Darlene - Part 15

101 8 0
                                    

Setelah kejadian pengusiran rakyat miskin tersebar, seluruh humanis dan aktivis di penjuru negeri mulai memprotes kebijakan tersebut dan memenuhi semua media sosial dengan tagar 'Selamatkan kemanusiaan', 'Negeri kami kehilangan kemanusiaan', dan juga 'Batalkan proyek Megavol nanobot yang melanggar HAM'.

Seisi negeri serasa menggila, dan sudah pasti orang yang menjadi sasaran amukan mereka adalah satu orang: Balindra Ellano. Sang pemimpin proyek Megavol Nanobot yang baru saja muncul kembali ke publik dan dengan bangga memperkenalkan proyeknya tersebut beberapa hari yang lalu.

Akibat berita tersebut, hidupnya sekarang terancam oleh para aktivis yang melakukan demo dan para wartawan yang mengincarnya kemanapun untuk mendapatkan berita ekslusif yang paling hangat saat ini. Ia nyaris tak bisa keluar karena mereka mengepung apartemen dan kantornya jika saja apartemennya tak memiliki jalur rahasia yang mengarahkannya langsung ke jalan menuju kantor. Ia seolah telah bersiap dan menerima kenyataan bahwa seumur hidupnya ia akan berurusan dengan situasi seperti ini. Sejak ia kembali ke tempat ini.

Tapi bukan itu masalahnya, sebenarnya siapa yang mengusir masyarakat miskin mengatasnamakan namanya tersebut? Mereka tak ditemukan di pinggiran kota manapun! Apa yang ia rencanakan dan akan lakukan kepada rakyat tak bersalah itu?

Ellano memijat keningnya yang pening dengan mata terpejam, perjalanan menuju kantor menjadi adegan melarikan diri yang menegangkan baginya sejak tiga hari terakhir, tapi bagaimanapun, ia berhasil duduk di meja kantornya pagi ini, lagi. Clara telah mengatakan padanya bahwa ia akan mengambil alih lab, tetapi lelaki itu tak pernah puas jika ia tak mengatur segala halnya sendiri. Padahal tak ada yang tahu, saat perjalanan menuju kantor siapa yang akan lebih dulu menghampirinya, paparazzi, atau haters-nya? Apapun itu, tak ada pilihan yang bagus.

Someone's coming. It's Clara. Do you want to let her in?

Notifikasi dari smartlock-nya berhasil membuat ia tersadar dari lamunan panjang. Ellano menekan tombol hijau pada jamnya untuk membiarkan Clara masuk dan memutar kursinya hingga ia menghadap ke jendela.

"Kami masih belum menemukan kemana mereka dibawa."

Ellano menghela pelan, lalu memejamkan mata. Sebenarnya yang menjadi masalah utama bukanlah karena ia yang dituduh sebagai pelaku, dari 250 juta penduduk Indonesia, 62 persen dari mereka adalah penduduk miskin yang tak memiliki tempat tinggal. Dalam tiga hari jumlah mereka terus berkurang, membuat jalanan yang biasanya ramai akan pendemo dan antrian menunggu sembako menjadi sangat sepi, bahkan di beberapa tempat nyaris tak ada. Mungkin sisa dari mereka bersembunyi karena takut rombongan bertruk hitam akan membawa mereka seperti teman-teman mereka yang lain.

Ia mengkhawatirkan apa yang akan terjadi pada jutaan orang tak bersalah itu dan desakan para aktivis untuk memberhentikan proyek. Ia telah berusaha selama tiga tahun lebih, tapi sekarang, satu sentilan menyebabkan efek domino yang bergerak menghancurkan segala yang telah ia rencanakan.

"Seperti yang kucurigai dari awal, Delvin tak dapat dilacak dalam tiga hari terakhir. Semua kemungkinan mengarah padanya dan..."

"Tapi kemungkinan bukanlah fakta." Ellano memotong perkataan Clara sembari membalik kursinya lagi menghadap meja. Semua kemungkinan mengarah pada laki-laki itu, dan ia juga mencurigainya. Ellano tahu seberapa gila temannya itu, tapi ternyata kegilaannya jauh melebihi apa yang Ellano dapat bayangkan. Oleh karena itu, kekhawatirannya semakin bertambah besar.

"Kita harus mencari tahu apa yang ia rencanakan." Keningnya berkerut karena berpikir keras, tatapannya berpaut pada satu titik walau tak benar-benar melihat ke objek itu karena pikirannya berkelana jauh, hingga teleponnya yang berdering membuatnya kembali ke dunia nyata.

Darlene - Bumi Dan HeloraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang