Jimin memasuki ruangan yang cukup sempit dengan dinding putih dan satu kasur dengan bantal dan selimut. Penjaga menutup pintu besi dan meninggalkan ruangan. Tinggallah Jimin seorang diri dengan sebuh kebingungan besar.
Apa yang dilakukan ibunya sungguh gila hingga membuat ia benar-benar gila!
Jimin duduk di sisi kasur. Merasakan kesendirian yang amat sangat, meskipun ia memang selalu sendiri. Tapi ini sungguh sebuah kesan yang berbeda.
Di dalam ruang ini, Jimin hanya bisa lihat orang berlalu lalang lewat kotak seukuran 20 × 15 cm dengan jeruji besi di pintu. Yang lewat pun jarang. Jimin terkadang bergegas mengintip ketika ada bunyi suara orang mendekat.
Satu jam kemudian, pintu besi dibuka. Seorang perawat dengan pakaian putih menyuruhnya duduk di kursi roda karena ada seorang wanita yang menjenguknya. Jimin berasumsi itu ibunya, Nyonya Park.
Ibu duduk di hadapannya. Sementara Jimin yang kusut duduk sambil menatap tajam ibunya.
"Kapan aku selesai untuk pura-pura dirawat?" tanya Jimin langsung. Nyonya Park menempelkan jari telunjuk di bibirnya. "Jangan bicara terlalu keras!" bisiknya.
"Kau akan keluar ketika seluruh aset Tuan Kim sudah menjadi milikku. Ketika semua sudah berganti menjadi namaku, kita akan pergi. Jauh. Meninggalkan negara ini dan mulai hidup baru di suatu tempat. Takkan ada yang menemukan kita. Hanya aku dan Jimin." Nyonya Park meraih tangan Jimin.
"Aku mengalami kesulitan yang sangat, ibu. Kenapa kau harus memalsukan dokumen agar aku bisa masuk rumah sakit jiwa?!" Jimin sudah sedikit marah.
Ibu menatapnya tajam.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last Of Your Tears | Jimin Fanfiction |
FanfictionAku merasa baik-baik saja sampai akhirnya aku merasa cemas. Aku merasa aman saat aku tidak bergaul dengan teman-teman yang lain. Namun seorang ingin mendekatiku dan itu membuat aku merasa gila.