20. Malam Minggu

2.4K 142 6
                                    

Evren

Ini malam Minggu. Setelah selesai shalat Isya, aku dan Mas Azril memutuskan untuk nonton bersama di rumah, ditemani dengan camilan ringan.

Nyaman. Perasaan itulah yang aku rasakan saat Mas Azril memaksa kepalaku untuk bersandar di bahunya. Tak jarang juga dia mengecup puncak kepalaku sambil mengelusnya. Oh, sangat romantis bukan? Bagaimana aku tidak semakin mencintainya coba.

Oke, aku tidak tahu sejak kapan aku mulai mencintai Mas Azril. Yang jelas, semakin hari perasaan ini kian bertumbuh untuknya. Apalagi perlakuan Mas Azril sangat manis sekali padaku. Bagaimana aku tidak baper. Dia benar-benar sangat tahu bagaimana cara memperlakukan wanita dengan baik.

“Dek, kamu ingin memiliki berapa anak?” tanya Mas Azril tiba-tiba. Aku sungguh tidak menyangka akan mendapat pertanyaan seperti itu dari bibirnya.

“Hm, aku ingin tiga. Kalo Mas?” Aku balik bertanya.

“Mas ingin dua saja.”

Aku merubah posisiku. Kini posisi kami berdua sudah saling berhadapan. “Aku ingin tiga, Mas.”

“Dua, Dek.”

“Tiga, Mas.”

“Ya sudah, Mas ngalah.”

Aku menahan tawaku saat melihat Mas Azril memasang wajah pasrahnya. Dengan perasaan malu, aku memeluknya. Aku dapat mendengar dan merasakan jantung Mas Azril berdetak dengan kencang.

Mas Azril membalas pelukanku. Dia mengecup puncak kepalaku cukup lama. Benar-benar sangat nyaman.

“Aku menyayangimu, Mas,” ujarku dengan menyembunyikan wajahku di dada bidang Mas Azril. Entah mengapa tiba-tiba aku mempunyai keberanian untuk berkata demikian padanya.

“Mas pun menyayangimu, Dek,” balas Mas Azril. Dia menangkupkan kedua tangannya di wajahku. Kini kami saling bertatapan. Tatapan Mas Azril sungguh membuat hatiku berdebar tak karuan.

Mas Azril semakin mendekatkan wajahnya ke wajahku. Oh, apa yang akan dia lakukan. Tubuhku mendadak kaku. Yang bisa kulakukan sekarang hanyalah memejamkan mata.

Kini aku bisa merasakan napas hangat Mas Azril di wajahku. Apakah dia akan mencium bibirku? Oh, ayolah, hal seperti itu sudah biasa bagi pasangan yang sudah menikah. Tapi tetap saja aku deg-degan. Jujur, kalau iya Mas Azril akan mencium bibirku, ini adalah kali pertama aku akan merasakannya.

Dering ponsel Mas Azril berbunyi, otomatis membuat mataku terbuka. Ah, apakah aku harus kecewa karena tiba-tiba Mas Azril menjauhkan wajahnya dari wajahku.

Mas Azril mengambil ponselnya yang tergeletak di atas meja. Kemudian dia mengangkat telepon entah dari siapa.

“Halo. Halo. Dengan siapa?”

“Halo. Halo...”

Mas Azril menyimpan lagi ponselnya di atas meja. Aku mengernyit. “Siapa, Mas?” tanyaku ingin tahu.

“Entahlah. Mungkin salah sambung atau orang iseng. Mas bicara juga gak nyahut-nyahut.”

Kini suasana di antara kami menjadi hening. Aku bingung harus bersikap seperti apa setelah kejadian tadi. Begitu pun dengan Mas Azril. Dia juga hanya diam saja.

Aku mencoba fokus pada film yang masih tayang. Tapi, tetap saja kepala ini masih terpikir kejadian tadi. Dan mengapa juga Mas malah ikut-ikutan diam, kan suasana jadi awkward.

“Dek...” Akhirnya Mas Azril buka suara, aku lega mendengarnya.

“Iya, Mas?”

“Bisa tolong buatkan teh hangat?”

Halal With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang