Aku dengan wajah datar masih diam mengamati robot pembersih yang setengah jadi itu. Aku menemukan hasil yang salah dalam detail pembuatannya. Robot itu tidak bisa mencuci piring karena ia adalah mesin yang tidak anti air.
"Ah, silikon anti air!" aku menjentikkan jari, berseru sembari berbisik dan mulai mencoret-coret diatas kertas putih. Aku menggambar bulatan dengan rumus-rumus fisika dengan teori gaya agar robot ini bisa terbang tanpa menggunakan banyak mesin.
Nenek datang membawa roti keju dan teh. "Rumus lagi?" katanya sambil mengelus kepalaku. "Setidaknya makanlah roti ini sebelum kembali bertempur."
"Ini akan jadi asupan yang sempurna, nenek. Aku bisa mencium bau keju ini dari peternakan sapi Nyonya Park bukan?" ujarku sambil tertawa dan memakan roti.
"Kau tahu betul."
Nenek tertawa dan dalam benaknya ia berpikir tentang keanehan yang sebenarnya aku alami sejak aku tinggal disini.
Nenek keluar dari kamarku sambil menyembunyikan tangisnya yang jatuh. Air matanya tumpah dan menetes ke lantai. Nenek menduga ada kelainan dalam gadis yang ia rawat itu.
Aku mendongak menatap pintu yang tertutup. Bunyi samar setetes air tumpah di lantai kayu membuat aku bangkit. Derap langkah kaki nenek menjauhi kamarku, aku membuka pintu dan berjongkok. Dari baunya, aku tahu bahwa nenek baru saja menangis.
Aku mengerutkan dahi. Nenek sudah hilang dalam sekejap. Mungkin ke lantai bawah untuk mengurusi adonan atau menjaga toko. Dan saat inilah aku mulai merasa tidak aman.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last Of Your Tears | Jimin Fanfiction |
FanfictionAku merasa baik-baik saja sampai akhirnya aku merasa cemas. Aku merasa aman saat aku tidak bergaul dengan teman-teman yang lain. Namun seorang ingin mendekatiku dan itu membuat aku merasa gila.