Darlene - Part 8

121 13 0
                                    

Baiklah, tadinya ia senang karena berhasil melarikan diri. Tapi sekarang Elena sedikit menyesali tindakannya. Ia terlalu bersemangat karena bertemu 'penyelamat' yang membebaskannya dari dua orang aneh tadi hingga lupa bahwa ia adalah seorang penyendiri yang jarang berkomunikasi dengan manusia.

Apakah ia memang secanggung ini atau ia menjadi canggung karena perempuan di sebelahnya terlihat sangat berkelas? Entahlah, ia tak pernah melakukan uji coba berbasa-basi dengan manusia sebelumnya. Elena hanya berkomunikasi dengan yang lain jika sangat mendesak, ia tipe orang yang akan berusaha semaksimal mungkin untuk melakukan segala hal sendiri dibanding membuang tenaganya untuk meminta tolong pada orang lain.

Sedangkan perempuan di sebelahnya? Ia sama sekali tak terlihat mempermasalahkan itu. Ia tengah asik melihat-melihat sekeliling kampus sembari berjalan sampai lupa bahwa ada seseorang di sampingnya. Dan ia tak tahu kalau orang di sebelahnya itu tengah kesulitan untuk merangkai kata-kata apa yang harus ia ucapkan untuk memecah keheningan ini.

"Oh iya! Maaf. Aku baru pertama kali ke sini." Perempuan itu akhirnya tersadar dari eksplorasi serunya dan menyodorkan tangan ke arah Elena sembari tersenyum. "Raline." ucapnya memperkenalkan diri.

Kulitnya yang eksotis, tatapan mata yang tajam dengan senyum yang indah, ditambah penampilannya yang terlihat dewasa, santai dan berkelas di saat yang sama. Elena mengamati betapa cantiknya ia sampai lupa menyambut tangannya.

"Oh, namaku Elena." Akhirnya ia kembali pada alam sadarnya dan menyambut tangan Raline.

Raline menimpalinya dengan senyum simpul. Ini sangat menarik, pikir Elena. Ini pertama kalinya ia berbicara pada seseorang tanpa merasakan beban dan ketakutan. Atau lebih tepatnya, ini pertama kalinya ada seseorang yang tidak terlalu peduli tentang siapa dia dan segala sesuatu yang orang lain ingin tahu tentangnya, ia hanya merasa ... tidak terintimidasi?

"Apakah kau putri dari Prof. Nanta?" Elena mencoba menambah topik pembicaraan.

"Iya." Raline tersenyum. "Apakah ayahku pernah bercerita bahwa ia memilki seorang putri?" Sambungnya setengah bercanda menimpali pertanyaan Elena.

"Iya. Dia sering menceritakan kakak."
"Benarkah?" Raline membulatkan matanya, sedikit terkejut, mendengar candaannya membawa fakta mengejutkan.

"Ia sering bercerita tentang putrinya yang menjadi asisten dosen di University of Cambridge. Dia selalu membanggakanmu. Sampai para mahasiswanya hapal dengan apa yang ingin dikatakannya."

Ekspresi Raline berubah masam ketika mendengar Elena menceritakannya.
"Oh, sangat memalukan." Ia hanya tak tahan membayangkan kejadian saat ayahnya membanggakannya di depan banyak orang secara berulang-ulang. Itu memalukan. Elena hanya tertawa kecil menimpalinya. Ekspresi Raline sekarang sungguh lucu di matanya.

Sedetik kemudian, ekspresi Raline berubah serius. Sepertinya ia merubah pola pikirnya dengan sangat cepat. "Ngomong-ngomong, bisakah kau merekamnya saat ia sedang memujiku?"

Mendengar permintaan itu, Elena menautkan alisnya tak paham. Untuk apa? Benaknya.

"Aku tak pernah mendengarnya memujiku seumur hidupku." Ucapnya sedikit memanyunkan bibir, tapi terlihat menyedihkan di saat yang sama.

"Benarkah?!" Elena hampir berteriak, ia sungguh tak mempercayainya. Mengingat betapa bosannya ia dengan ceramah Prof. Nanta yang akan berakhir dengan memuji putri satu-satunya ini.

Raline mengangguk, "Dia tak pernah memujiku saat aku mendapatkan nilai yang bagus atau ketika aku melakukan hal-hal yang menurutku hebat. Ia bahkan tak memujiku walaupun aku lulus dengan predikat terbaik dan menjadi asisten dosen di kampusku."

Darlene - Bumi Dan HeloraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang