Jimin menatap Nyonya Park dengan wajah datar. Dia sudah malas bicara hal-hal sepele yang diinginkan ibunya. Dan seperti ini? Ibunya selalu menyuruhnya melakukan apapun, yaitu sesuatu yang gila.
"Kau menyuruhku kesana? Ke rumah sakit jiwa? Yang benar saja." Jimin berdecih. "Setelah berkata kepada ayah bahwa aku pakai meskalin, kau membuat aku menjadi orang gila?"
Nyonya Park berdiri. "Kau mau perusahaannya tidak?" tanya Nyonya Park dengan nada rendah dan senyum tipis. "Maka menurutlah kepada ibumu ini."
"Aku lebih berpihak kepada ayah, dan Tae Hyung."
Nyonya Park mendekatinya dan menatap anak kandungnya itu tajam. "Dia hanya saudara tirimu. Tidak ada yang mereka harapkan dengan kehadiranmu. Bahkan Tae Hyung, sama sekali tidak menganggap kamu ada dalam hidupnya."
Jimin diam mematung atas perkataan ibu yang menusuk hatinya. Nyonya Park mungkin benar atas kata-katanya dan Jimin tentu takkan menyangkal itu. Tae Hyung, saudara laki-lakinya memang tidak akan pernah menganggap dia.
"Ketika aku masuk ke rumah sakit, apa yang harus aku lakukan?"
Jimin mulai terkecoh atas ucapan ibunya. Nyonya Park tersenyum dengan lebar dan menepuk pundak anaknya dengan semangat.
"Tunggu saja disana. Ibu akan membawa kamu keluar setelah semua urusan ibu dengan Tuan Kim selesai. Mengerti kan?" Nyonya Park memeluk Jimin erat.
Jimin masih diam mematung. Berusaha menimbang-nimbang sebuah keputusan yang sudah ia ucapkan. Akankah ia salah?
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last Of Your Tears | Jimin Fanfiction |
FanfictionAku merasa baik-baik saja sampai akhirnya aku merasa cemas. Aku merasa aman saat aku tidak bergaul dengan teman-teman yang lain. Namun seorang ingin mendekatiku dan itu membuat aku merasa gila.