Darlene - 25. Takdir terkutuk (1)

71 5 0
                                    

Fyi, enakkan dibaca sekaligus part selanjutnya. Biar nyambung (karena sangat kepanjangan kalo digabung). Tapi kalo mau baca part ini lagi juga gak apa wkwkwk. Part 25.2 akan aku aplod besok.

Happy reading <3


Di hari yang sama, di sebuah ruangan gelap berdebu, pada basement sebuah rumah besar yang tak ditinggali lagi. Seorang laki-laki tengah dihajar habis-habisan. Tubuhnya ditendang, dipukul, hingga meringkuk kesakitan. Tapi semakin banyak pukulan yang dilayangkan sang penghajar, semakin bertambah siksaan yang ia ingin berikan pada laki-laki tak berdaya di hadapannya. Kemarahan menguasainya, hingga ia menjadi buta akan rasa ibah.

Orang-orang yang melihat itu tak akan percaya kenyataan ini, kenyataan menyedihkan yang dialami anak itu, atau mungkin anak lain yang memiliki nasib sama dengannya. Kenyataan bahwa yang menghajarnya tanpa ampun ... adalah ayahnya. Ia tak bisa berkutik, dan hanya menerima segalanya.

Masa kanak-kanak hingga dewasanya telah ia habiskan untuk menerima setiap pukulan yang diberikan ayahnya. Dahulu, ia kira rasa sakit yang ia terima akan berkurang, entah karena ayahnya kembali mencintainya, atau karena ia telah terbiasa dengan segalanya.

Tapi kenapa ... rasanya semakin menyakitkan? Pukulan itu menyisahkan dua jenis luka. Luka di tubuhnya yang bisa menghilang disembuhkan waktu, dan luka di hatinya yang terus membusuk.

Di rak paling ujung ruangan itu, ada sebuah buku hitam di dalam kotak, jika kau membalikkan berlembar-lembar halamannya, kau kan temukan senyum bahagia sebuah keluarga. Saat itu sang anak sangat bahagia dengan hidupnya dan sang ayah sangat bahagia melihat tawa anaknya, lalu sang ibu yang hanya bisa tersenyum melihat tingkah konyol mereka berdua.

Foto itu awalnya berada di setiap dinding, kemudian waktu yang berlalu membuatnya hanya berada di atas meja, lalu ... lalu dan lalu, benda itu berakhir berada di tempatnya sekarang, pada rak paling ujung di ruangan tak terjamah, dalam buku hitam pada kotak yang dikunci erat. Ambisi besar dan kebencian sang ayah, telah menyingkirkan kebahagiaan dari foto itu selamanya. Apakah ia ... tak lagi mencintai keluarganya?

Anak yang kini meringkuk dengan luka dan memar di sekujur tubuhnya pada ruangan gelap itu, sangat ingin mengetahui kebenarannya.

Apakah sang ayah tak lagi mencintainya? dan kenapa ... ia sangat merindukan seseorang sekarang?

Temaram lampu dan rasa sakit di tubuhnya membuat pandangannya mengabur, hingga baswara mendekati matanya yang hampir tertutup. Alden membuka matanya lagi, makhluk di hadapannya bersinar bagai lampu pijar hingga ia tak bisa melihat apapun. Laki-laki itu memaksakan diri untuk duduk, barangkali darahnya tak mengalir dengan baik sehingga pandangannya jadi bermasalah.

Tapi benda itu sekarang malah terbang naik turun di hadapannya. Membuat laki-laki itu mengerjap keras.

"Ketemu kau." ucap benda terbang itu yang membuat Alden menggelengkan kepalanya. Bermaksud menyadarkan diri.

"Ayo ikut aku, Elena masih tak sadarkan diri, dan hatinya menginginkanmu." Apa lagi yang ia dengar ini?

"Apakah kau mendengarku?" Apakah sekarang otaknya bermasalah?

"HEEEYY!" suara Zoe sangat nyaring dibandingkan tubuhnya yang kecil, karena itu akhirnya Alden tersadarkan.

"Waah, bagaimana bisa kau tidur dengan mata terbuka?" Zoe mendengkus kesal. "Jika kau tak percaya, lihat ini!" ia menunjukkan tanda di tangan kanannya. "Elena masih terhubung denganku, itulah kenapa aku bisa tahu. Ada dua orang yang sangat ingin ia temui, tapi bagaimanapun aku tak bisa menemukan salah satunya." kini Zoe memiringkan kepalanya heran, sepertinya ia sedang berbicara sendiri sekarang.

Darlene - Bumi Dan HeloraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang