23. Kebohongan

1.6K 120 5
                                    

Asal kamu tahu ya, cewek itu stalker yang handal.

***

Evren

Keesokan harinya, kami disibukan kembali dengan rutinitas seperti biasanya.

Sesampainya di TK, aku sudah disambut hangat oleh anak-anak. Satu persatu mereka menyalamiku. Bahkan sampai ada yang memelukku. Mereka benar-benar sangat menggemaskan. Aku menyayangi mereka.

“Assalamualaikum, Bu Guru.” si cantik Adel yang baru saja datang tiba-tiba memelukku.

“Waalaikumussalam, Adel,” jawabku sambil mengusap kepalanya.

“Saya sudah ngerjain PR, Bu,” katanya antusias. Kemudian dia melepaskan pelukannya dariku.

“Anak pintar,” pujiku sambil mengacungkan kedua ibu jari.

“Terima kasih, Bu Guru.” Setelah itu Adel bergabung dengan teman yang lainnya. Aku yang melihat keceriaan mereka semua dibuat tersenyum.

Sepanjang mengajar, entah mengapa pikiranku selalu tertuju kepada Mas Azril. Hatiku berdebar tak karuan. Aish, padahal kan kami baru saja bertemu tadi pagi. Masa iya aku sudah merindukannya lagi. Jika Mas Azril tahu apa yang kupikirkan, bisa-bisa dia akan menggodaku habis-habisan dan membuat pipiku ini jadi memerah. Dia kan memang resek.

Sampai waktu belajar telah selesai, anak-anak sudah pulang. Aku dan Kak Ayu membereskan kelas yang sedikit berantakan.

“Mau langsung pulang, Ev?” tanya Kak Ayu saat kami sudah selesai membereskan kelas.

“Iya, Kak.”

“Ya sudah, hati-hati, ya, Ev.”

“Siap, Kak.”

Saat keluar dari kelas, aku bertemu Bu Yuli dan yang lainnya. Aku berpamitan dengan sopan kepada mereka.

Selama di perjalanan, tidak berhenti aku tersenyum di balik masker yang kupakai. Entah mengapa, hari ini aku merasakan ada sesuatu yang berbeda dengan diriku. Aku merasa terlalu exticed untuk bertemu dengan Mas Azril, padahal kan baru tadi pagi kami bertemu. Huh, menyebalkan sekali.

Sesampainya di bengkel, aku tidak melihat Mas Azril. Aku menanyakan keberadaan Mas Azril kepada Mas Fendi. Seperti biasa, katanya suamiku itu selalu mampir ke kedai untuk sekadar minum kopi, menghilangkan rasa kantuk.

Aku mengirim pesan kepada Mas Azril. Mengatakan sang istri sedang menunggunya di bengkel. Tapi, setelah beberapa menit, Mas Azril tidak juga membalas pesanku. Malah waktu sudah hampir mendekati adzan dzuhur.

Setelah cukup lama menunggu, akhirnya aku inisiatif untuk menyusul Mas Azril ke kedai kopi yang jaraknya memang dekat dari sini.

Saat hampir sampai di parkiran kedai, mataku tidak sengaja menatap sesuatu yang membuat jantungku berdebar. Otomatis aku menghentikan si Bronson, tidak berniat lagi memasuki area parkir.

Mataku melihat Mas Azril sedang berduaan dengan seorang perempuan berpakaian modis. Perempuan tersebut juga menggunakan hijab pasmina berwarna maroon.

Aku mencoba berpikir positif saat perempuan berhijab maroon itu menaiki motor Mas Azril. Kemudian suamiku itu melajukan kuda besinya keluar dari area parkiran kedai bersama perempuan tersebut tanpa menyadari keberadaanku.

Sulit sekali untuk berpikir positif, pasalnya aku tidak mengenali siapa perempuan tersebut. Dia bukan saudara Mas Azril. Aku hampir mengenal saudara-saudara suamiku.

Ah, sepertinya aku pernah melihat perempuan itu. Tapi, dimana dan kapan? Hadeh, kenapa hatiku menjadi tidak karuan seperti ini. Lagi pula mereka berdua mau kemana?

Halal With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang