“Dek, kali ini Mas yang antar kamu ke TK, ya. Kamu jangan bawa si Bronson aja,” ujar Mas Azril saat aku hendak mengambil kunci motor yang terletak di samping televisi di ruang keluarga.
“Kenapa, Mas? Nanti Mas bolak-balik kan repot juga.” Ya, berhubung jarak ke TK lebih jauh daripada ke bengkel Mas Azril.
“Gak papa, kok. Lagi pula kamu jarang banget dianterin sama Mas. Nanti gimana kalau banyak yang nyangka kamu masih single gara-gara sering pergi sendiri. Padahal kan kamu sudah menikah.” Mas Azril pura-pura cemberut, membuatku terkekeh geli melihat tingkahnya itu.
“Ada-ada saja kamu, Mas ... Baiklah, hari ini aku dianterin sama Mas. Jadi si Bronson bisa istirahat juga dengan tenang.”
Sepanjang perjalanan kami saling diam. Mas Azril fokus dengan mengendari si Carlos. Sedangkan aku sibuk menikmati suasana pagi yang cukup ramai.
“Peluk dong, Dek,” ucap Mas Azril sedikit keras, takut suaranya tidak terdengar olehku.
“Hah? Malu dong, Mas. Banyak orang,” sahutku sedikit terkejut.
“Gak papa.” Tiba-tiba tangan kiri Mas Azril menarik tanganku, melingkarkannya di perut ratanya. Oh, pipiku terasa panas. Aku benar-benar malu saat ini.
Tanpa sadar, Mas Azril menatapku lewat spion, dia tersenyum tipis saat pandangan kami bertemu. Aku jadi salah tingkah dibuatnya.
“Ya ampun, Dek, kamu benar-benar menggemaskan saat merona,” ungkap Mas Azril sembari terkekeh.
Aku hanya menyubit pinggang Mas Azril saat mendapat godaan seperti itu. Dia memang masih menjadi pria yang resek, jangan lupakan itu.
Sesampainya di area TK, aku turun dari motor. Kemudian menyalami punggung tangan Mas Azril sebelum suamiku itu berlalu.
“Hati-hati di jalan, Mas. Jangan ngebut ya!” peringatku.
“Siap, Adekku Sayang. Nanti pulangnya Mas jemput ya.” Mas Azril mengusap kepalaku yang tertutup hijab. “Mas berangkat ya. Assalamualaikum.” Setelah aku menjawab salamnya, kemudian Mas Azril benar-benar melajukan kuda besinya menuju bengkel.
***
A/n:
Assalamualaikum.
Maaf baru bisa update setelah sekian lama😔😔 semoga masih ada yang baca ya.
Jangan lupa tinggalkan vote & komentarnya.
Salam sayang,
Nidiasfitaloka❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Halal With You
SpiritualJangan pernah mencoba mengetuk pintu hati seorang perempuan jika kau tak pernah ada niat untuk serius. *** Evren Rubina Alzan. Seorang gadis muda yang selalu menjaga jarak dengan pria yang mencoba mendekatinya. Bukan tanpa alasan Evren seperti itu...